"Aku tidak bisa menahannya lagi, Sayang." Dengan napas yang kian memburu, Erlang yang masih memeluk tubuh Zoya menggiring istrinya ke atas ranjang.
"Jangan sampai seperti ini, Lang! Aku tidak ingin membahayakan kesehatanmu." Zoya berusaha menolak, menahan tubuh Erlang yang masih menikmati tubuhnya melalui cumbuan dan hisapan-hisapan kecil yang semakin lama semakin panas."Akhhhh ...," desis Zoya tiba-tiba tatkala Erlang menggigit puncak dadanya dengan penuh birahi membuat Erlang semakin bersemangat.Khawatir dengan hasrat dan birahi yang tidak terkontrol, Zoya terpaksa mendorong kasar tubuh Erlang hingga pria itu terjungkal ke belakang."Berhenti, Lang, sudah cukup! Ini tidak boleh diteruskan," larang Zoya dengan napas tersengal sengal.Erlang menatap Zoya dengan mata menyala. Ini bukan yang pertama kalinya dia mendapatkan penolakan dari istri sahnya sendiri. Jika bukan karena cintanya yang terlampau besar pada Zoya, mungkin dia sudah meninggalkan wanita itu dan mencari pengganti yang lain.Ya, Erlang Januar adalah pria tampan yang memiliki karir cemerlang di dunia bisnis. Selain sukses, Erlang juga dikenal setia dengan pasangan. Terbukti selama bersama dengan Zoya, Erlang tak sekali pun berniat untuk melakukan perselingkuhan walau pun kesempatan sudah ada di depan mata."Mau sampai kapan, Zoya?" Erlang menatap istrinya dengan wajah yang sudah memerah, karena menahan hasrat yang tak pernah tersalurkan, dan hal ini sudah berjalan hingga kurang lebih tiga tahun lamanya.Zoya terdiam seribu bahasa. Air matanya lolos begitu saja. Sejujurnya, dia juga merasakan hal yang sama. Dia menginginkan penyatuan bersama sang suami. Dia ingin bercinta setiap ada waktu luang untuk mereka berdua. Dia juga sakit menahan rasa itu, namun kekhawatirannya terlalu tinggi.Zoya yang terinfeksi virus berbahaya selalu dilanda kecemasan jika sewaktu-waktu pria yang dicintainya itu ikut tertular jika mereka melakukan hubungan suami istri. Cukup dirinya saja yang mengalami penderitaan ini, terinfeksi virus mematikan akibat pengkhianatan yang pernah dilakukannya.Perlahan Erlang mendekati Zoya. Dia mengusap kepala istri keduanya itu. "Kamu tega menyiksaku terus menerus seperti ini?"Erlang masih berharap besar untuk mendapatkan keinginannya. Kepala bagian atas dan bawah sudah berkedut menanti pelampiasan, tidak mungkin dia menuntaskannya lagi di kamar mandi."Please, Zoya, aku menginginkanmu sekarang!" lebih dari memelas akan Erlang lakukan. Sungguh, hasratnya sudah tidak terkontrol lagi, kepalanya bisa meledak jika malam ini tidak kunjung mendapat jatah bercinta dari sang istri tercinta.Zoya mengangkat kepalanya. "Tunggu beberapa bulan ini, Lang, dokter mengatakan jika virusnya sudah melemah dan kemungkinan tidak akan terdeteksi jika aku rutin terapi dan minum obat. Bukankah selama ini kita bisa menahannya?"'Bisa menahan apaan?' bunyi suara hati Erlang yang ngedumel, menyesalkan sikap Zoya yang tak pernah paham betapa tersiksanya dia menahan diri selama tiga tahun ini."Kita bisa menggunakan pengaman," Erlang membujuk lagi."Aku tetap takut, Lang.""Baiklah, kalau kamu tetap mempertahankan keputusanmu itu." Erlang menyerah. Dia segera turun dari ranjang, meraih dompet dan kunci mobil, selanjutnya akan meninggalkan Zoya untuk sementara waktu.Beberapa jam kemudian."Kusut lagi si bos," ledek Hendra, sang sahabat yang baru saja tiba di salah satu kafe yang dikunjungi Erlang.Atas permintaan Erlang juga, Hendra langsung tancap gas meninggalkan istri dan anak yang sudah tertidur lelap di rumahnya."Lebih kusut lagi bagian bawah ini," sahut Erlang dengan mata mengarah pada perkakasnya yang sudah tiga tahun berpuasa.Hendra segera duduk berhadap-hadapan dengan Erlang. "Ditolak lagi kayaknya," desis Hendra dengan suara yang pelan. Sebagai salah satu sahabat, dan satu-satunya kepercayaan Erlang, dia sangat paham dengan kehidupan pria itu hingga ke akar akarnya."Katanya sih tunggu beberapa bulan lagi," tanpa ada rasa malu, Erlang langsung berkata dengan jujur. "Apa aku harus mempercayainya setelah selama ini dia juga sering mengatakan hal yang sama padaku?" keluh Erlang."Siapa tahu benar, Lang, sabar aja dulu!" Hendra mengingatkan."Dan siapa tahu juga dia hanya ingin berusaha menenangkanku agar tidak berniat mencari wanita lain?" Erlang mulai putus harapan dengan penantiannya."Memangnya kamu punya niat seperti itu?" Hendra penasaran. Setahunya, Erlang adalah pria setia. Meski dikelilingi wanita cantik dan digilai para rekan kerjanya, pria itu tidak pernah tergoda."Kalau seperti ini terus, tidak menutup kemungkinan aku akan melakukannya," balas Erlang dengan entengnya. "Aku sudah tidak sanggup menahan diri lagi. Bisa-bisa berkarat si Jerry ini, kan kasihan, besar dan gagah begini, tapi tidak dipergunakan.""Serius?" Hendra memastikan, tidak menyangka jika akhirnya Erlang mengalah dengan keadaannya.Erlang mencondongkan tubuhnya ke depan untuk berbicara lebih terbuka lagi. "Kamu tidak tahu rasanya menahan gairah yang sudah naik ke ubun-ubun ini, tapi tidak pernah tersalurkan. Rasanya semua mau meledak. Kamu tahu sendiri kan, aku tak sanggup mengkhianati Zoya, aku terlalu mencintainya dan aku juga sudah berjanji pada orang tuanya hanya akan setia pada Zoya seumur hidupku," ungkap Erlang dengan wajah kecewa.Sebenarnya, Hendra juga berpikir demikian. Bahkan sudah sangat lama dia memiliki ide tersebut, namun persahabatan yang terjalin di antara mereka bertiga, membuat pria itu sungkan untuk mengungkapkan pendapatnya.Hubungan pertemanan antara Erlang, Zoya, dan Hendra sudah dimulai semenjak mereka duduk di bangku sekolah dasar, tidak etis rasanya mendukung perselingkuhan yang akan merugikan kedua sahabat terbaiknya itu.Kini, setelah Erlang berkata blak blakan ingin mencari wanita lain, tidak ada alasan lagi untuk tidak setuju dengan keputusan Erlang."Apa yang harus aku lakukan untukmu?" Hendra menawarkan bantuan."Good ...." Erlang langsung mengacungkan jempolnya. "Sahabat yang pengertian," puji Erlang dengan senangnya."Akan aku dukung asal kamu merasa bahagia dengan keputusanmu itu," balas Hendra.Erlang menyeringai puas. Dukungan dan bantuan Hendra adalah yang paling penting saat ini. Terkait wanita yang akan dijadikan pasangan Erlang, pasti akan mudah didapatkan.Berbekal wajah rupawan, karier cemerlang, harta yang berlimpah, pria berusia 31 tahun itu tidak akan sulit untuk mendapatkan wanita yang diinginkan.*Sebulan telah berlalu, Erlang yang memiliki kesibukan banyak belum juga menemukan satu wanita yang cocok untuk dijadikan sebagai istri ketiganya. Berkali-kali bertemu dengan wanita cantik dan seksi, bahkan dari kalangan artis dan model terkenal, namun tak ada satu pun yang membuatnya tertarik untuk menjalin hubungan yang lebih serius.Begitu juga dengan Hendra yang ikut membantu mencarikan jodoh terbaik untuk sahabatnya. Dia mulai putus asa, karena semua wanita yang ditawarkan tidak satu pun yang sesuai dengan kriteria Erlang.Siang itu, Hendra menerobos masuk ke ruangan atasannya."Sebenarnya wanita seperti apa yang kamu inginkan, Lang? Lama-lama aku bosan juga membantumu, terlalu inilah, terlalu itulah, kalau mau mencari wanita yang persis seperti Zoya, aku rasa sampai kiamat pun, kita tidak akan pernah menemukannya," Hendra mengeluh untuk yang ke sekian kalinya."Besok kita akan berangkat ke Yunani, di sana aku akan lebih leluasa untuk mencari wanita yang aku inginkan," balas Erlang tanpa ada ras bersalah pada sahabatnya. "Aku yakin pasti akan mendapatkannya di sana," lanjutnya lagi.Yunani.Erlang bersama sahabatnya tengah duduk santai di atas bebatuan yang tersusun rapi sembari menikmati alunan musik yang disuguhkan Dj sore hari itu. Namun, penampakan seorang wanita yang melintas di depan Erlang sontak mengalihkan fokusnya.Tak berkedip, mata Erlang mengikuti gerak lambat si wanita yang sedang berjalan gemulai dan berlalu menuju keramaian.Seperti sedang menggoda, wanita bernama lengkap Maya saputri itu berbalik lagi dan tanpa ragu mengedipkan sebelah mata, lantas menyapa Erlang dengan hanya menggerakkan jari telunjuknya."Oh shitt!" Pada pandangan pertama, seketika Erlang tergoda dengan wanita yang menggunakan gaun tipis nan mini itu.Tubuh Erlang terasa terbakar dengan keindahan tubuh wanita di depan sana. Entah pesona apa yang dia lihat pada wanita berkulit samo matang itu, padahal selama ini sudah tidak terhitung wanita yang mencoba mendekatinya, namun tak satu pun yang sanggup mematahkan iman pria beristri dua itu.Erlang menurunkan sedikit kacamata hitam y
Erlang terkesiap mendengar sikap berani Maya. Dia terkejut, karena tidak menyangka jika wanita yang tak memiliki rasa canggung itu ternyata berasal dari negara yang sama dengannya.Namun, yang paling membuat Erlang kaget adalah sikap liar wanita itu dalam hal penampilan yang terlihat menantang dan mudah membaur seperti orang barat pada umumnya.Pun dengan attitude sang wanita yang secara blak blakan menyatakan keinginannya.Erlang tak pernah berharap bertemu dan menyukai jenis wanita yang mudah mengobral tubuh pada setiap laki-laki yang baru ditemui.Dalam pertemuan pertama saja, wanita itu secara gamblang mengajak Erlang ke sebuah ruangan layaknya seorang wanita penghibur. Tentu Erlang merasa risih berkenalan dengan wanita seperti itu, hingga dia berniat mengakhiri tujuannya yang ingin mengenal dekat wanita pemilik tatto kupu kupu di bagian dada itu."Apa maksudnya ini?" Erlang mulai ilfeel, dan tanpa memperkenalkan diri dia hendak melepaskan tangan, seterusnya akan meninggalkan wani
Jika dibandingkan dengan Zoya dan Arsyila yang cantik memukau, Maya juga memiliki keunikan sendiri. Seksi, elegan, eksotis dan berkelas. Wanita dengan tinggi 175 cm itu tampak mempesona dengan warna kulit sawo matang yang dimilikinya.Dan Erlang baru menyadari akan hal itu, jika cantik tak harus putih seperti kedua istrinya.Kini, Maya telah berdiri di hadapan Erlang, tentu dengan gaya yang sangat menggairahkan, karena niatnya memang untuk menggoda pria tampan berkharisma itu."Malam, Pak Erlang," ucap Maya dengan suara yang penuh damba sambil mengulurkan tangan."Malam, Maya," balas Erlang dengan wajah yang sulit untuk didefinisikan.Tampak sekali jika Erlang takjub dengan penampilan dan persembahan Maya malam itu, namun sebagai pria yang memiliki pesona di atas rata rata, dia tidak ingin menunjukkan rasa kagumnya pada wanita yang baru dikenal.Hanya sebuah senyum tipis yang Erlang persembahkan saat mereka saling berjabat tangan."Selamat ya, Maya, penampilamu sangat memukau malam in
Erlang terbangun pada pukul 09.00 pagi. Di bawah selimut berwarna coklat itu dia memijit mijit pelipisnya yang masih terasa pusing akibat mengkonsumsi alkohol di malam sebelumnya."Minuman itu benar-benar membuatku tidak waras," sesal Erlang dan detik kemudian dia mengingat tentang wanita yang sedang bersamanya, di mana mereka berdua sempat menghabiskan waktu hingga sepertiga malam. "Maya ...," desisnya."Apa terjadi sesuatu tadi malam?" Erlang segera duduk dan memeriksa seluruh pakaiannya yang ternyata masih lengkap.Erlang lantas mencari keberadaan Maya yang mana dia ingat jika tubuh mereka sempat menyatu di atas ranjang."Tapi ini kan di kamarku," Erlang bergumam lagi dengan wajah kebingungan. Sungguh, dia tidak bisa mengingat seratus persen kejadian yang sebenarnya.Di saat yang bersamaan, Hendra masuk ke dalam ruangan tersebut sembari membawakan makanan dan minuman untuk Erlang."Akhirnya kamu bangun juga," ucap Hendra lega.Erlang menatap Hendra sekilas, lantas berpindah pada bar
Puas menikmati indahnya pemandangan alam, Erlang membawa Maya ke sebuah tempat makan. Sebagai orang yang lebih paham dengan destinasi wisata di negara tersebut, Erlang mengajak Maya beristirahat sejenak di sebuah kafe mewah yang menyatu langsung dengan alam."Tempat yang sangat indah," Maya memuji ruangan bergaya Yunani kuno itu. Dia mengedarkan pandangannya ke seluruh sisi ruangan yang selama ini belum pernah dikunjungi.Tersenyum hangat menatap ekspresi Maya, Erlang lantas menarik sebuah kursi untuk wanita itu. "Apa kamu sudah pernah ke sini sebelumnya?" tanyanya sekedar basa-basi."Terima kasih," ucap Maya, lantas duduk dengan gayanya yang anggun. Setelah itu, dia pun menjawab pertanyaan Erlang. "Jangankan ke sini, Lang, bermimpi untuk mengunjungi tempat ini pun, aku tidak pernah berani," jelasnya.Erlang melakukan hal yang sama, duduk berhadap-hadapan dengan Maya. "Jangan terlalu merendah, wanita karir sepertimu tidak mungkin tidak pernah mengunjungi tempat seperti ini," tegas Er
"Kita saling menyukai, lalu kenapa kita tidak boleh menjadi sepasang kekasih?" Maya bertanya dengan penuh kebingungan, karena Marco memang tidak membeberkan kehidupan Erlang secara detail. Seperti yang Marco ceritakan, Erlang hanya memiliki seorang kekasih dan bersama dengan wanita itu juga Erlang menghabisi kakak kandung Maya."Aku tidak ingin menjadikanmu sebagai kekasihku," jawab Erlang sembari menatap Maya dengan lekat. Bukan itu tujuan Erlang mendekati Maya. Jelas yang dia inginkan dari Maya hanya untuk menyalurkan kebutuhan biologisnya, bukan untuk berbagi cinta dan perasaan yang didefinisikan sebagai sepasang kekasih."Kenapa? Apa alasannya?" Maya mulai merasa khawatir jika Erlang mungkin saja sudah mengetahui rencana buruknya."Aku tidak butuh kekasih lagi.""Why ...?" Lagi, Maya penasaran alasannya. Sejauh ini, pesona Maya bisa dibilang sempurna dalam menggaet lawan jenis, lalu kenapa pria itu menolaknya? Dan tadi, bukankah Erlang juga menyatakan rasa suka padanya?Erlang t
"Maya sedang menunggumu, Lang," Hendra memberitahu. Erlang yang sedang menyeruput kopi di balkon kamarnya segera menoleh pada sang asisten. "Untuk apa dia menemuiku lagi, apa tidak cukup dia mempermalukanku kemarin? Pakai blokir nomor segala," jelasnya dengan geram, lalu menyeruput kembali kopi hangat yang hanya tersisa setengah."Alaaah, jangan banyak gaya lagi, mumpung dia datang, temui sana!" Hendra malas meladeni atau pun berdebat. Dia paham jika sifat Erlang yang terlihat dingin kali ini hanya karena ego semata akibat merasa sakit hati ditinggalkan Maya secara sepihak.Erlang berdecak kesal. Hati kecilnya turut menyuruh agar segera berdiri dan menemui Maya. Sambil meraih ponselnya yang berada di atas meja bundar tersebut, Erlang berucap pelan, "Kamu memang paling paham dengan keadaanku.""Ha ha ha ha," tawa Hendra menggelegar mengisi ruangan itu ketika melihat Erlang sudah berdiri. "Aku doakan semoga kamu secepatnya bisa buka puasa," ledeknya.Erlang mengabaikan suara sumbang Hen
Erlang tersenyum miring mendengar pertanyaan Maya. Momen ini yang ditunggu-tunggu. Bukan hanya kesepakatan yang akan menguntungkan Erlang, namun juga berdampak bagus untuk Maya.Sepertinya skandal masa lampau terulang kembali. Kisah kali ini juga nyaris sama dengan pernikahan Erlang dengan Arsyila 6 tahun yang lalu. Saat itu, Syila menginginkan tubuh Erlang sebagai pemuas nafsunya, sedangkan Erlang sendiri sedang berusaha ingin mendekati kekasihnya yang telah menjadi istri dari saudara kembar Arsyila. "500 juta untuk pembayaran di muka," Erlang berkata dengan yakin. "Setiap bulan kamu juga akan mendapatkan uang selama menjadi istriku. Selain itu, kamu juga akan tinggal di sebuah apartemen mewah yang akan disediakan oleh Hendra," sambungnya."Selama menjadi istrimu?" Maya merasa tertohok dengan kalimat itu. Ternyata selain pernikahan di bawah tangan, hubungan ini juga sudah dipastikan tidak akan berjalan untuk seumur hidup. Mungkin hanya menunggu Erlang bosan saja hingga dia akhirnya
Tanpa menghiraukan alasan dari Zoya, Erlang langsung menyambar istrinya yang kebetulan malam itu hanya menggunakan lingerie. Khawatir mendapat penolakan seperti hari-hari sebelumnya, dia pun menggiring sang istri menuju ranjang. "Jangan terburu-buru seperti ini, Lang!" Zoya mendesah tatkala mulut Erlang menyentuh dadanya. "Apa kamu tidak ingin mendengar sesuatu dariku?" Dia berharap Erlang menanyakan tentang penyakitnya.Namun, Erlang tidak mau tahu lagi tentang semua itu. Mulutnya lebih sibuk menghisap, memilin dan mengemut semua bagian tubuh Zoya.Ketika melihat Zoya masih ingin berbicara, Erlang segera menyambar mulut wanita itu. Dia tidak butuh alasan untuk percintaan malam itu, bahkan dia siap menerima resiko apapun, jika harus tertular penyakit Zoya.Setelah lebih dari tiga tahun berlalu, malam yang sangat panjang telah terulang kembali untuk sepasang suami istri itu. Erlang tidak puas dengan hanya satu ronde, dia melakukan penyatuan itu secara berulang-ulang hingga akhirnya te
Dua hari berlalu dengan cepat.Erlang masih belum menyadari maksud tujuan Rasputin memanggilnya ke mansion Bagaskara. Terbiasa menghadapi sang ayah mertua karena rengekan Arsyila membuat Erlang merasa enteng dengan permintaan tersebut."Selamat malam, Dad!" Erlang menyapa ayah mertuanya yang sedang duduk santai di ruang keluarga."Selamat malam, Erlang," Rasputin menyambut dengan hangat. "Silakan duduk dulu, tidak usah langsung menemui Arsyila."Erlang duduk tanpa pikiran aneh apa pun.Di sebelah Rasputin, tampak Rafael yang juga sedang asyik bermain gadget. Anak kecil itu tidak terlalu fokus lagi akan kehadiran Erlang, karena di tangannya ada permainan yang lebih seru.Malam itu, Rasputin ingin membicarakan hal penting, jadi dia segera berbisik pada cucunya. "Kakek dan daddymu akan membicarakan hal penting, jadi pergilah bermain di kamarmu!" suruhnya.Masih sibuk dengan mainan barunya, Rafael menurut saja. Dia berjalan sambil bermain ponsel tanpa menghiraukan nasehat dari kakeknya.
"Zoya mengakui sendiri, kalau dia masih mencintaimu seperti dulu, dan dia ingin kembali ke sisimu selamanya. Maka perjuangkan dia, jangan membuatnya kecewa lagi!" isi pesan yang baru saja dibaca oleh Erlang.Erlang bahkan tidak sabar untuk menemui Zoya kembali. Pesan yang dikirimkan oleh Hendra membuat semangat pria itu membara. Segera setelah itu, Erlang mengirimkan pesan balasan pada sang sahabat.[Tentu saja, Hend. Terima kasih banyak sudah memberitahuku. Terima kasih juga karena selama ini selalu bersama dengan Zoya dan selalu menjaganya dengan baik.] Erlang membalas dengan cepat dan senyum yang berseri seri."Cepatlah berputar waktu!" Erlang berharap seperti pemuda belasan tahun yang baru saja merasakan cinta pertama.Di lain tempat.Zoya baru saja tiba di salah satu kafe miliknya."Bu Zoya, ada wanita yang mengaku sebagai saudara Ibu dan saat ini sedang menunggu di ruang VIP," jelas seorang pelayan ketika Zoya baru saja masuk memasuki kafe."Siapa namanya?" Zoya mengerutkan dahi
Tidak hanya setuju dengan pengakuan Zoya, Hendra justru terharu mendengar keinginan sahabatnya itu. Senyum ceria seketika terlukis di wajah pria itu. Dia mendukung seratus persen. "Tentu saja kamu tidak salah, Zoya, Erlang itu hanya milikmu seorang. Dulu Syila berusaha merebut Erlang darimu, dan sekarang Maya yang datang. Jika Syila saja bisa kamu taklukkan, kenapa tidak dengan si Maya ingusan itu." Hendra tidak akan pernah bosan mempengaruhi sahabatnya itu, karena menurutnya Zoya lah yang paling pantas menjadi pemenangnya."Kamu bicara apa sih?" Zoya segera berjalan menuju parkiran. Dia masih enggan untuk mengiyakan seluruh perkataan Hendra. Namun dalam hati, dia juga setuju dengan pendapat pria beranak satu itu."Itu kenyataan." Hendra berjalan beriringan dengan Zoya. "Kamu mencintai Erlang, begitu juga Erlang masih sangat mencintaimu. Kalian itu sudah ditakdirkan untuk bersama dan saling memiliki. Selamanya akan seperti itu.""Tapi dia masih suami sahnya Syila, dan sekarang juga
Maya melotot tajam menyaksikan adegan di depan matanya. Kedua bola mata wanita itu nyaris keluar mengetahui Zoya berada di ruangan yang sama dengan Erlang dan dalam posisi yang sangat intim. Ini pertama kalinya Maya menyaksikan kemesraan sepasang suami istri itu, dan dia iri melihatnya. Tidak.Bukan hanya cemburu, tapi saat ini Maya juga marah besar hingga rasanya ingin melabrak wanita yang merupakan madunya itu."Tidak tahu malu kalian!" Maya memaki, tidak terima karena sebelumnya Erlang telah memintanya untuk segera datang ke hotel tersebut. Namun, apa yang dilihat di depan mata, Zoya yang muncul lebih dulu.Erlang segera meraih taplak meja dan buru buru menutupi menutupi bagian bawah tubuhnya. Meski kedua wanita yang bersama dengannya adalah para istrinya, namun tetap ada rasa malu ketika mereka bertiga berada dalam satu ruangan."Sorry, Sayang," Erlang justru minta maaf pada Zoya, karena membuat wanita itu merasa tidak nyaman. Dia lebih peduli pada istri keduanya itu daripada me
Terkejut dengan keberadaan Maya, sontak saja Erlang menekan tombol merah dalam ponselnya tatkala melihat istri mudanya itu tengah bersama dengan Rasputin."Apa yang dia lakukan di sini?" Erlang berpikir seraya mengamati istrinya yang sedang berbincang bincang asyik dengan sang ayah mertua. Sesekali Maya tampak tertawa ketika mendengar cerita dari Rasputin. Hal itu membuat Erlang penasaran dan memutuskan mendekati keduanya."Erlang ....!" Rasputin menyapa lebih dulu begitu melihat menantunya. "Apa yang kamu lakukan di sana? Kenapa berdiri saja? Apa Syila sudah tidur?" cecarnya."Ya, Syila sudah tidur, Dad, jadi aku berencana untuk keluar malam ini, karena masih banyak urusan yang harus kuselesaikan," Erlang menjawab dengan tenang. Rasputin paham jika Erlang tengah dilanda satu masalah saat ini. Jadi dia membiarkan Erlang pergi malam itu tanpa banyak protes. "Baiklah kalau kamu mau pergi, tapi jika bisa, sebaiknya bawa kembali Zoya dan Angkasa ke rumah ini. Dengan bersama mereka di rum
Permintaan dan tindakan Syila sontak mengingatkan Erlang pada kejadian beberapa tahun yang lalu. Kelakuan Syila sama persis seperti yang dilakukannya saat menjebak Erlang di awal perkenalan mereka.Kala itu, Syila memanfaatkan kepolosan dan ketidakmampuan Erlang yang belum memiliki pengaruh apa pun di dunia bisnis. Namun, siapa sangka dalam waktu singkat, Erlang telah menjelma menjadi pria sukses dan disegani banyak kalangan. Hanya butuh waktu kurang lebih dua tahun, Erlang sudah mampu mengembangkan usahanya di berbagai bidang. Bahkan lebih dari setengah saham yang dimiliki Rasputin Bagaskara telah berpindah tangan atas nama Zoya Maharani sebagai satu satunya wanita yang dicintai Erlang.Kini, kata kata Arsyila tidak berguna lagi untuk Erlang. Sekali pun wanita itu mengemis cintanya, Erlang tidak akan menurut. Dia tidak akan mudah ditundukkan hanya dengan bujuk rayu.Dengan kasar, Erlang melepas kedua tangan Syila. Dia menghempaskannya, lalu tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Erlang
Zoya berdiri untuk menyambut Maya. Sikap sopannya masih terjaga walau sebenarnya dalam hati ingin mencekik wanita yang menggunakan dress kuning terang itu."Selamat sore, Maya!" sapa Zoya dengan sopan. "Terima kasih sudah mau datang menemuiku.""Tidak ada alasan untuk menolakmu bukan?" Maya tersenyum tipis. "Sebelumnya kita sudah pernah bertemu dan semua terlihat baik baik saja, jadi aku tidak mungkin menolak permintaanmu ini seandainya kamu mengundangku secara langsung," sindir Maya karena Zoya telah menggunakan Hendra hanya untuk meminta pertemuan itu."Apa itu perlu dibahas?" Zoya segera duduk. ",Kurasa tidak penting sama sekali." Kesabarannya diuji sekali lagi. Maya benar benar selalu percaya diri dalam setiap hal, dan tidak peduli dengan perasaan orang lain.Maya juga mendaratkan bokongnya dia atas kursi, lalu bersikap seakan dia adalah orang yang sangat penting pada pertemuan itu. "Kamu yang mengundang aku ke sini, aku harap kamu lah yang memberi penjelasan dan juga tujuan kamu
Erlang mengernyitkan dahinya ketika menyaksikan seringai di wajah Maya. Sudah berulang kali dia melihat ekspresi itu. Jika ditanya, Maya akan memberi alasan yang sama. "Apa yang ingin dia bahas kali ini?" pikir Maya setelah membaca pesan dari Hendra dengan isi ajakan untuk bertemu dengan Zoya secara pribadi."Apa tentang kafenya?" Maya menduga duga dan belum menyadari jika Erlang tengah memperhatikannya.Semakin penasaran, Erlang mendekati istrinya yang masih duduk selonjoran di atas ranjang itu."Apa yang kamu pikirkan, Maya?" Erlang mengagetkan istrinya. "Dengan siapa kamu chatingan? Sibuk banget," sindir Erlang.Dengan sikap santainya, Maya menoleh. Dia tidak terkejut karena sudah terbiasa dengan pertanyaan itu. Dan seperti biasa, Maya pun menjawab dengan alasan yang sama."Hanya klien baru," Maya berkata santai. "Ada tawaran produk baru, tapi aku tidak terlalu menyukai konsepnya.""Klien lagi?" ulang Erlang. "Apa kamu sedang banyak penawaran kerja sama saat ini? Kenapa kamu selal