Jika dibandingkan dengan Zoya dan Arsyila yang cantik memukau, Maya juga memiliki keunikan sendiri. Seksi, elegan, eksotis dan berkelas. Wanita dengan tinggi 175 cm itu tampak mempesona dengan warna kulit sawo matang yang dimilikinya.
Dan Erlang baru menyadari akan hal itu, jika cantik tak harus putih seperti kedua istrinya.Kini, Maya telah berdiri di hadapan Erlang, tentu dengan gaya yang sangat menggairahkan, karena niatnya memang untuk menggoda pria tampan berkharisma itu."Malam, Pak Erlang," ucap Maya dengan suara yang penuh damba sambil mengulurkan tangan."Malam, Maya," balas Erlang dengan wajah yang sulit untuk didefinisikan.Tampak sekali jika Erlang takjub dengan penampilan dan persembahan Maya malam itu, namun sebagai pria yang memiliki pesona di atas rata rata, dia tidak ingin menunjukkan rasa kagumnya pada wanita yang baru dikenal.Hanya sebuah senyum tipis yang Erlang persembahkan saat mereka saling berjabat tangan."Selamat ya, Maya, penampilamu sangat memukau malam ini," Erlang memuji pencapaian Maya malam itu. Baginya, sangat anggun dan berkelas untuk wanita seumuran Maya."So ...?" Karena Maya tidak begitu tertarik dengan pujian itu, dia pun langsung mengalihkan pembicaraan.Ya, Maya lebih memilih melanjutkan perbincangan mereka yang sempat tertunda melalui pesan singkat.Godaan dan rayuan harus gencar dilakukan oleh Maya agar berhasil dengan tujuannya."Party lagi?" tawar Erlang tanpa ragu dan dia yakin wanita itu tidak akan menolak. Wanita muda seperti Maya pasti hobi pesta di malam hari."In the club," tantang Maya tak kalah percaya dirinya."Ok, siapa takut?" Erlang langsung menarik lengan Maya dan membawanya meninggalkan ruangan tertutup itu menuju sebuah tempat hiburan malam.***Klub malam.Sekali lagi Erlang terbelalak melihat tingkah Maya yang dengan mudahnya berbaur pada keramaian dalam party malam itu."Oh God, kenapa pilihanku bisa jatuh pada wanita seperti ini? Apa ini hukuman untukku karena sering mengejek tingkah Syila yang begitu liar?" rutuk Erlang dalam hati sembari menatap Maya yang mulai meliuk-liukkan tubuhnya mengikuti irama musik."C ' Mon, Erlang!" panggil Maya sembari melambaikan tangannya.Menyesap anggur dalam gelasnya, Erlang kemudian meninggalkan minuman tersebut di atas meja bartender, lantas mendekati Maya yang tengah asyik menikmati musik yang dibawakan Dj malam itu. Sepertinya, Erlang tidak mau kalah, dia juga akan menunjukkan kehebatannya di lantai dansa.Tangan kokoh Erlang menarik lengan Maya, membawa wanita itu ke dalam pelukannya. Selanjutnya, Erlang mengajak Maya menari dengannya hingga mereka berdua menjadi pusat perhatian pengunjung di klub malam tersebut.Ya, pengaruh minuman beralkohol yang jarang dikonsumsi membuat Erlang lupa diri dan hanya mengutamakan hasrat dan gairahnya. Dia ingin melepaskan semuanya malam itu dan bersenang-senang dengan wanita yang masih fresh dan baru dikenalnya dalam waktu kurang lebih 24 jam.Alunan musik all falls down menjadi pelengkap gerakan dance Erlang dan Maya yang begitu lincah, dan hal itu membuat keduanya menjadi sorotan malam itu."C' mon, dude, go go go ...!" Hendra yang ikut menyaksikan turut berteriak memberi semangat pada sahabatnya itu.Sorak sorai menyemangati sepasang muda mudi yang belum memiliki hubungan pasti itu.Erlang benar-benar terbuai dengan gerakan Maya, dan tanpa tersadar dia juga mampu mengimbangi setiap gerakan lincah wanita yang menggunakan high heels tinggi itu.Pilihan Erlang selalu mendapat dukungan dari Hendra. Kendati demikian, dia selalu menjaga sahabat sekaligus atasannya itu dari orang-orang yang hendak berniat jahat. Terlebih saat pria itu sedang dalam pengaruh alkohol. Itu sebabnya, Hendra masih mengekori Erlang ke mana pun pria itu pergi.Sementara Maya yang menyadari jika adanya Hendra hanya akan menggangu aktivitasnya langsung mengajukan protes pada pria di depannya."Kenapa asistenmu itu selalu mengikuti kemana pun langkahmu?" tanya Maya saat gerakan mereka sudah berubah lambat.Sejenak Erlang melirik pada Hendra yang masih terlihat mengawasi mereka, lalu kembali memperhatikan ekspresi Maya."Kamu keberatan melihatnya?""Tentu saja keberatan. Kamu kan sudah dewasa, jadi untuk apa dibuntuti terus? Apa dia takut kalau aku menggigitmu?"Erlang sontak terkekeh mendengarnya. "Bukankah gigitan wanita adalah satu hal yang menantang dan didambakan oleh seorang pria?" dia mulai menggoda."Aku serius," balas Maya lagi."Selain asisten, dia juga adalah sahabat yang paling mengerti keadaanku. Lagi pula dia juga ke sini untuk bersenang-senang, jadi aku tidak punya alasan untuk merasa risih dengan kehadirannya."Maya terdiam sejenak. Dia menyadari jika hubungan kedua pria itu sangat erat dan sulit untuk dipisahkan. Apalagi untuk mengadu domba, sepertinya itu adalah hal yang mustahil.Maya pun berpikir keras bagaimana caranya menggaet Erlang agar pria itu betekuk lutut padanya. Obsesinya sangat kuat untuk mendapatkan Erlang yang merupakan seorang pengusaha muda dengan kekayaan fantastis.Sejauh ini daya tarik Maya masih disukai oleh Erlang, maka dia tidak akan mengotori pemikiran pria itu dengan menganggapnya sebagai wanita pemaksa dan suka mencampuri urusan orang lain.Senyum indah mengembang di wajah Erlang, memunculkan cacat di kedua pipinya. "Jangan khawatirkan tentang Hendra, dia tidak pernah memiliki niat jahat pada siapa pun, apalagi pada perempuan, itu tidak akan pernah terjadi."***Tepat jam dua dini hari, Erlang dan Hendra mengantarkan Maya ke sebuah penginapan yang disebutkan wanita itu.Sebagai driver, Hendra menoleh ke kursi belakang di mana Erlang dan Maya duduk bersebelahan."Kita sudah sampai, apa dia masih sanggup berjalan?" tanya Hendra pada sahabatnya, mengingat bahwa Maya hanya memejamkan mata sambil bersandar di pundak Erlang dari awal memasuki mobil hingga tiba di sebuah penginapan mewah."Aku tidak tahu." Meski mabuk, kesadaran Erlang belum sepenuhnya hilang, maka dia pun berusaha membangunkan wanita di sebelahnya. "Maya ... Maya ...," panggilnya hingga berulang kali."Dasar pemabuk, wanita kok banyak minum!" desis Hendra dari balik kemudi. "Aku yakin kehidupannya sangat bebas, hingga dia tidak peduli jika sedang mabuk mabukan dengan orang yang baru dikenal," decihnya."Sepertinya dia kebanyakan minum, aku akan membantu membawanya ke dalam penginapan," ucap Erlang seperti tidak mendengar suara sahabatnya. Dalam keadaan setengah sadar, dia pun keluar lebih dulu dari dalam mobil agar lebih mudah membantu Maya.Hendra hanya bisa geleng-geleng kepala menatap sahabatnya yang juga sudah teler itu. "Bukan sepertinya lagi, dia itu memang sudah kelebihan minuman," decaknya.Tampak Maya hanya bisa pasrah ketika Erlang membimbingnya masuk ke dalam sebuah hotel berbintang.Di dalam kamar berukuran luas, Erlang merebahkan Maya dengan sangat hati-hati. Pakaian Maya yang lumayan terbuka, membuat Erlang sedikit risih untuk memperlakukan wanita itu lebih intim. Terlebih kesadarannya juga tidak senormal biasanya.Erlang melepas sepatu heels yang dikenakan Maya, lantas menyentuh betis indah, mulus nan jenjang dari wanita itu."Tidak ... ini tidak boleh," desah Erlang, berusaha menghindar, karena dia tidak ingin melakukannya sebelum sah di mata agama.Berulang kali Erlang menelan ludah melihat keindahan tubuh Maya. Berulang kali juga dia menepis rasa yang bergejolak dalam dirinya itu.Tidak bisa dipungkiri, pesona dan pemandangan indah di depan mata mampu menggetarkan dan membangkitkan darah kelelakian Erlang yang telah lama berpuasa akibat tidak tersalurkan dengan kedua istrinya yang memiliki kecantikan di atas rata-rata.Di saat demikian, Maya tiba tiba membuka mata dan menarik kuat lengan Erlang hingga pria itu menimpa tubuhnya.Erlang terbangun pada pukul 09.00 pagi. Di bawah selimut berwarna coklat itu dia memijit mijit pelipisnya yang masih terasa pusing akibat mengkonsumsi alkohol di malam sebelumnya."Minuman itu benar-benar membuatku tidak waras," sesal Erlang dan detik kemudian dia mengingat tentang wanita yang sedang bersamanya, di mana mereka berdua sempat menghabiskan waktu hingga sepertiga malam. "Maya ...," desisnya."Apa terjadi sesuatu tadi malam?" Erlang segera duduk dan memeriksa seluruh pakaiannya yang ternyata masih lengkap.Erlang lantas mencari keberadaan Maya yang mana dia ingat jika tubuh mereka sempat menyatu di atas ranjang."Tapi ini kan di kamarku," Erlang bergumam lagi dengan wajah kebingungan. Sungguh, dia tidak bisa mengingat seratus persen kejadian yang sebenarnya.Di saat yang bersamaan, Hendra masuk ke dalam ruangan tersebut sembari membawakan makanan dan minuman untuk Erlang."Akhirnya kamu bangun juga," ucap Hendra lega.Erlang menatap Hendra sekilas, lantas berpindah pada bar
Puas menikmati indahnya pemandangan alam, Erlang membawa Maya ke sebuah tempat makan. Sebagai orang yang lebih paham dengan destinasi wisata di negara tersebut, Erlang mengajak Maya beristirahat sejenak di sebuah kafe mewah yang menyatu langsung dengan alam."Tempat yang sangat indah," Maya memuji ruangan bergaya Yunani kuno itu. Dia mengedarkan pandangannya ke seluruh sisi ruangan yang selama ini belum pernah dikunjungi.Tersenyum hangat menatap ekspresi Maya, Erlang lantas menarik sebuah kursi untuk wanita itu. "Apa kamu sudah pernah ke sini sebelumnya?" tanyanya sekedar basa-basi."Terima kasih," ucap Maya, lantas duduk dengan gayanya yang anggun. Setelah itu, dia pun menjawab pertanyaan Erlang. "Jangankan ke sini, Lang, bermimpi untuk mengunjungi tempat ini pun, aku tidak pernah berani," jelasnya.Erlang melakukan hal yang sama, duduk berhadap-hadapan dengan Maya. "Jangan terlalu merendah, wanita karir sepertimu tidak mungkin tidak pernah mengunjungi tempat seperti ini," tegas Er
"Kita saling menyukai, lalu kenapa kita tidak boleh menjadi sepasang kekasih?" Maya bertanya dengan penuh kebingungan, karena Marco memang tidak membeberkan kehidupan Erlang secara detail. Seperti yang Marco ceritakan, Erlang hanya memiliki seorang kekasih dan bersama dengan wanita itu juga Erlang menghabisi kakak kandung Maya."Aku tidak ingin menjadikanmu sebagai kekasihku," jawab Erlang sembari menatap Maya dengan lekat. Bukan itu tujuan Erlang mendekati Maya. Jelas yang dia inginkan dari Maya hanya untuk menyalurkan kebutuhan biologisnya, bukan untuk berbagi cinta dan perasaan yang didefinisikan sebagai sepasang kekasih."Kenapa? Apa alasannya?" Maya mulai merasa khawatir jika Erlang mungkin saja sudah mengetahui rencana buruknya."Aku tidak butuh kekasih lagi.""Why ...?" Lagi, Maya penasaran alasannya. Sejauh ini, pesona Maya bisa dibilang sempurna dalam menggaet lawan jenis, lalu kenapa pria itu menolaknya? Dan tadi, bukankah Erlang juga menyatakan rasa suka padanya?Erlang t
"Maya sedang menunggumu, Lang," Hendra memberitahu. Erlang yang sedang menyeruput kopi di balkon kamarnya segera menoleh pada sang asisten. "Untuk apa dia menemuiku lagi, apa tidak cukup dia mempermalukanku kemarin? Pakai blokir nomor segala," jelasnya dengan geram, lalu menyeruput kembali kopi hangat yang hanya tersisa setengah."Alaaah, jangan banyak gaya lagi, mumpung dia datang, temui sana!" Hendra malas meladeni atau pun berdebat. Dia paham jika sifat Erlang yang terlihat dingin kali ini hanya karena ego semata akibat merasa sakit hati ditinggalkan Maya secara sepihak.Erlang berdecak kesal. Hati kecilnya turut menyuruh agar segera berdiri dan menemui Maya. Sambil meraih ponselnya yang berada di atas meja bundar tersebut, Erlang berucap pelan, "Kamu memang paling paham dengan keadaanku.""Ha ha ha ha," tawa Hendra menggelegar mengisi ruangan itu ketika melihat Erlang sudah berdiri. "Aku doakan semoga kamu secepatnya bisa buka puasa," ledeknya.Erlang mengabaikan suara sumbang Hen
Erlang tersenyum miring mendengar pertanyaan Maya. Momen ini yang ditunggu-tunggu. Bukan hanya kesepakatan yang akan menguntungkan Erlang, namun juga berdampak bagus untuk Maya.Sepertinya skandal masa lampau terulang kembali. Kisah kali ini juga nyaris sama dengan pernikahan Erlang dengan Arsyila 6 tahun yang lalu. Saat itu, Syila menginginkan tubuh Erlang sebagai pemuas nafsunya, sedangkan Erlang sendiri sedang berusaha ingin mendekati kekasihnya yang telah menjadi istri dari saudara kembar Arsyila. "500 juta untuk pembayaran di muka," Erlang berkata dengan yakin. "Setiap bulan kamu juga akan mendapatkan uang selama menjadi istriku. Selain itu, kamu juga akan tinggal di sebuah apartemen mewah yang akan disediakan oleh Hendra," sambungnya."Selama menjadi istrimu?" Maya merasa tertohok dengan kalimat itu. Ternyata selain pernikahan di bawah tangan, hubungan ini juga sudah dipastikan tidak akan berjalan untuk seumur hidup. Mungkin hanya menunggu Erlang bosan saja hingga dia akhirnya
Tidak perlu bagi seorang Erlang untuk mengetuk pintu atau membunyikan bel terlebih dulu. Begitu dia tiba di apartment yang ditempati Maya, langkahnya langsung menuju kamar utama.'Lupakan dulu Zoya untuk sementara, lupakan rasa bersalahmu itu!' Erlang berseru dalam hati saat tiba di depan pintu kamar. Mendadak pikirannya kacau balau saat hendak menghadapi malam panjang bersama istri mudanya.Di saat yang bersamaan, pesan Hendra masuk ke dalam ponsel Erlang. Dia membuka sandi, lalu membaca teks dari sang sahabat yang isinya sedang memberikan dukungan.(Selamat berbuka puasa, Bro, nikmati saja! Bukankah kamu sudah keluar uang banyak? Dan ingat, ini semua adalah keinginanmu sendiri dari awal.)Usai membaca pesan dari Hendra, Erlang segera meletakkan ponselnya di atas meja yang berdekatan dengan pintu kamar.'Aku pasti bisa,' suara batin Erlang kembali terdengar.'Huhhh ...!" Erlang membuang napas kasar. Tidak ada yang menyangka jika malam ini pria yang kerap berpenampilan rapi itu sengaj
Langkah Erlang begitu pasti dan perasaannya tentang Zoya segera dibuang jauh-jauh. Toh, wanita itu yang selalu menyiksa batinnya selama ini, dan jika dia jujur, sudah pasti Zoya menolak keinginannya untuk menambah istri. Erlang siap bertempur malam ini. Dia menarik pinggang Maya hingga tubuh mereka menyatu. Namun demikian, Erlang tetap mengajukan pertanyaan sensitif pada Maya sebelum memulai kegiatannya."Bagaimana hasil pemeriksaan kesehatanmu?" Erlang tidak lupa menanyakan apa yang telah di perintahkan di hari sebelumnya. Meski Hendra sudah bercerita dan melihat hasilnya secara langsung, tetep saja pertanyaan itu keluar untuk memastikan lagi. Katakanlah Erlang kejam mencurigai Maya, namun dia tidak peduli dengan hal itu. Mengingat Maya memiliki pergaulan yang bebas, dia tidak ingin kecolongan dengan penyakit berbahaya yang ditularkan dengan cara berhubungan badan. Cukup Zoya yang terinfeksi akibat skandal yang pernah mereka lalui.Tentu ada rasa sakit dalam diri Maya ketika dicuri
Maya berniat untuk mengacaukan momen romantis Erlang dan Zoya lewat telepon. Langkahnya begitu pelan ketika mendekati Erlang dari belakang. Tidak ada keraguan dalam dirinya, karena sudah mengetahui jika Erlang dan Zoya lah yang melakukan pembunuhan berencana pada kakaknya.Drttz.. drttz.Secara bersamaan, ponsel Maya yang diletakkan di atas nakas juga bergetar. Ada pesan masuk ke dalam ponselnya. Dia terpaksa menoleh ketika langkahnya sudah setengah jalan.Erlang melakukan hal yang sama. Dia memutar tubuhnya ke belakang, dan melihat Maya sedang berdiri di samping ranjang.Buru-buru Erlang berpamitan pada Zoya. "Sudah dulu ya, Sayang, sampai jumpa di rumah!" Erlang memberi kecupan, setelah itu mematikan panggilan."Sudah rapi aja, mau ke mana hari ini?" Erlang bertanya sambil berjalan mendekati Maya.Usai membalas pesan salah satu temannya, Maya menjawab pertanyaan Erlang. "Aku mau kerja. Sudah beberapa hari aku tidak memeriksa keadaan butikku.""Hanya itu?" Erlang menatap Maya dengan
Tanpa menghiraukan alasan dari Zoya, Erlang langsung menyambar istrinya yang kebetulan malam itu hanya menggunakan lingerie. Khawatir mendapat penolakan seperti hari-hari sebelumnya, dia pun menggiring sang istri menuju ranjang. "Jangan terburu-buru seperti ini, Lang!" Zoya mendesah tatkala mulut Erlang menyentuh dadanya. "Apa kamu tidak ingin mendengar sesuatu dariku?" Dia berharap Erlang menanyakan tentang penyakitnya.Namun, Erlang tidak mau tahu lagi tentang semua itu. Mulutnya lebih sibuk menghisap, memilin dan mengemut semua bagian tubuh Zoya.Ketika melihat Zoya masih ingin berbicara, Erlang segera menyambar mulut wanita itu. Dia tidak butuh alasan untuk percintaan malam itu, bahkan dia siap menerima resiko apapun, jika harus tertular penyakit Zoya.Setelah lebih dari tiga tahun berlalu, malam yang sangat panjang telah terulang kembali untuk sepasang suami istri itu. Erlang tidak puas dengan hanya satu ronde, dia melakukan penyatuan itu secara berulang-ulang hingga akhirnya te
Dua hari berlalu dengan cepat.Erlang masih belum menyadari maksud tujuan Rasputin memanggilnya ke mansion Bagaskara. Terbiasa menghadapi sang ayah mertua karena rengekan Arsyila membuat Erlang merasa enteng dengan permintaan tersebut."Selamat malam, Dad!" Erlang menyapa ayah mertuanya yang sedang duduk santai di ruang keluarga."Selamat malam, Erlang," Rasputin menyambut dengan hangat. "Silakan duduk dulu, tidak usah langsung menemui Arsyila."Erlang duduk tanpa pikiran aneh apa pun.Di sebelah Rasputin, tampak Rafael yang juga sedang asyik bermain gadget. Anak kecil itu tidak terlalu fokus lagi akan kehadiran Erlang, karena di tangannya ada permainan yang lebih seru.Malam itu, Rasputin ingin membicarakan hal penting, jadi dia segera berbisik pada cucunya. "Kakek dan daddymu akan membicarakan hal penting, jadi pergilah bermain di kamarmu!" suruhnya.Masih sibuk dengan mainan barunya, Rafael menurut saja. Dia berjalan sambil bermain ponsel tanpa menghiraukan nasehat dari kakeknya.
"Zoya mengakui sendiri, kalau dia masih mencintaimu seperti dulu, dan dia ingin kembali ke sisimu selamanya. Maka perjuangkan dia, jangan membuatnya kecewa lagi!" isi pesan yang baru saja dibaca oleh Erlang.Erlang bahkan tidak sabar untuk menemui Zoya kembali. Pesan yang dikirimkan oleh Hendra membuat semangat pria itu membara. Segera setelah itu, Erlang mengirimkan pesan balasan pada sang sahabat.[Tentu saja, Hend. Terima kasih banyak sudah memberitahuku. Terima kasih juga karena selama ini selalu bersama dengan Zoya dan selalu menjaganya dengan baik.] Erlang membalas dengan cepat dan senyum yang berseri seri."Cepatlah berputar waktu!" Erlang berharap seperti pemuda belasan tahun yang baru saja merasakan cinta pertama.Di lain tempat.Zoya baru saja tiba di salah satu kafe miliknya."Bu Zoya, ada wanita yang mengaku sebagai saudara Ibu dan saat ini sedang menunggu di ruang VIP," jelas seorang pelayan ketika Zoya baru saja masuk memasuki kafe."Siapa namanya?" Zoya mengerutkan dahi
Tidak hanya setuju dengan pengakuan Zoya, Hendra justru terharu mendengar keinginan sahabatnya itu. Senyum ceria seketika terlukis di wajah pria itu. Dia mendukung seratus persen. "Tentu saja kamu tidak salah, Zoya, Erlang itu hanya milikmu seorang. Dulu Syila berusaha merebut Erlang darimu, dan sekarang Maya yang datang. Jika Syila saja bisa kamu taklukkan, kenapa tidak dengan si Maya ingusan itu." Hendra tidak akan pernah bosan mempengaruhi sahabatnya itu, karena menurutnya Zoya lah yang paling pantas menjadi pemenangnya."Kamu bicara apa sih?" Zoya segera berjalan menuju parkiran. Dia masih enggan untuk mengiyakan seluruh perkataan Hendra. Namun dalam hati, dia juga setuju dengan pendapat pria beranak satu itu."Itu kenyataan." Hendra berjalan beriringan dengan Zoya. "Kamu mencintai Erlang, begitu juga Erlang masih sangat mencintaimu. Kalian itu sudah ditakdirkan untuk bersama dan saling memiliki. Selamanya akan seperti itu.""Tapi dia masih suami sahnya Syila, dan sekarang juga
Maya melotot tajam menyaksikan adegan di depan matanya. Kedua bola mata wanita itu nyaris keluar mengetahui Zoya berada di ruangan yang sama dengan Erlang dan dalam posisi yang sangat intim. Ini pertama kalinya Maya menyaksikan kemesraan sepasang suami istri itu, dan dia iri melihatnya. Tidak.Bukan hanya cemburu, tapi saat ini Maya juga marah besar hingga rasanya ingin melabrak wanita yang merupakan madunya itu."Tidak tahu malu kalian!" Maya memaki, tidak terima karena sebelumnya Erlang telah memintanya untuk segera datang ke hotel tersebut. Namun, apa yang dilihat di depan mata, Zoya yang muncul lebih dulu.Erlang segera meraih taplak meja dan buru buru menutupi menutupi bagian bawah tubuhnya. Meski kedua wanita yang bersama dengannya adalah para istrinya, namun tetap ada rasa malu ketika mereka bertiga berada dalam satu ruangan."Sorry, Sayang," Erlang justru minta maaf pada Zoya, karena membuat wanita itu merasa tidak nyaman. Dia lebih peduli pada istri keduanya itu daripada me
Terkejut dengan keberadaan Maya, sontak saja Erlang menekan tombol merah dalam ponselnya tatkala melihat istri mudanya itu tengah bersama dengan Rasputin."Apa yang dia lakukan di sini?" Erlang berpikir seraya mengamati istrinya yang sedang berbincang bincang asyik dengan sang ayah mertua. Sesekali Maya tampak tertawa ketika mendengar cerita dari Rasputin. Hal itu membuat Erlang penasaran dan memutuskan mendekati keduanya."Erlang ....!" Rasputin menyapa lebih dulu begitu melihat menantunya. "Apa yang kamu lakukan di sana? Kenapa berdiri saja? Apa Syila sudah tidur?" cecarnya."Ya, Syila sudah tidur, Dad, jadi aku berencana untuk keluar malam ini, karena masih banyak urusan yang harus kuselesaikan," Erlang menjawab dengan tenang. Rasputin paham jika Erlang tengah dilanda satu masalah saat ini. Jadi dia membiarkan Erlang pergi malam itu tanpa banyak protes. "Baiklah kalau kamu mau pergi, tapi jika bisa, sebaiknya bawa kembali Zoya dan Angkasa ke rumah ini. Dengan bersama mereka di rum
Permintaan dan tindakan Syila sontak mengingatkan Erlang pada kejadian beberapa tahun yang lalu. Kelakuan Syila sama persis seperti yang dilakukannya saat menjebak Erlang di awal perkenalan mereka.Kala itu, Syila memanfaatkan kepolosan dan ketidakmampuan Erlang yang belum memiliki pengaruh apa pun di dunia bisnis. Namun, siapa sangka dalam waktu singkat, Erlang telah menjelma menjadi pria sukses dan disegani banyak kalangan. Hanya butuh waktu kurang lebih dua tahun, Erlang sudah mampu mengembangkan usahanya di berbagai bidang. Bahkan lebih dari setengah saham yang dimiliki Rasputin Bagaskara telah berpindah tangan atas nama Zoya Maharani sebagai satu satunya wanita yang dicintai Erlang.Kini, kata kata Arsyila tidak berguna lagi untuk Erlang. Sekali pun wanita itu mengemis cintanya, Erlang tidak akan menurut. Dia tidak akan mudah ditundukkan hanya dengan bujuk rayu.Dengan kasar, Erlang melepas kedua tangan Syila. Dia menghempaskannya, lalu tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Erlang
Zoya berdiri untuk menyambut Maya. Sikap sopannya masih terjaga walau sebenarnya dalam hati ingin mencekik wanita yang menggunakan dress kuning terang itu."Selamat sore, Maya!" sapa Zoya dengan sopan. "Terima kasih sudah mau datang menemuiku.""Tidak ada alasan untuk menolakmu bukan?" Maya tersenyum tipis. "Sebelumnya kita sudah pernah bertemu dan semua terlihat baik baik saja, jadi aku tidak mungkin menolak permintaanmu ini seandainya kamu mengundangku secara langsung," sindir Maya karena Zoya telah menggunakan Hendra hanya untuk meminta pertemuan itu."Apa itu perlu dibahas?" Zoya segera duduk. ",Kurasa tidak penting sama sekali." Kesabarannya diuji sekali lagi. Maya benar benar selalu percaya diri dalam setiap hal, dan tidak peduli dengan perasaan orang lain.Maya juga mendaratkan bokongnya dia atas kursi, lalu bersikap seakan dia adalah orang yang sangat penting pada pertemuan itu. "Kamu yang mengundang aku ke sini, aku harap kamu lah yang memberi penjelasan dan juga tujuan kamu
Erlang mengernyitkan dahinya ketika menyaksikan seringai di wajah Maya. Sudah berulang kali dia melihat ekspresi itu. Jika ditanya, Maya akan memberi alasan yang sama. "Apa yang ingin dia bahas kali ini?" pikir Maya setelah membaca pesan dari Hendra dengan isi ajakan untuk bertemu dengan Zoya secara pribadi."Apa tentang kafenya?" Maya menduga duga dan belum menyadari jika Erlang tengah memperhatikannya.Semakin penasaran, Erlang mendekati istrinya yang masih duduk selonjoran di atas ranjang itu."Apa yang kamu pikirkan, Maya?" Erlang mengagetkan istrinya. "Dengan siapa kamu chatingan? Sibuk banget," sindir Erlang.Dengan sikap santainya, Maya menoleh. Dia tidak terkejut karena sudah terbiasa dengan pertanyaan itu. Dan seperti biasa, Maya pun menjawab dengan alasan yang sama."Hanya klien baru," Maya berkata santai. "Ada tawaran produk baru, tapi aku tidak terlalu menyukai konsepnya.""Klien lagi?" ulang Erlang. "Apa kamu sedang banyak penawaran kerja sama saat ini? Kenapa kamu selal