“Setiap waktu aku selalu berdiri disini. Hingga Aku benar-benar lelah dan mengantuk. Berharap kak Nana muncul dari balik saja,” beber Bella menunjuk ke arah gerbang.“Maafkan saudaraku yang telah menyakitimu,” pinta Burhan menangkupkan kedua tangannya di dada sebagai wujud kesungguhan meminta maaf.“Tidak apa-apa, ini bukan salah mereka. Aku juga terbiasa disalahkan selama ini,” sindir Bella pada laki-laki yang ikutan berdiri menghadap jendela.“Kau, ah. Selalu saja mencari masalah denganku,” geram Burhan.“Aku tidak mengatakan itu Abang, tapi jika Abang merasa baguslah,” sahut Bella berjalan menuju ranjang. Kakinya terasa sakit, mungkin tadi sedikit keseleo, namun dia tidak menyadarinya.“Jelaskan padaku apa hubungan kamu dengan bocah laki-laki yang mengantarmu sore kemarin,” celetuk Burhan.“Kan dia sudah katakan, bahwa dia supir taksi. Lagian itu bukan urusan Abang jika memang kami ada hubungannya,” timpal Bella sengaja mencari perkara agar laki-laki itu segera pergi dari kamarnya.
“Kamu sudah kembali, Na,” tanya Sopie yang baru keluar kamar. Rambutnya acak-acakan sepertinya baru bangun tidur.“Hei, ada apa dengan kalian semua. Kemarin kalian menjadikan aku seperti terpidana mati. Tapi, dia kalian tutup mata. Seakan tidak terjadi apa-apa,” racau Burhan yang merasa aneh akan sikap keluarganya.“Tolong bawa kakakmu ke kamar temani dia,” perintah Marwa pada Bella.Dia mengangguk dan membawa Nana menuju kamarnya.“Untuk saat ini jangan ada yang membahas hal yang membuat Nana tidak nyaman. Atau kalian semua ingin dia pergi lagi,” ancam Marwa berlalu meninggalkan ketiga anaknya yang belum mengerti maksudnya.“Apa mereka sudah mengetahui tentang pernikahanmu,” tanya Nana mendaratkan bokongnya di kasur.“Tahu kak, Bang Burhan yang mengatakannya. Sebelum Kakak datang tadi,” jawab Bella.“Apa Kak Sopie menyakitimu?” selidik Nana setelah tanda di wajah Bella sesaat penutupnya dilepas. “Berkatalah sejujurnya Bel, aku sangat paham wataknya. Dia tidak segan melakukan apapun
Serendah itukan dirinya demi uang rela menyewa rahim. Dia masih dapat mentolerir jika disebut pelakor tapi ini lebih menyakitkan.“Mama, dia juga tidak menginginkan hal ini bahkan dia sempat meminta membatalkannya. Dia gadis baik, tidak serendah itu,” sela Nana menggenggam erat tangan gadis yang telah menjadi madunya.“Jadi apa alasan kamu menerimanya. Kamu bisa saja menolak. Atau kabur sekalian. Jangan jadi duri dalam daging,” cerocos Marwa sengaja menyudutkan menantu barunya itu lebih tepatnya menantu yang tidak diinginkan.Jauh dalam hatinya, dia juga ingin cucu dari anak laki-laki semata wayangnya. Tetapi, bukan seperti ini jalannya. Toh, selama ini Nana belum pernah periksa, hanya mendengarkan dari ibu tirinya.“Saya hanya tidak ingin mengecewakan kak Nana,” jawab Bella singkat.“Baiklah, Mama punya satu syarat untuk kalian bertiga.” Marwa menatap Nana, Bella dan Burhan bergantian.“Syarat?” sanggah Burhan yang sedari tadi tidak berniat untuk mendengar pembicaraan. Lebih memilih
“Apa Aku pelakor, Kak,” ungkap Bella mencari pembenaran dalam manik wanita yang telah mengubah nasibnya.Mengambil tas usang miliknya. Tekadnya sudah bulat. Tetap bertahan akan membuat semua orang membencinya.“Aku mohon Bel, jangan. Jangan tinggalkan Aku. Apa kau lupa pada janjimu? Untuk tetap bertahan apapun yang terjadi," Nana memohon dan merebut tas di tangannya.“Maaf kak, aku tidak bisa. Tolong biarkan aku pergi.” Bella memalingkan wajah.“Demi aku, yang telah menjadi saudaramu. Jangan pergi. Aku tidak punya saudara selain kamu. Jika kamu pergi pada siapa lagi Aku akan berbagi. Dari kecil aku hidup sendiri. Orang tuaku telah berpulang. Hanya Bi Siti yang setia menemaniku. Memiliki harta berlimpah bukan berarti Aku tidak kesepian. Apa kau ingin aku mengulang masa itu kembali,” terang Nana.“Aku tidak mau menjadi perusak rumah tangga Kakak. Seperti yang dikatakan Kak Sopie. Aku pelakor. Pelakor, Kak,” imbuh Bella terisak.“Tidak, tidak. Kamu tidak pelakor. Aku yang memintanya. Hub
Refleks dia membalas menimbulkan kegaduhan. Memancing Burhan dan Amel ikutan yang semakin ribut. Tidak akan berhenti jika marwa tidak menghentikan dengan jurus andalan. Memukul mereka satu persatu dengan tangkai sapu.Lalu mereka lari kocar-kacir menghindari serangannya sang mama.“Ini minumlah nak,” Bi Siti memberi segelas jus jeruk membuyarkan lamunannya.“Oh, terima kasih. Bi.” Nana meneguknya hingga setengah gelas. “Apa Bella dan Bang Burhan sudah tidur sekamar?”“Kayaknya tidak pernah. Orang Burhan selalu marah dan menyalahkan Bella. Setiap bertemu pasti adu mulut.”“Jadi, mereka belum-““Hihi, itu Bibi tidak tahu.”“Ah, Bibi mah gitu.”“Tapi, belakangan Burhan selalu pulang larut. Yang terakhir itu dia pulang pagi. Malamnya ribut ama Bella. Paginya nyonya datang. Dia mabuk sama merokok.”“Kok bisa, Bi?”“Frustasi, karna kamu pergi.”“Sehancur itu.”“Ho’oh, Bibi sama Bella terpaksa minta tolong nak Ferdi. Hampir tiap hari kami meneleponnya. Urusan perkebunan pun Bella serahkan pa
Nana yang mengetahui bahwa sang suami sudah pulang. Sengaja menunggu dikamar, banyak hal yang harus diselesaikan.Burhan membuka pintu kamar melihat wanita yang sangat dicintainya itu berdiri menatap pantulan wajahnya di cermin.“Abang kangen, Dik,” bisik Burhan tangannya melingkar di pinggang ramping sang istri.Nana memejamkan mata membuang getaran halus yang mengharapkan lebih dari ini.“Apa yang Abang lakukan selama Aku tidak ada?” Nana melepaskan dekapannya dan berbalik menatapnya penuh selidik.Burhan tidak menyiakan kesempatan, mengabaikan pertanyaan Nana. Mengecup bibir ranum dihadapannya yang dua minggu tidak dilakukan.“Lepas." Nana mendorong tubuhnya hingga terjatuh ke kasur. Karna tidak menjaga keseimbangan tubuh Nana ikutan terjatuh menimpanya.“Sok, marah. Tapi dia yang mulai duluan,” goda Burhan tersenyum nakal.“Abang jangan lakukan jalan curang untuk mengelabuiku. Ingat, kita tidak boleh tidur sekamar selama istri mudamu belum hamil." Nana buru-buru berdiri. Pipinya m
“Trus dimana? Ya udah dikamar Kakak aja,” timpal Burhan.“Ya dikamar istri mudamu. Enak sambil istirahat bisa celup-celup,” cicit Sopie tersenyum.“Iii, ogah.” Burhan tergidik.“Loh kenapa. Bukannya barusan kamu ditolak Nana. Tuntaskan saja dengan yang lebih legit,” saran Sopie. Membuat mama dan adiknya tertawa ngakak.“Bodo amat. Jika kalian ingin kalian aja sama dia. Aku gak mau.” Burhan tetap melangkah menuju kamar yang ditempati Amel.“Mari kita hitung satu, dua dan-“ kata Amel yang terhenti.“Amel !!!” teriak B
“Jawab Bang, jangan diam saja,” lanjut Nana.“Iya, dan itu semua salahmu, Dik,” jawab Burhan pasrah.“Ternyata seperti itu wajah asli suami yang selalu aku banggakan,” tuduh Nana sengit.“Dan ini wajah asli istriku yang berhati mulia. Memaksa suami menikah tapi dia yang kabur,” timbal Burhan yang tak mau kalah.“Jadi Abang menyalahkan Aku?” hardik Nana.“Semua ini berawal darimu, Dik. Andai tidak ada pernikahannya itu. Kamu tidak kabur. Dan Aku juga tidak akan seperti itu. Mengerti? Atau perlu diulangi,” terang Burhan.