Sebelum Rasputin mengangkat tubuhnya dari kursi roda, Erlang lebih dulu bergerak. Sedangkan Angkasa sontak memeluk ibunya setelah mendengar gertakan sang kakek.Terbiasa mendengar ucapan Rasputin yang kerap menyakiti perasaan ibunya, Angkasa tampak khawatir dengan suasana di siang hari itu. Sembari mencengkram kaki Zoya, dia memejamkan mata karena ketakutan."Dia hanya anak kecil, Dad. Tolong jangan diambil hati ucapannya!" pinta Erlang seraya menahan tubuh ayah mertuanya yang tengah berusaha berdiri. "Sama seperti Rafael, dia juga tidak terlalu paham dengan apa yang keluar dari mulutnya."Kentara sekali jika Angkasa dan Rafael hanya mengungkapkan isi hati mereka. Kedua anak yang memiliki persamaan usia itu refleks berkata sesuai dengan apa yang mereka rasakan.***Di tempat lain, Maya terlihat tengah sibuk beres beres di tempat tinggal yang lama. Dia baru saja selesai mengambil barang barang berharga miliknya untuk dibawa ke apartment Erlang."Meski terlihat lusuh, tapi ini adalah s
Sebelum makan malam tiba, Erlang memilih berpamitan pada ayah mertuanya. Dengan sopan dia mengutarakan alasannya yang tidak ingin menginap di mansion yang pernah mereka tempati selama beberapa tahun sebelumnya."Aku masih mau tinggal di sini, Daddy," Rafael yang mendengar penjelasan Erlang segera menyuarakan isi hatinya dengan enteng. "Biarkan aku lebih lama bermain dengan kakekku!" Bocah kecil itu bersikeras, karena dia sudah bosan bermain dengan Angkasa sepanjang waktu. Dia juga yakin jika kunjungan berikutnya akan menunggu waktu yang lama."Rafael, besok kamu dan Angkasa sudah masuk sekolah, jadi kita harus segera pulang!" Erlang membujuk dengan nada lembut. "Sebagai gantinya, kita akan jalan jalan di mall dan makan malam di restoran kesukaanmu, malam ini kamu bebas makan apa saja, juga membeli apa pun yang kamu inginkan!" lanjutnya.Cara Zoya menoleh pada suaminya menyiratkan ketidaksetujuan. Terlalu berlebihan dan tidak pantas memanjakan anak sekecil itu. Rafael pada akhirnya ak
"Beraninya kau, Maya!!!" Erlang mengeram dalam hati. Bukan karena cemburu, tapi lebih kepada faktor kebersihan dan kesehatan. Belajar dari hubungan masa lalunya dengan Zoya, Erlang tidak ingin mengambil resiko. Dia tidak setuju pasangannya bermain di belakang tanpa sepengetahuannya. Bisa saja orang yang bersama dengan Maya saat ini adalah pria yang suka bergonta-ganti pasangan. Erlang tidak ingin menanggung konsekuensi itu.Tampaknya Zoya tengah sibuk melayani kedua putranya yang sedang bersemangat melahap makanan malam itu. Kedua tangan rampingnya dengan cekatan mengupas udang di atas meja, lalu menyerahkannya bergantian pada kedua anak tersebut.Sejujurnya, tidak ada perbedaan kasih sayang yang dicurahkan untuk Angkasa dan Rafael. Sebisa mungkin, Zoya memperlakukan Rafael seperti anak kandungnya sendiri. Hanya saja, sikap Rafael cenderung mewarisi gen ibu kandungnya yang arogan dan hobi menimbulkan masalah. Hal itu membuat Zoya kewalahan dan terkadang kesabarannya menipis untuk men
Seandainya Maya sedang tidak bersama Jonny malam itu, dia pasti tidak akan segan segan untuk mendatangi meja Erlang secara langsung.Meski terkesan berani dan bertentangan dengan hati nurani, namun ini adalah salah satu tujuan utama Maya pada awalnya. Menciptakan kesalahpahaman di antara dua sejoli itu, bukankah itu sangat menarik?Akan tetapi, kehadiran Jonny mempersulit Maya untuk bergerak. Langkah gegabah itu hanya akan memicu kecurigaan bagi sang mantan. Jonny termasuk tipe pria buruk di mata Maya, yang mana pria itu dengan tega menipunya setelah berkencan selama kurang lebih dua tahun. Waktu yang lumayan lama, namun Maya tetap saja tertipu oleh mulut manis Jonny.Segalanya akan dilakukan jika dapat menguntungkan bagi Jonny. Tidak dapat dibayangkan jika Jonny mengetahui hubungan Maya dengan Erlang. Hal itu akan menjadi sebuah keuntungan baru bagi Jonny."Lang, kamu ngapain sih?" Zoya bertanya pada suaminya yang sedang sibuk dengan ponsel. "Hanya membalas beberapa email." Erlang
Tengah malam.Dengan mata yang masih terpejam, tangan Zoya meraba raba pada kasur di sebelahnya. Dia tidak bisa menemukan Erlang di sampingnya. Secara refleks, Zoya membuka mata dan Erlang benar benar meninggalkannya sendirian di dalam kamar."Ke mana dia?" Zoya menoleh pada pintu kamar mandi, lantas turun dari ranjang untuk memeriksa secara langsung.Tidak ada orang di dalam kamar mandi. Zoya mulai curiga. Dia memiliki perasaan sensitif semenjak Hendra memberikan alasan yang kurang masuk akal beberapa hari sebelumnya. Sejak saat itu, setiap gerakan dan perubahan Erlang mulai dipantau oleh wanita beranak satu itu.Keluar dari kamar, Zoya melangkah menuju lantai satu. Tujuannya adalah garasi. Dia ingin memastikan sendiri, apakah Erlang benar benar keluar rumah dan meninggalkannya setelah dia tertidur. Jika dugaan Zoya benar, dia akan segera melakukan panggilan telpon, karena ponsel Erlang juga tidak berada di dalam kamar.Karena malam sudah semakin larut, Zoya tidak ingin menimbulkan
Penjelasan Hendra membuat Hennah kesulitan untuk memejamkan mata. Hingga dini hari, pikirannya masih melayang jauh tentang keberlangsungan hubungan antara Erlang dan Zoya.Bagaimana mungkin pria seperti Erlang yang terkenal setia pada pasangan telah menyelingkuhi istri yang sangat dicintainya? Siapa pun yang mengenal Erlang sudah mengetahui dengan baik jika pria itu telah menetapkan hatinya pada seorang wanita saja. Erlang cinta mati pada Zoya. Mustahil rasanya jika pria itu berani menikah di belakang istrinya.Di atas ranjang, Hennah membelakangi suaminya. Dia tidak habis pikir dengan jalan pikiran Erlang yang memutuskan menikah diam diam dengan wanita yang lebih muda setelah selama ini berjuang mati matian untuk kembali bersatu dengan Zoya.Pada malam itu, Hendra juga sama dengan istrinya. Kedua bola matanya masih terbuka lebar. Pandangannya mengarah pada punggung Hennah. "Apa yang kamu pikirkan sekarang?" tegur Hendra dari belakang. "Ceritakan padaku jika kamu ingin merencanakan s
Erlang muncul di perusahaan pada pukul 10 pagi. Wajahnya tidak setenang biasanya. Penampilan pria itu jelas terlihat seperti orang yang sedang banyak pikiran, juga kurang tidur di malam sebelumnya.Selain efek kurang tidur, Erlang juga tengah dipengaruhi oleh ucapan sang ayah mertua. Tadi malam, ketika mata Erlang sulit terpejam, asisten Rasputin juga telah memberitahu jika dalam waktu dekat Syila akan dikeluarkan dari rumah sakit. Entah kapan waktu itu, hanya Rasputin yang berhak menentukan, sementara pendapat Erlang sebagai seorang suami, diabaikan begitu saja.Itu artinya, siap tidak siap, Erlang harus bersedia dihadapkan kembali dengan istri dan ayah mertuanya yang arogan."Selamat pagi, Pak Erlang!" Meri, sang sekretaris menyapa ketika Erlang baru saja menyentuh pintu ruangannya.Wanita itu berdiri di belakang Erlang dengan dokumen di tangannya."Pagi," balas Erlang sambil menatap dokumen di tangan Meri. "Berikan padaku!" seru Erlang, lantas menyuruh wanita itu pergi dari ruangan
Sebelum Hendra menyelesaikan panggilan, Erlang sudah lebih dulu meninggalkan ruangan itu. Dia melangkah dengan terburu buru dan mengabaikan suara Hendra yang masih memanggil-manggil namanya."Lang, tunggu!" Hendra belum menutup panggilan dan membiarkan Hennah berbicara by phone. Dia ikut mengejar sahabatnya yang sudah mencapai lift.Detik itu juga, Zoya menjadi satu-satunya objek pikiran Erlang. Semua masalah yang sempat mengisi pikirannya sirna seketika. Tidak ada lagi yang lebih penting bagi Erlang selain untuk menemui Zoya dan menjelaskan semuanya.Di lobi perusahaan, Erlang berjalan sembari melakukan panggilan pada Zoya. Namun, nomor yang dituju saat itu tak sekali pun tersambung. Dia mulai berprasangka yang bukan bukan. Khawatir jika Zoya tidak bisa menerima dan meninggalkannya seperti yang pernah terjadi sebelumnya."Lang!" Sembari mengatur napas, Hendra kembali memanggil. Dia baru tiba di lobi, dan terpaksa menggunakan tangga darurat karena Erlang tidak menghiraukan panggilanny
Tanpa menghiraukan alasan dari Zoya, Erlang langsung menyambar istrinya yang kebetulan malam itu hanya menggunakan lingerie. Khawatir mendapat penolakan seperti hari-hari sebelumnya, dia pun menggiring sang istri menuju ranjang. "Jangan terburu-buru seperti ini, Lang!" Zoya mendesah tatkala mulut Erlang menyentuh dadanya. "Apa kamu tidak ingin mendengar sesuatu dariku?" Dia berharap Erlang menanyakan tentang penyakitnya.Namun, Erlang tidak mau tahu lagi tentang semua itu. Mulutnya lebih sibuk menghisap, memilin dan mengemut semua bagian tubuh Zoya.Ketika melihat Zoya masih ingin berbicara, Erlang segera menyambar mulut wanita itu. Dia tidak butuh alasan untuk percintaan malam itu, bahkan dia siap menerima resiko apapun, jika harus tertular penyakit Zoya.Setelah lebih dari tiga tahun berlalu, malam yang sangat panjang telah terulang kembali untuk sepasang suami istri itu. Erlang tidak puas dengan hanya satu ronde, dia melakukan penyatuan itu secara berulang-ulang hingga akhirnya te
Dua hari berlalu dengan cepat.Erlang masih belum menyadari maksud tujuan Rasputin memanggilnya ke mansion Bagaskara. Terbiasa menghadapi sang ayah mertua karena rengekan Arsyila membuat Erlang merasa enteng dengan permintaan tersebut."Selamat malam, Dad!" Erlang menyapa ayah mertuanya yang sedang duduk santai di ruang keluarga."Selamat malam, Erlang," Rasputin menyambut dengan hangat. "Silakan duduk dulu, tidak usah langsung menemui Arsyila."Erlang duduk tanpa pikiran aneh apa pun.Di sebelah Rasputin, tampak Rafael yang juga sedang asyik bermain gadget. Anak kecil itu tidak terlalu fokus lagi akan kehadiran Erlang, karena di tangannya ada permainan yang lebih seru.Malam itu, Rasputin ingin membicarakan hal penting, jadi dia segera berbisik pada cucunya. "Kakek dan daddymu akan membicarakan hal penting, jadi pergilah bermain di kamarmu!" suruhnya.Masih sibuk dengan mainan barunya, Rafael menurut saja. Dia berjalan sambil bermain ponsel tanpa menghiraukan nasehat dari kakeknya.
"Zoya mengakui sendiri, kalau dia masih mencintaimu seperti dulu, dan dia ingin kembali ke sisimu selamanya. Maka perjuangkan dia, jangan membuatnya kecewa lagi!" isi pesan yang baru saja dibaca oleh Erlang.Erlang bahkan tidak sabar untuk menemui Zoya kembali. Pesan yang dikirimkan oleh Hendra membuat semangat pria itu membara. Segera setelah itu, Erlang mengirimkan pesan balasan pada sang sahabat.[Tentu saja, Hend. Terima kasih banyak sudah memberitahuku. Terima kasih juga karena selama ini selalu bersama dengan Zoya dan selalu menjaganya dengan baik.] Erlang membalas dengan cepat dan senyum yang berseri seri."Cepatlah berputar waktu!" Erlang berharap seperti pemuda belasan tahun yang baru saja merasakan cinta pertama.Di lain tempat.Zoya baru saja tiba di salah satu kafe miliknya."Bu Zoya, ada wanita yang mengaku sebagai saudara Ibu dan saat ini sedang menunggu di ruang VIP," jelas seorang pelayan ketika Zoya baru saja masuk memasuki kafe."Siapa namanya?" Zoya mengerutkan dahi
Tidak hanya setuju dengan pengakuan Zoya, Hendra justru terharu mendengar keinginan sahabatnya itu. Senyum ceria seketika terlukis di wajah pria itu. Dia mendukung seratus persen. "Tentu saja kamu tidak salah, Zoya, Erlang itu hanya milikmu seorang. Dulu Syila berusaha merebut Erlang darimu, dan sekarang Maya yang datang. Jika Syila saja bisa kamu taklukkan, kenapa tidak dengan si Maya ingusan itu." Hendra tidak akan pernah bosan mempengaruhi sahabatnya itu, karena menurutnya Zoya lah yang paling pantas menjadi pemenangnya."Kamu bicara apa sih?" Zoya segera berjalan menuju parkiran. Dia masih enggan untuk mengiyakan seluruh perkataan Hendra. Namun dalam hati, dia juga setuju dengan pendapat pria beranak satu itu."Itu kenyataan." Hendra berjalan beriringan dengan Zoya. "Kamu mencintai Erlang, begitu juga Erlang masih sangat mencintaimu. Kalian itu sudah ditakdirkan untuk bersama dan saling memiliki. Selamanya akan seperti itu.""Tapi dia masih suami sahnya Syila, dan sekarang juga
Maya melotot tajam menyaksikan adegan di depan matanya. Kedua bola mata wanita itu nyaris keluar mengetahui Zoya berada di ruangan yang sama dengan Erlang dan dalam posisi yang sangat intim. Ini pertama kalinya Maya menyaksikan kemesraan sepasang suami istri itu, dan dia iri melihatnya. Tidak.Bukan hanya cemburu, tapi saat ini Maya juga marah besar hingga rasanya ingin melabrak wanita yang merupakan madunya itu."Tidak tahu malu kalian!" Maya memaki, tidak terima karena sebelumnya Erlang telah memintanya untuk segera datang ke hotel tersebut. Namun, apa yang dilihat di depan mata, Zoya yang muncul lebih dulu.Erlang segera meraih taplak meja dan buru buru menutupi menutupi bagian bawah tubuhnya. Meski kedua wanita yang bersama dengannya adalah para istrinya, namun tetap ada rasa malu ketika mereka bertiga berada dalam satu ruangan."Sorry, Sayang," Erlang justru minta maaf pada Zoya, karena membuat wanita itu merasa tidak nyaman. Dia lebih peduli pada istri keduanya itu daripada me
Terkejut dengan keberadaan Maya, sontak saja Erlang menekan tombol merah dalam ponselnya tatkala melihat istri mudanya itu tengah bersama dengan Rasputin."Apa yang dia lakukan di sini?" Erlang berpikir seraya mengamati istrinya yang sedang berbincang bincang asyik dengan sang ayah mertua. Sesekali Maya tampak tertawa ketika mendengar cerita dari Rasputin. Hal itu membuat Erlang penasaran dan memutuskan mendekati keduanya."Erlang ....!" Rasputin menyapa lebih dulu begitu melihat menantunya. "Apa yang kamu lakukan di sana? Kenapa berdiri saja? Apa Syila sudah tidur?" cecarnya."Ya, Syila sudah tidur, Dad, jadi aku berencana untuk keluar malam ini, karena masih banyak urusan yang harus kuselesaikan," Erlang menjawab dengan tenang. Rasputin paham jika Erlang tengah dilanda satu masalah saat ini. Jadi dia membiarkan Erlang pergi malam itu tanpa banyak protes. "Baiklah kalau kamu mau pergi, tapi jika bisa, sebaiknya bawa kembali Zoya dan Angkasa ke rumah ini. Dengan bersama mereka di rum
Permintaan dan tindakan Syila sontak mengingatkan Erlang pada kejadian beberapa tahun yang lalu. Kelakuan Syila sama persis seperti yang dilakukannya saat menjebak Erlang di awal perkenalan mereka.Kala itu, Syila memanfaatkan kepolosan dan ketidakmampuan Erlang yang belum memiliki pengaruh apa pun di dunia bisnis. Namun, siapa sangka dalam waktu singkat, Erlang telah menjelma menjadi pria sukses dan disegani banyak kalangan. Hanya butuh waktu kurang lebih dua tahun, Erlang sudah mampu mengembangkan usahanya di berbagai bidang. Bahkan lebih dari setengah saham yang dimiliki Rasputin Bagaskara telah berpindah tangan atas nama Zoya Maharani sebagai satu satunya wanita yang dicintai Erlang.Kini, kata kata Arsyila tidak berguna lagi untuk Erlang. Sekali pun wanita itu mengemis cintanya, Erlang tidak akan menurut. Dia tidak akan mudah ditundukkan hanya dengan bujuk rayu.Dengan kasar, Erlang melepas kedua tangan Syila. Dia menghempaskannya, lalu tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Erlang
Zoya berdiri untuk menyambut Maya. Sikap sopannya masih terjaga walau sebenarnya dalam hati ingin mencekik wanita yang menggunakan dress kuning terang itu."Selamat sore, Maya!" sapa Zoya dengan sopan. "Terima kasih sudah mau datang menemuiku.""Tidak ada alasan untuk menolakmu bukan?" Maya tersenyum tipis. "Sebelumnya kita sudah pernah bertemu dan semua terlihat baik baik saja, jadi aku tidak mungkin menolak permintaanmu ini seandainya kamu mengundangku secara langsung," sindir Maya karena Zoya telah menggunakan Hendra hanya untuk meminta pertemuan itu."Apa itu perlu dibahas?" Zoya segera duduk. ",Kurasa tidak penting sama sekali." Kesabarannya diuji sekali lagi. Maya benar benar selalu percaya diri dalam setiap hal, dan tidak peduli dengan perasaan orang lain.Maya juga mendaratkan bokongnya dia atas kursi, lalu bersikap seakan dia adalah orang yang sangat penting pada pertemuan itu. "Kamu yang mengundang aku ke sini, aku harap kamu lah yang memberi penjelasan dan juga tujuan kamu
Erlang mengernyitkan dahinya ketika menyaksikan seringai di wajah Maya. Sudah berulang kali dia melihat ekspresi itu. Jika ditanya, Maya akan memberi alasan yang sama. "Apa yang ingin dia bahas kali ini?" pikir Maya setelah membaca pesan dari Hendra dengan isi ajakan untuk bertemu dengan Zoya secara pribadi."Apa tentang kafenya?" Maya menduga duga dan belum menyadari jika Erlang tengah memperhatikannya.Semakin penasaran, Erlang mendekati istrinya yang masih duduk selonjoran di atas ranjang itu."Apa yang kamu pikirkan, Maya?" Erlang mengagetkan istrinya. "Dengan siapa kamu chatingan? Sibuk banget," sindir Erlang.Dengan sikap santainya, Maya menoleh. Dia tidak terkejut karena sudah terbiasa dengan pertanyaan itu. Dan seperti biasa, Maya pun menjawab dengan alasan yang sama."Hanya klien baru," Maya berkata santai. "Ada tawaran produk baru, tapi aku tidak terlalu menyukai konsepnya.""Klien lagi?" ulang Erlang. "Apa kamu sedang banyak penawaran kerja sama saat ini? Kenapa kamu selal