“Ga, bisa bantu aku masuk ke dalam, aku lemas.”Raga jelas tak bisa menolak permintaan Ayuda yang memang terlihat pucat. Penuh perhatian pria itu membaringkan tubuh Ayuda ke ranjang, lantas bertanya apa ada hal yang dibutuhkan wanita itu.“Apa kamu sudah tidak marah padaku?”Ayuda malah bertanya tentang hal lain. Pertanyaan yang membuat Raga bingung harus menjawabnya seperti apa.“Aku tidak marah padamu, siapa yang marah,” jawab Raga dengan bibir maju. Ia pun melirik Ayuda lalu bertanya tentang informasi yang didengarnya dari bik Nini. “Apa kamu sedang hamil? bik Nini bilang kamu minum asam solat.”Ayuda terkekeh, dia merasa Raga sangat lucu karena salah menyebut multivitamin itu. “Asam folat mungkin maksudmu,” ucapnya membetulkan omongan Raga.“Ya … itulah.” Raga membuang muka, berpikir bahwa ternyata selama ini Ayuda memang benar pernah melakukan hubungan suami istri dengan Jiwa.“Apa kamu senang mendengar aku hamil? aku akan memberimu keponakan yang rupawan seperti aku ini.”Ayuda
Linda yang mendengar kabar Ayuda hamil dari bik Nini pun tak sabar untuk segera memberitahu Ramahadi. Dia merasa malam itu suaminya lambat sekali menyantap makan malam. Ingin rasanya Linda menyuapi Ramahadi lalu menariknya ke dalam kamar dan membahas informasi yang baru diketahui. Linda memilih menyelesaikan makannya lebih dulu, dia pamit ke Ramahadi lalu mencari-cari keberadaan dua putranya.Secara kebetulan Linda berpapasan dengan pembantu yang baru saja membersihkan pecahan cangkir di depan kamar Ayuda. "Di mana Jiwa dan Raga?""Tuan muda Raga saya lihat tadi baru saja keluar dari kamar Nona Ayuda, sedangan tuan muda Jiwa dia masuk ke kamar, tapi nyonya... Itu."Linda berdecak sebal, dia tidak suka dengan pembantunya yang bersikap seolah menyembunyikan sesuatu darinya. Wanita itu membentak, "ita itu ita itu, apa? Ngomong kamu yang jelas!""Tuan muda Jiwa kakinya terluka, dia sepertinya menginjak pecahan cangkir, saya tadi membersihkan noda darah di lantai sampai depan kamarnya."
Karena merasa berbicara dengan Jiwa hanya akan menaikkan tekanan darahnya, Linda pun memilih keluar. Ia kembali turun ke bawah untuk mencari suaminya. Linda merasa heran untuk menyantap makan malam saja Ramahadi butuh waktu lama. “Coba kalau lebih lamanya di atas ranjang.” Wanita itu merasa senang saat Ramahadi berjalan ke arahnya. Ia cepat-cepat meraih tangan sang suami lalu mengajaknya ke arah kolam renang. Linda bahkan menutup pintu kaca yang menghubungkan area itu dan rumah. “Ada apa? kenapa kamu bersikap kurang sopan?” tanya Ramahadi mendapati Linda yang sudah berubah seperti emak-emak julid di sinetron yang dibintangi Wangi. “Pa, ada masalah besar!” ucap Linda tanpa basa-basi, dia menangkup pipi lalu menyugar rambut bak benar-benar frustrasi. “Masalah apa?” “Ayuda, dia hamil. Putri Affandi itu hamil, Pa! apa Papa pikir ini bukan masalah besar? dia pasti akan memanfaatkan bayi di perutnya itu untuk membalas kita,” ucap Linda dengan gestute berapi-api. “Belum lagi kalau terny
Bangun di pagi hari, Jiwa kaget melihat Wangi dengan rambut basah duduk di tepi ranjang dan memandangi kakinya yang terluka. Untuk yang satu ini, wanita itu belum tahu apa yang terjadi. Wangi kaget, dia tak bermaksud membangunkan Jiwa. Bahkan semalam saat pulang dan melihat suaminya itu tertidur, Wangi tak membangunkan, meski penasaran dengan apa yang sudah diceritakan oleh Linda. Jiwa tertidur lelap karena terlalu lelah, sampai beranggapan Wangi baru saja pulang dan mandi. Ia bangun, menarik kakinya agar jauh dari jangkauan sang istri. "Mas, kaki Mas kenapa?"Jiwa tak langsung menjawab, dia mengecek ponsel dan baru sadar dirinya sudah kesiangan. "Tidak apa-apa, aku hanya tidak sengaja menginjak pecahan cangkir," jawab Jiwa. Dia menurunkan kaki dan mengusap mukanya kasar. Wangi pun tak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Ia mendekat dan duduk di sebelah Jiwa untuk menanyakan kebenaran akan informasi yang diberikan oleh Linda. "Mas apa benar Ayuda hamil? Apa itu artinya proses bayi
Sienna bisa menghindari sang papa semalam, tapi pagi harinya jelas tidak bisa. Perutnya keroncongan, satu hal yang seharusnya di pikirkan sebelum mengurung diri adalah logistik. Jika saja dia sudah menyimpan banyak makanan dan minuman di kamar, tentu dia tidak perlu disidang seperti sekarang ini. "Aku makan dulu, baru Papa marah nanti," ucap gadis itu sambil menyuapkan roti ke dalam mulut. Sienna meminta susu cokelat lagi karena sudah menghabiskan satu gelas tadi. Dia kelaparan, melewatkan makan malam karena takut akan murka papanya. Olivia yang sudah mendengar cerita dari sang suami pun memilih untuk tidak ikut campur, dia membiarkan Bisma yang bicara ke Sienna. Dirinya hanya akan berjaga-jaga saja jangan sampai ada kekerasan yang terjadi karena Bisma terkadang tak sungkan untuk bermain kasar. "Kenapa kamu bisa menabrak mobil orang dan malah kabur?"Sienna tersedak mendengar pertanyaan papanya. Ia meletakkan roti ke piring lalu meminum susu yang baru dibawakan lagi oleh sang pemb
Ayuda masuk ke dalam rumah papanya dan langsung duduk di meja makan. Ia meminta dibawakan piring karena hendak menyantap sarapan. Meski berhadapan dengan sang papa, tapi Ayuda sama sekali belum mengungkapkan mkasud kedatangannya pagi itu. “Apa Ramahadi tidak memberimu makan sampai kamu datang ke sini?” sindir Affandi. “Entahlah aku tidak berselera menyantap sarapan di rumah mereka, mungkin bawaan bayi.” Affandi geleng-geleng kepala, dia menatap putri yang sangat disayanginya itu tapi sayang keras kepala dan susah untuk mengikuti kemauannya. “Apa kamu bahagia bisa mengandung keturunan Ramahadi?” “Aku bahagia karena bisa membalaskan dendamku,” jawab Ayuda. “Anak itu akan menjadi penghalang Ayuda, kamu pasti akan goyah saat melihatnya nanti. Kamu pasti tidak akan tega menyakiti pria yang merupakan ayah dari anakmu.” Affandi menasehati putrinya panjang lebar. Ia merasa menyesal karena membiarkan Ayuda terlalu lama dan tak membantunya untuk segera melakukan balas dendam. “Aku tidak a
“Untuk apa datang ke sini?”“Kenapa bertanya? Bukankah kamu mengadu ke papaku soal apa yang terjadi?”Sienna lupa harus bersikap manis ke Raga. Ia malah membentak dan membuat pria itu menyipitkan mata.“Bukankah seharusnya kamu bersikap baik dan manis? Kenapa kamu malah bicara ketus, jika aku tidak memberimu maaf, tamat riwayatmu bocah,” amuk Raga. Berniat bersikap cool, dia malah bersikap kekanakkan juga.“Sudah maafkan aku Tuan Raga Ramahadi. Kamu pasti sangat berkuasa sampai papaku seperti takut aku berurusan denganmu,” ucap Sienna. Ia malas berdebat dengan Raga, tapi untuk bersikap manis sesuai dengan rencana di kepala ternyata juga tidak bisa.“Bukankah meminta maaf harus menunjukkan ketulusan? Kalau seperti ini aku tidak akan pernah memaafkanmu. Kamu mungkin masih sombong karena aku belum membuka kartu matimu, apa aku harus bicara ke Pak Bisma sudah ena-ena dengan putri tunggalnya?”Sienna membulatkan netra, dia berjinjit dan langsung membekap mulut Raga. Pria itu jelas memberon
Jiwa duduk di kursi empuknya sambil memegang amplop yang baru saja dia ambil dari mobil. Amplop itu diberikan oleh orang yang dia minta untuk memata-matai Wangi selama ini. Meski sudah tahu jika Wangi dekat dengan pria bernama Antony, tapi Jiwa sengaja tak pernah menanyakan hal itu.Awalnya dia pikir Wangi akan berhenti dengan sendirinya setelah dia sindir, tapi nyatanya wanita itu masih saja dekat dan kali ini entah kenapa Jiwa malah berharap semoga Wangi melewati batas, agar dia bisa memiliki alasan untuk berpisah. "Apa aku sudah gila berharap seperti itu?" Jiwa merasa sangat buruk. Ia pun membuka amplop itu untuk melihat isi di dalamnya. Beberapa lembar foto dan copy bill dari club VVIP yang Wangi datangi bersama Antony terpampang di sana beserta beberapa rincian lain. "Apa dia memakai uang bulanan dariku untuk membelikan hadiah pria lain?"Kening Jiwa mengernyit, dia mendapati catatan transaksi keuangan yang dilakukan oleh Wangi juga di dalam sana. Hingga dia melihat ada yang j