Seperti tak bisa menolak pesona dan daya pikat Ayuda, Raga mengekor wanita itu menuju meja resepsonis. Ia bahkan tidak menoleh ke meja di mana teman-temannya sejak tadi melongo tak percaya.“Sudah biarkan saja! bukankah dia memang buaya,” ucap teman Raga. Ia mengangkat gelas dan mengajak teman satu mejanya bersulang.Raga tesenyum miring, dia berjalan di belakang Ayuda yang diantar pelayan ke ruangan yang dipesan. Sebuah ruangan dimana terdapat ranjang bahkan sofa dengan model ala film biru di dalamnya.Ayuda melempar tas ke sofa, dia menoleh Raga yang berdiri di dekat pintu yang sudah tertutup sambil membuka tiga kancing teratas kemejanya. Gadis itu menaikkan kaki ke meja. Bukan tanpa alasan Ayuda bersikap layaknya seorang jalang penuh nafsu. Ini karena dia frustrasi. Ayuda pikir dirinya sudah tidak perawan, bahkan korban dari tindakan asusila seorang pria. Jadi dari pada berakhir dipaksa Jiwa lagi di atas ranjang nanti, lebih baik dia melakukan perbuatan seperti ini sesuka hati.“Ap
Jiwa memasang muka datar melihat kedatangan sang adik, dia sudah menduga bahwa papanya pasti akan bersikap seperti ini. Dulu Ramahadi membiarkan Raga pergi karena anak itu susah diatur, sekarang memanggilnya pulang karena dia terlibat masalah yang dibuatnya dan Wangi.Raga memeluk Linda, setelah itu menoleh Jiwa yang pasang badan dan berkata sedikit ketus,”Jangan peluk aku! aku baru selesai mandi.”Jiwa memilih pergi ke mini bar yang ada di rumah mewah sang Papa, istana Ramahadi itu dibangun di atas lahan seluas hampir satu hektar, maka dari itu Linda tidak mengizinkan putra sulungnya untuk pindah karena rumah itu pasti akan sepi nantinya.“Ke mana saja kamu? mamamu sudah lama menunggu,” amuk Ramahadi. “Berhenti bersikap kekanak-kanakan, Ga. Bantu Papa di perusahaan.”“Untuk apa? sudah ada Kak Jiwa, aku tidak ingin menjadi saingannya,” sindir Raga. Ia memilih pergi ke luar negeri juga karena masalah ini.Semua orang terus membanding-bandingkan Jiwa dan Raga. Untuk menghindari perselis
Ayuda duduk dengan anggun di samping papanya, dia tersenyum ke arah Jiwa dan mengabaikan keberadaan Raga di sana. Namun, karena sudah salah sangka bahwa dia yang akan dijodohkan dengan wanita memesona itu. Raga tak sadar, dia terus saja menyelami wajah ayu Ayuda, hingga Ramahadi berdehem. Pria itu sejak tadi sudah adu tatapan sengit dengan Affandi.“Jadi ..., apa kita bisa mulai makan malam ini?” tanya Ramahadi.“Tentu saja!” jawab Affandi.Dengan jentikan jari Ramahadi, pelayan pun datang untuk menyajikan hidangan ke meja. Perlahan Raga mulai sadar ada yang mencurigakan di sini. Ia pun menatap lekat Affandi, sampai akhirnya menyadari bahwa pria itu adalah pemilik perusahaan yang bergerak di bidang yang sama dengan papanya, dan bahkan musuh bebuyutan.Raga menoleh ke kanan, kiri lalu ke depan. Semua orang menyantap hidangan dengan khidmat, dia merasa seperti terjebak di dimensi lain yang tak dia pahami.“Apa tidak ada yang mau menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi? mungkinkah aku d
Jiwa menggeleng dan membuang muka, pria itu berpikir harus menemukan Arra segera. Sepertinya gadis kembaran Ayuda itu bisa dijadikan alat untuk menekan bahkan melawan Ayuda nanti. Jiwa benar-benar tak habis pikir Ayuda rela mendorong diri sendiri ke sebuah pernikahan, yang sudah jelas siapa yang akan tersakiti. Pria itu percaya diri bahwa Ayuda pasti akan merasakan neraka, karena berani masuk ke hidupnya dan Wangi, bahkan secara terang-terangan ingin menghancurkan rumah tangganya.“Aku dan Wangi tidak akan pernah goyah hanya dengan anacamanmu,” kata Jiwa.“Lalu, tunggu sampai aku membuktikan ucapanku satu persatu! Kita lihat saja nanti, jangan berharap aku akan berhenti, saat aku bisa berdiri dengan menginjak kepalamu,” Ayuda menunjukkan wajah tegasnya, dia bahkan memulas smirk setelah berkata seperti iti. “Seorang pria setinggi apapun jabatan dan kekayaan yang dimiliki, tidak seharusnya seenak hati melakukan perbuatan tercela ke wanita, dan karena kamu melakukan itu padaku, tunggu da
Ayuda menatap kebaya yang akan digunakan untuk akad nikah besok. Sebagai seorang gadis, sejujurnya dia memiliki pernikahan impian. Ayuda ingin menikah tapi sebelumnya harus diawali dengan lamaran manis dari seorang pria yang sangat dicintainya. Ya, bukan seperti ini. Diperkosa dan akhirnya harus menikah dengan pria yang melakukan tindakan bejat itu padanya.Sama halnya dengan Ayuda, Jiwa juga sedang menatap setelan jas yang sudah disiapkan di walk in closet kamar. Wangi belum juga pulang, padahal dia tengah membutuhkan perhatian sang istri. Besok dirinya akan menikahi seorang wanita asing, dan sebagai suami yang sangat mencintai istrinya, batin jiwa pun memberontak.“Wangi, kenapa kamu bisa dengan tenang dan masih bekerja selarut ini?” gumam Jiwa.Jika mengingat betapa terpuruknya dia dulu sebelum Wangi datang, rasa curiga dan kesalnya pun pudar. Jiwa melangkah pelan keluar dari ruangan berisi koleksi baju dan sepatu brandednya dan Wangi. Ia hendak berbaring saat ponselnya yang berada
Semua orang terkejut dengan apa yang dikatakan Ayuda, terlebih penghulu yang merasa calon mempelai wanitanya sangat galak. Namun, tentu saja mereka sudah memiliki pengalaman. Melihat pernikahan ini hanya disaksikan oleh tak lebih dari lima belas orang, jelas ada satu alasan di baliknya. Mungkin, calon pengantin dipaksa menikah dan tidak saling mencintai, begitu pikir mereka.Jiwa pun duduk tanpa menoleh Ayuda, begitu juga gadis itu yang memilih menatap penghulu di hadapannya. Ia benar-benar pengantin tersantai yang pernah ada. Bahkan Affandi dibuat tak bisa berkata-kata dengan tingkah sang putri kesayangan.Penghulu mulai menyampaikan sepatah dua patah kata. Meski nampak mendengarkan tapi Ayuda tak memasukkannya ke dalam otak, dia membiarkan kalimat nasihat lewat begitu saja dari telinga.Beberapa menit kemudian, Jiwa menjabat tangan penghulu. Meski dia terpaksa menikahi Ayuda tapi pria itu bisa melafalkan kalimat sakral meminang Ayuda dengan sekali tarikan napas. Akhirnya dia resmi m
Raga memilih meninggalkan Ayuda, berurusan dengan gadis itu nyatanya menjengkelkan juga. Ia tidak ingin berseteru. Diam-diam, Raga ingin fokus membantu bisnis Ramahadi. Berusaha untuk melindungi papanya agar Ayuda tidak dengan mudah menjatuhkan.Ayuda tersenyum miring setelah semua orang dari keluarga Jiwa pergi, dia hendak memutar tumit menuju kamarnya saat Aldi sudah berdiri di belakangnya dan membuat gadis itu kaget.“Aldi, bisa tidak kamu itu memberi kode jika ada di dekatku? Berpura-pura batuk atau hembuskan napasmu,” sewot Ayuda. Seperti biasa, Aldi hanya mengucapkan kata maaf lalu menyampaikan maksudnya.“Nona apa malam ini Anda akan langsung pindah ke kediaman Tuan Ramahadi?” tanya Aldi dengan penuh sopan santun.“Jangan panggil dia tuan! aku tidak mau kamu memanggilnya seperti itu, panggil saja dia RH, itu jauh lebih baik,” kata Ayuda. Ia menunggu sang asisten sekaligus pengawalnya itu mengangguk sebelum berucap lagi,” Tentu saja malam ini aku akan datang ke sana, kamu tahu
Ayuda melangkah masuk setelah bisa melewati para penjaga, dia bahkan membuat pembantu terkejut karena penampilannya yang sangat seksi. Pembantu itu bahkan tergagap-gagap mempersilahkannya masuk ke dalam. Ayuda yakin semua orang di istana Ramahadi pasti sudah diberitahu soal dirinya, jadi dia bersikap santai dan tak ambil pusing dengan keterkejutan di wajah mereka. Lagi, Ayuda tersenyum miring saat memasuki ruang makan di rumah sang mertua. Semua orang sedang duduk tenang, tapi tiba-tiba saja dia datang dan membuat mereka terperanga. Raga bahkan sampai tersedak nasi rendang yang baru saja masuk ke dalam mulut, sedangkan Jiwa melotot dan tak sadar melepas sendok dari tangan. “Kamu! kenapa datang ke sini?” hardik Linda, wanita ini nampaknya lupa bahwa Ayuda sudah menjadi menantunya sekarang. “Kenapa? Mama, aku sekarang ‘kan sudah menjadi menantu Mama,” jawab Ayuda dengan santai, dia bahkan menunjuk kursi sambil menoleh pembantu. Si pembantu yang paham dengan permintaan Ayuda pun men