“Jawab Bang, jangan diam saja,” lanjut Nana.
“Iya, dan itu semua salahmu, Dik,” jawab Burhan pasrah.
“Ternyata seperti itu wajah asli suami yang selalu aku banggakan,” tuduh Nana sengit.
“Dan ini wajah asli istriku yang berhati mulia. Memaksa suami menikah tapi dia yang kabur,” timbal Burhan yang tak mau kalah.
“Jadi Abang menyalahkan Aku?” hardik Nana.
“Semua ini berawal darimu, Dik. Andai tidak ada pernikahannya itu. Kamu tidak kabur. Dan Aku juga tidak akan seperti itu. Mengerti? Atau perlu diulangi,” terang Burhan.
<
“Keluar,” pekik Nana sesaat sepeninggalan Bella.“Dik-“ belum selesai Burhan berucap tubuhnya telah didorong keluar dan pintu dibanting sangat kuat. Menimbul suara yang keras, memancing semua penghuni rumah mengerumuninya.Sorot mata penuh tanya dan selidik seakan mengulitinya hidup-hidup. Menyadari yang menjadi sasaran lagi tidak bersahabat. Satu persatu meninggalkan tempat itu tanpa ada yang mengeluarkan suara.Menyisakan wanita paruh baya yang telah mengabdikan hidupnya untuk keluarga ini. Berjalan mendekat dan berkata “Sabarlah, turunkan ego dan jangan cepat terpancing emosi.”“Aku, Aku ntahlah Bi. Sulit untuk dijelaskan,” ucap Burhan melabuhkan tubuhnya pada anak
“Kenapa saya yang dilimpahkan, saya tidak tahu apa-apa. Suami istri kok aneh,” timpal Bella.“Suamimu juga tu,” tunjuk Nana. “Berdosa jika mengabaikannya. Ambil tuh.”“Hehe, Kakak aja dech. Aku mau kekamar,” elak Bella.“Kamu saja. Aku masih ingin istirahat,” ujar Nana melirik sang suami yang bingung karena perdebatan mereka.“Diam, emangnya Aku ini bola, main opor sana sini. Tetap ditempat kalian. Astaga, mengapa nasibku menyedihkan sekali,” gerutu Burhan. “ Aku sedang tidak ingin bersama siapapun.”“Alhamdulillah,” jawab mereka serentak membuat bola mata pria y
Hari baru telah terlahir menyisakan genangan air di sela rerumputan. Menandakan semalam langit memuntahkan kandungannya sangat dahsyat.Dua wanita beda generasi tengah sibuk berjibaku ditempat membuat pengisi lambung untuk mengawali hari. Mereka bangun kesiangan, sholat subuh hampir terlewat. Sesekali terdengar gelak tawa dari obrolan ringan pengusir jenuh yang menggelitik di pendengaran.“Selamat pagi,” sapa Nana yang baru turun dari lantai atas. Aroma parfum menguar seiring kedatangannya. Rambut hitam legam miliknya dibiarkan terurai menandakan baru dikeramas.“Hmm, Bi ternyata hujan bukan hanya diluar loh. Tapi di lantai atas juga,” sindir Bella memasang kembali penutup wajahnya yang sengaja dibuka.
“Mau sampai kapan kamu akan mengawasi rumah itu, Ka,” tanya Heru menyadarkan keponakannya itu dari lamunan.Setelah peristiwa Heru meminta Hamka menemani wanita bercadar tempo hari. Hamka lebih banyak melamun dan bicara hanya seperlunya. Membuat dia sedikit menyesal meminta mempertemukan dengan gadis itu.“Sampai aku memastikan bahwa gadis itu adalah yang aku cari selama ini. Jika benar dia, maka aku akan segera melamarnya,” jawab Hamka pelan.“Aku tidak ingin kehilangannya lagi,” sambungnya setelah beberapa saat.Heru tak dapat berkomentar banyak, kedatangan Hamka memang untuk mencari keberadaan gadis yang telah membawa lari hatinya.Setiap hari pria yang tidak pernah melepas penutup kepala itu terus mengawasi kediaman gadis yang dia duga sang pujaan hatinya. Alasan yang dia berikan pada pria yang ada di rumah besar itu hanyalah akalannya saja untuk mengetahui alamat tepat gadis itu.“Apa tidak sebaiknya kita datangi saja dan tanyakan langsung,” saran Heru. “Untung satpam disana Pak
Tidak lama orang yang dia tunggu muncul dari balik gerbang. Terlihat dia sedikit bingung saat melihat mobil yang parkir.Dengan raut muka yang sulit dijelaskan gadis itu masuk kedalam mobil. Mobil itu segera melaju agak kencang menuju jalan arah kediamannya.Pengintaian sore ini cukup sampai disini. Hatinya lega tahu gadis penuh misteri itu pulang bersama orang yang menampung selama ini.Dalam mobil Bella masih terlihat kesal. Karna sebelum naik tadi Burhan mengatakan bahwa mulai hari ini dan seterusnya mereka akan pulang dan pergi bersama.Apa ini pertanda bahwa laki-laki aneh itu telah menerimanya. Dia tiba-tiba tergidik membayangkan akan melewati malam pertama mereka.“Itu muka kenapa dilipat-lipat,” tanya Burhan yang tidak sengaja melihat penumpang gelisah dari kaca spion tengah.“Gak ada, Aku hanya lelah. Hari ini ada dia anak yang diadopsi jadi banyak berkas yang harus diurus,” jawab Bella acuh.“Alhamdulillah, semoga mereka dapat orang tua yang baik,” ujar Burhan.“Bang, apa in
Dia mematut dirinya di depan cermin. Tubuh yang nyaris sempurna tanpa celah. Cantik, kulit putih bak porselen, meski terbilang kurus untuk bagian aset terpentingnya masih padat berisi.Hanya satu kurangnya, tidak memiliki rahim. Dia meraba perut langsingnya. Apakah akan ada keajaiban suatu hari nanti akan tumbuh benih di dalam sana. Benih dari buah cintanya dengan sang suami. Merasakan fase hamil dari trimester pertama, kedua dan ketiga. Serta merasakan sakit dan detik-detik kelahiran sang buah hati.Menangis bahagia saat tangis malaikat kecil memenuhi pendengaran. Begitu bayi mungil itu menghirup oksigen secara langsung.Bulir bening kembali mengalir dari mata indahnya. Seharusnya dia bisa lebih bersabar mencari kebenaran tentang rahimnya.Penyesalan selalu datang di bagian akhir. Jika di awal bukan penyesalan tapi pendaftaran.“Na, makan malam yuk.” Bi Siti membuka pintu.“Tolong bawakan kesini saja, Bi,” pintanya.“Baiklah.” Bi Siti tidak jadi melangkah masuk. Dia berbalik kembali
“Jangan gunakan lagi penutup kepalamu saat dalam rumah,” ucap Burhan tiba-tiba setelah dia menyelesaikan sholat.“Hah, kalau ada laki-laki lain yang masuk bagaimana?” tanya bella yang terkejut.“Mulai hari ini Aku akan melarang satpam masuk dalam rumah. Makan siang mereka biar Bi Siti yang antar kepos saja. Mang Ujang pun tidak boleh masuk tanpa izin darimu,” papar Burhan.“Baiklah, terima kasih,” sahut Bella mengulas senyum.“Eit, jangan GR. Ini hanya bagian dari rencana. Agar Nana mengira kita telah melakukannya saat melihat rambutmu basah,” lanjut Burhan.“Tau, tapi Aku bahagia karena Aban
Entah bagaimana awalnya seketika dia berniat masuk kedalam kamar yang diyakininya. Menjadi tempat untuk suaminya mencapai hasrat kelelakiannya.Begitu pintu kamar terbuka lebar. Dia sangat terkejut melihat tali merah yang membagi tempat tidur king size itu menjadi dua.Tepat di bawahnya berjajar empat guling. Yang cukup untuk mempertegas itu adalah batas. Ditambah lagi lipatan selimut di masing-masing bagian. Ini sudah membuktikan bahwa yang dilihatnya selama ini kebohongan.Seharian dia tidak karuan. Berharap waktu cepat berputar. Meminta penjelasan dua manusia yang terang-terangan menipunya.Sengaja dia tidak menutup kembali pintu kamar Bella. Agar mereka tidak bisa berkilah lagi. Dengan alabi yang mereka anggap m
Hati Maya kembali tersayat entah untuk keberapa kalinya.“Tunggu sebentar Nduk,” sahut Mbah Ipeh yang sedang melayani pasiennya dari dalam gubuknya.Tempat Nana terjatuh memang tidak begitu jauh dari tempat tinggal wanita tua itu.Itu sebabnya Maya membawanya kesana. Untuk mendapatkan pertolongan pertama. Sebelum nanti dibawa kerumah sakit yang berjarak cukup jauh dari desa.Maya sudah yang sudah beberapa kali kesana. Tentu sangat hapal jalannya yang masih dipenuhi semak belukar.Ya, wanita itu juga salah satu pasien dukun kampung itu. Yang terkenal mempunyai ilmu hitam yang tinggi.Dalam satu kedipan mata bisa membunuh korbannya. Mereka yang datang kesana pasti mempunyai dendam.“Ini siapa Maya,” tanya Mbah Ipeh keluar menemuinya yang duduk diamben menangku Nana.Sesaat pengguna jasanya pergi dari sana. Dari penampilan bisa ditebak wanita itu merupakan bukan wanita yang baik.“Ini anak tiri saya, Mbah. Itu tadi siapa?” tanya Maya penasaran.“Dia itu yang kerja diwarung dekat kebun it
“Sudah Tante, ayo kita pulang. Jangan buat keributan disini,” bisik Tary yang masih mencekal lengan Maya.“Iya bawa Tantemu, pergi dari sini,” celetuk Bella.“Tunggu dulu Tary, urusanku belum selesai. Burhan harus bertanggung jawab pada apa yang terjadi padamu,” tolak Maya.Burhan melirik kearah Tary, benar dipergelangan tangan kirinya ada luka yang masih diperban.Maya tidak bohong, tapi untuk apa gadis itu melukai diri sendiri. Sebesar apa harapan gadis itu yang dia patahkan.Bella mencubit perut Burhan, saat tahu mata Burhan tidak beralih dari gadis baru datang itu.“Sakit tau,” bisik Burhan menggosok bekas cubitan Bella.“Itu akibatnya tidak bisa menjaga mata,” tekan Bella nada sepelan mungkin.Tary menggunakan seluruh tenaganya untuk membawa Maya pergi dari sana. Maya pun yang hampir terpojok pasrah mengikutinya.Nana berbalik dan merangkul Bi Siti. Pertahanannya roboh seiring perginya Maya dan Tary.“Menangislah luapkan semua kesedihanmu saat ini. Esok kau harus berjanji tidak a
“Maya Cahayadiningrat , saya Nayla Rahmawati binti Abdul Razak. Putri tunggal dari ibu Rahayu. Apa anda mengenali saya. Mama Maya yanby terhormat,” sanggah Nana menggeram.Nana sudah tidak tahan lagi untuk tidak mengangkat suara. Wanita yang dia panggil Mama itu. Semakin mengelunjak tidak berpikir kalimatnya melukai banyak orang.“Nayla Rahmawati, Nanaku sayang Nanaku malang. Kamu mengenali Mama, Nak,” tanya Maya mata mengarah pada wanita yang berusaha tenang.“Apa kurang cukup yang Mama berbuat pada saya dulu, hingga sekarang Mama ingin merampas suami saya.” Nana berdiri mengikis jarak dengan wanita yang dikiranya malaikat.“Baguslah kau sudah tahu, jadi tolong minta suamimu menikahi Tary. Sama yang kau lakukan pada pelakor itu, Mama yakin kalian akan bisa hidup damai. Mama tidak merampas, kau cukup berbagi saja.” Maya menyentuh pipi mulus Nana.“Kembalikan rahim saya,” tekan Nana singkat menepis tangan Maya.“Na, kamu sayang Mama-kan. Bisa kamu mengabulkan permintaan Mama ini,” buju
Tary dari tadi bolak balik dibrankar. Dia SEO diri diruang itu sang Tante sedang mencari makan.“Kita sudah bisa pulangkan, Tante. Aku bosan berada disini,” rutuk Tary saat Maya baru masuk ditangan menenteng kantong plastik. Berisi makanan dan buah yang dibelinya. Pada pedagang yang menjajakan jualannya sekitar rumah sakit.“Harusnya sebelum kau mengiris nadimu. Siapkan mentalmu untuk betah berada disini,” ketus Maya. “Ini makanlah, agar kau punya banyak tenaga untuk menghadapi perceraian orang tuamu.”“Mereka akan berpisah, Tante. Mereka sungguh tidak menganggap keberadaanku,” lirih Tary meraih mangkuk berisi bubur ayam yang sodorkan Maya.“Kamu harus buktikan pada ayah dan ibumu. Kamu bisa sukses tanpa campur tangan mereka,” ungkap Maya membangun semangat dari putri semata wayang kakaknya.“Aku harus membujuk Burhan untuk menyemangati Tary. Tak masalah jika harus memohon asal dia bersedia membantu,” batin Maya.Maya mengatakan pada Tary akan pulang sebentar. Dia harus segera bicara
“Selamat pagi nenek,” sapa Bella mengendong bayinya melintasi dapur.Bayi mungil itu akan berjemur dibawah cahaya matahari pagi.“Eh, cucu nenek sudah wangi,” sahut Bi Siti mendekati Bella.“Yang lain belum bangun, Bi.” Tanya Bella.“Belum, hawa dingin enak buat tidur. Tapi Bibi gak bisa bangun ninggi hari.” Bi Siti mengambil alih baby Zizi.“Aku juga. Makanya kami sudah wangi, Nek.”“Biar Bibi yang jemur cucu sayang ini, Bundanya mamam dulu. Isi bensin yang banyak supaya mik Zizi banyak.” Bi Siti mengecup pipi gembul bayi mungil itu.Bi Siti berjalan kehalaman belakang. Tempat yang lantang terkena sinar matahari.Sedang Bella menikmatinya sarapannya. Yang hambar dilidahnya, seret ditelan.Pikiran tertuju pada Nana, wanita sebaik itu harus mengalami banyak cobaan. Semalam hanya beberapa jam saja dia dapat terlelap.Mandul, kata itu terus mengusiknya. Dia sangat prihatin, andai bisa. Ingin dia donorkan rahimnya untuk Nana.Kakak madunya itu telah memberikan banyak. Namun dia tidak mamp
Nana harus bisa punya anak walau hanya satu orang. Anak itu adalah ahli waris sah atas harta peninggalan mendiang orang tua Kakak madunya ini.Bella sangat paham anaknya tidak ada hak untuk mendapatkan semua ini. Baby Zizi tidak ada hubungan darah dengan sang pemilik harta.“Selain itu dia pesan apa lagi?” tanya Burhan menengahi.“Gak ada hanya itu, dia mengatakan kalau bisa secepatnya. Mengingat umur Nana yang tidak muda lagi. Usia produktifnya tinggal sedikit lagi,” jelas Ferdi.“Menurutmu bagaimana, Dik. Abang rasa sebaiknya kita periksa saja. Kamu mau ya,” ujar Burhan penuh harap.“Aku akan pikirkan lagi, Aku sudah tidak berharap lagi. Toh, sekarang sudah ada Zizi. Dan itu sudah cukup,” timpal Nana berusaha meredam perasaannya.‘MANDUL'Rangkaian lima huruf sangat horor bagi mereka yang dapatkan predikatnya.Tidak terkecuali Nana, nyalinya seketika menciut. Kehadiran anak bagi orang yang telah berumah tangga.Hal yang paling penting, saat bertemu dengan siapa pun yang pertama dita
Maya mulai mengukur dan menghitung. Banyaknya derita hidup yang harus ditanggung Nana. Karna dendam yang tak pernah mendatangkan kepuasan.Maya masih ingin lagi dan lagi menikmati kesengsaraan Nana. Untung untuknya nyatanya juga tidak ada.“Ta-tante.” suara Tary terdengar lemah membuyarkan lamunan Maya.“Kamu sudah sadar,” tanya Maya mengulas senyum.“Aku dimana? Mengapa Tante ada disini. Apa Aku sudah mati.” Tary memindai ruangan ini.“Kamu dirumah sakit. Tadi Tante mendapatkan kamu tergelak dilantai.”“Harusnya Tante biarkan saja Aku mati.” Sudut matanya mengalir cairan bening.“Kalau kau ingin mati jangan dirumahku. Aku tidak ingin disalahkan orang tuamu atas kematianmu,” cecar Maya.“Tidak akan. Mereka saja lupa punya anak. Orang tuaku tidak pernah peduli, Tante,” lirih Tary.“Mereka bukan lupa, hanya sibuk-““Sibuk dengan selingkuhannya masing-masingkan, Tante,” sanggah Tary menghentikan ucapan Maya.“Tary, jangan lakukan hal bodoh. Jangan lukai dirimu sendiri lagi. Tante mohon,”
“Dia diruang kerja. Mau guyur-guyur, nunggu cover boy selesai lama,” sindir Bella menyusui baby Zizi menghadap tembok.“Nak, Mami dan Bundamu jahat. Membiarkan Papi terjebak dengan manusia planet itu,” ucap Burhan yang ingin menyentuh pipi gembul putrinya. Tapi langsung ditepis Nana.“Jangan sentuh anak kita selama masih ada bekas gadis itu. Sana mandi dulu,” sembur Nana.“Iya, sana mandi dulu,” sambung Bella.“Nanti saja, Abang mau tahu ada angin apa gadis itu berani kesini.” Burhan mendaratkan tubuhnya dikarpet. Tulang punggungnya terasa pegal, terlalu lama berdiri.Bella menceritakan semuanya tapi dia tidak serta-merta mengatakan kekesalannya.“Tapi perlu Abang tahu Bundanya Zizi marah sekali, Bang. Dia tidak mau suaminya diambil orang,” ledek Nana.“Siapa yang tidak emosi. Dia dengan yakin mengatakan akan menjadi yang ketiga. Enak saja, gak sudi,” sembur Bella.“Lalu Kakak Nana tercinta apa yang dia lakukan. Oo, Abang tahu, pasti dia diam sambil menahan senyum,” sindir Burhan.“Ko
Botol bekas minumnya dibuangnya asal kelantai. Dia sengaja memancing amarah Nana. Sebatas mana kesabaran wanita yang sangat disanjung Burhan itu.“Lihat tampilanmu yang begitu, lalat saja akan berpikir untuk hinggap.” Bella semakin geram.Bella ingin tahu berasal dari planet mana gadis ini. Tidak ada malu-malunya padahal dia sudah menghinanya.Ini kali pertama seorang Bella yang santun dan lemah lembut bicara kasar. Orang tuanya tak bosan mengingatkannya untuk menjaga nada bicara saat marah sekalipun.“Dalam kamar juga kau melepaskan semua itukan. Kalau tidak, mana bisa bayi itu lahir.” Tary menunjuk pakaian yang dikenakan Bella dan melirik pada baby Zizi berada dalam gendongan Nana.“Kau, cepat pergi dari sini. Atau Aku akan memanggil security menyeretmu keluar,” usir Bella.“Apa hakmu mengusirku, sedang yang punya rumah ini saja tidak terganggu dengan kehadiranku. Dimana-mana memang pelakor itu selalu ingin menguasai,” papar Tary.“Aku nyonya dirumah ini. Dan Aku tidak suka kau mene