"Putra anda harus segera dioperasi,"
Keterangan dokter itu terus terngiang di telinga Sandra Araya, single parent 27 tahun yang seminggu lalu harus menerima kenyataan pahit dipecat oleh majikannya. Kepalanya terus berputar mencari jalan agar putranya Lexus, 9 tahun segera mendapatkan perawatan setelah divonis mengalami usus buntu.
"Hhff!" Sandra menghela nafas panjang saat ibunya melangkah mendekat dengan wajah yang begitu kalut. "Dia datang lagi," lirih Sandra seakan sudah bisa menebak apa yang akan dikatakan ibu kandungnya itu.
Mata coklat Sandra terus mengamati wanita paruh baya yang selalu berkata-kata kasar itu mendekat kearah tubuh mungilnya. Sesekali dia mengelus rambutnya yang panjang sebahu berharap saat mengelusnya dia menemukan keberanian untuk menghadapi wanita tua ini.
"Mana Lexus?" tanya Surti, ibu kandung Sandra.
"Masih di kamar, Bu. Biarkan dia tidur," jawab Sandra sambil menahan air mata yang sudah memenuhi kelopak matanya.
"Kenapa tau Lexus sakit malah diam di rumah? Cari uang sana!" ucap Surti dengan nada melengking.
"Bu, nggak segampang itu. Sandra juga lagi nyari jalan biar dapat uang,"
"Alah! Kalau cari uang itu kamu keluar, jangan diam di dalam rumah. Lamar kerja sana! Aku nggak rela kalau Lexus kenapa-napa!"
Kata-kata itu pasti terlontar dari semua nenek yang melihat cucunya sakit. Tapi apa pantas seorang ibu mengatakannya padahal Sandra juga anaknya yang seharusnya dia jaga perasaannya?
Memang Sandra paham betul maksud perkataan Surti, tapi rasanya lebih enak kalau Surti menghibur dulu putrinya yang sudah dua tahun ditinggal mati suami ketimbang mendesaknya mencari uang.
"Ya, Sandra juga lagi cari jalan, kok, Bu. Ibu tenang aja,"
"Tenang!" Telunjuk Surti tiba-tiba menunjuk tajam ke arah kamar cucunya bersiap untuk menghujani Sandra dengan kata-kata yang lebih tajam. "Kamu lihat itu anak!"
Sandra memejamkan matanya, kata-kata Surti begitu antipati padanya.
"Kamu cari uang, jangan diam aja! Kamu mau nunggu anakku gimana lagi sekarang!"
Deg!
Jantung Sandra berdegup kencang. Kata-kata itu begitu merendahkan harga diri wanita muda yang sebenarnya sudah berusaha keras cari uang, tapi belum menemukan jalan yang tepat."Iya, aku pergi, Bu. Aku nggak akan pulang sebelum bawa uang," tutur Sandra masih menahan sabar di hatinya yang sudah lama remuk karena pertengkaran masalah uang yang tidak pernah kunjung usai dibahas ibunya.
"Bagus!" ucap Surti lantang lalu menunggu putrinya berdiri.
Sandra tidak punya pilihan, dia sudah kadung bicara akan cari uang dan dia pun akhirnya bangkit dengan kepala tertunduk.
Surti seperti tidak mau tau apa yang akan dilakukan Sandra di luar sana, yang terpenting baginya saat Sandra pulang Lexus bisa dioperasi dan sembuh dari sakit yang membuat bocah kecil itu kehilangan keceriaannya.
Kaki Sandra lalu melangkah lesu menyusuri jalan menuju pusat kota. Entah dia mau kemana, tidak ada arah yang dia tuju.
Wajahnya seperti orang linglung membuat seorang pria tua yang sejak tadi mengawasinya mulai iba karenanya.
"Hmmm!" Pria tua itu mendehem kuat membuat kepala Sandra yang tertunduk segera melirik cepat ke arah suara.
"Iya," sahut Sandra lirih lalu tersenyum simpul.
"Kamu kenapa?" tanya pria tua yang asing bagi single parent ini.
"Aku," Sandra tertunduk lagi. "Aku ada masalah, Tuan," jawab Sandra begitu lugu.
Pria tua itu lalu menyodorkan selembar kartu nama yang cepat-cepat diraih Sandra. "Tirta Gunadi. CEO perusahaan tambang. Wow," lirih Sandra membaca deretan huruf di kartu nama yang dia pegang.
"Ya, aku Tirta," Pria tua itu mengulurkan tangannya dan Sandra seketika membaca ini sebagai pertolongan yang dia tunggu sejak tadi.
"Apa Tuan sedang cari pelayan? Saya bisa kerja apa saja, Tuan. Saya sedang butuh uang,"
"Wow!" pria tua itu terkekeh mendengar tawaran dari wanita secantik Sandra.
Tangan pria bermata genit itu lalu menarik dagu Sandra kemudian menatap kedua mata Sandra dengan begitu nakal. "Kamu mau kerja apa saja untuk dapat uang?"
"Iya," jawab Sandra meski tidak nyaman dengan tatapan nakal pria tua berwajah penuh keriput itu. Memang pria ini berambut hitam, tapi Sandra yakin rambut hitam itu hasil semiran salon.
"Aku sebenarnya butuh orang untuk menjilat botol kecap di rumahku. Apa kamu mau?"
Mata Sandra seketika menyipit, dia tau betul maksud perkataan pria tua ini. Dia sebenarnya ingin marah mendengar tawaran nakal Tirta, tapi dia tau yang terpenting saat ini adalah kesembuhan putranya.
"Tuan berani bayar berapa untuk tugas itu?" tentang Sandra tapi masih tersenyum agar Tirta tidak marah karena perkataannya.
"Aku bayar kamu seharga yang kamu mau. Tapi temani aku menikmati malam panjang ini,"
Sandra mendengus mendengar perkataan pria tua yang kalau dia lihat sebenarnya lebih pantas jadi bapaknya. "Baik," jawab Sandra membuat Tirta melepaskan tangannya dari dagu wanita berkulit putih susu ini.
"Aku tau kamu pasti mau melakukannya," kekeh Tirta lalu menjentikkan jarinya kemudian memutar wajahnya ke arah mobil mewah yang segera bergerak ke arahnya.
"Tunggu!" Sandra menoleh cepat ke arah Tirta. "DP dulu,"
"Apa?" Tirta terkekeh mendengar permintaan Sandra yang mendadak.
"Mobil hitam itu mobilmu, kan?" tanya Sandra dengan tutur yang lembut tapi tegas.
"Ya, itu mobilku."
"Aku akan naik mobil itu tapi kamu transfer dulu uang untuk DP. Mana aku tau kamu mau bawa aku kemana, Tuan,"
"Wah, kamu berani sekali," Tirta menepuk tangannya mendengar perkataan Sandra yang tidak mudah percaya pada orang asing karena memang mereka baru kali ini bertemu. "Kamu mau berapa dan bagaimana aku harus membayar DP-mu?"
"Transfer ke rekening milikku. Dengan begitu kamu tau siapa namaku, kan? Setelah itu baru aku naik mobilmu. Bagaimana?" tanya Sandra yang terlihat ragu Tirta akan menuruti permintaannya.
Tirta terdiam sesaat kemudian melirik ke arah mobil hitamnya yang semakin dekat saja berjalan ke arahnya. Dia kemudian memutar wajahnya ke arah Sandra lalu menggeleng seperti siap untuk melewatkan saja malam ini dengan wanita yang belum apa-apa sudah minta DP.
"Bagaimana kalau ternyata kamu tidak bisa memuaskanku? Apa kamu akan mengembalikan uangku?"
Pertanyaan itu seperti sudah diduga oleh Sandra, dia terlalu berani meminta uang di awal tapi baginya itu lebih baik daripada ternyata pria tua ini akan meninggalkannya di kamar tanpa memberikannya sepeserpun uang yang dia tunggu.
"Aku akan layani kamu sampai puas, Tuan. Kamu boleh minta gaya apa saja, aku bukan orang baru untuk urusan ranjang. Kamu boleh minta tambah berapapun yang kamu mau tapi sebelum itu semua terjadi, transfer dulu uang yang aku minta. Bagimana?" tanya Sandra begitu percaya diri kemudian mengulurkan tangannya ke arah Tirta yang masih saja manggut-manggut memikirkan apa jawanah yang yang dia berikan.
"Baiklah. Kamu minta berapa?" tanya Tirta membuat mata Sandra berbinar kembali. "Dua puluh juta," "Ok," Tirta mengeluarkan ponsel dari saku celananya kemudian Sandra mulai mengeja nomor rekening Surti yang pasti akan sangat senang mendapatkan transferan sebanyak itu. Setelah uang ditransfer Tirta, pria tua itu segera menunjukkan bukti pengiriman uang dan Sandra segera naik ke dalam mobil seperti yang sudah dia janjikan tadi. Selama mobil melaju, kepala Sandra terasa begitu ringan. Persetan apa yang akan diminta CEO tua ini nantinya, yang penting sepulang dari melayani pria yang baru ditemui ini putranya bisa segera dioperasi seperti permintaan dokter yang dia temui kemarin. Laju mobil mulai melambat dan supir mobil mewah ini perlahan menuju lantai dasar sebuah rumah mewah di pinggiran kota. Mata Sandra menatap kagum ke arah taman luas di kiri kanan jalan menuju sebuah kolam renang luas dengan delapan pelayan menunduk dalam saat dia dan CEO tua ini melintas. "Aku mau dia pijat
"Ada, Tuan. Putraku bernama Lexus," lirih Sandra dengan wajah khawatir. "Tapi aku yakinkan Tuan kalau dia tidak akan mengganggu hubungan kita,"Tirta terdiam sesaat lalu mendengus kesal. "Jadi kamu punya anak?"Sandra mengangguk kuat lalu menurunkan pandangannya dari tatapan mata Tirta yang tajam ke arahnya. "Tapi aku janji dia tidak akan menghalangiku,"Tirta terlihat begitu marah dengan jawaban yang dituturkan Sandra begitu yakin, dia memang tidak suka anak kecil hingga jawanan ini membuat pria tua ini merasa terganggu. Tapi saat melihat wajah Sandra yang sudah dua kali dia bombardir akhirnya Tirta tersenyum simpul. "Kalau begitu, Ok. Aku akan menerima dia sebagai putraku juga. Tapi aku mau dia tidak tinggal serumah dengan kita. Aku paling tidak suka dengan anak kecil. Selalu saja dia menggangguku saat 'uh-ah uh-ah'. Paham, kan?""Paham," jawab Sandra lega lalu melangkah cepat-cepat ke arah ponselnya yang berdering di atas meja samping tempat tidur."Siapa?" tanya Tirta dengan suara
"Jadi kamu mau pergi sendiri atau aku panggil pelayan?" tanya Tirta nampak mulai kesal dengan istri tuanya."Berani kamu, Tirta!" teriak Tina yang sudah kepalang marah pada pria tua doyan daun muda ini."Berani, lah. Ini rumahku! Kenapa harus takut? Lupa kamu kalau aku punya perjanjian bisnis sama bapakmu?" tanya Tirta dengan dada yang sengaja di majukan seperti sedang menantang Tina.Mendengar perkataan suaminya, Tina yang tadinya galak tiba-tiba menunduk. "Sial!" pekiknya lalu menatap Sandra dengan tajam. "Kamu menang soal itu, Tirta. Tapi...""Apa?" tanya Tirta dengan senyum kemenangan. "Kamu berani?""Tidak! Tentu saja tidak. Kamu tau kenapanya, kan?" Tina cepat-cepat memutar badannya lalu melangkah meninggalkan Tirta yang kini berdiri melihat tangan di depan dadanya."Eh! Ada apa ini?" tanya Sandra dalam hati tapi dia tidak sempat berucap karena Tirta sudah melangkah kembali ke tempat tidur. "Sepertinya dua orang ini sedang membicarakan hal yang penting hingga Tina kehilangan ke
"Sopir, ayo jalan," pinta Sandra lalu menutup jendela kaca mobil rapat-rapat dan Tina kembali melaju."Siap," jawab sopir dengan wajah yang datar tapi tidak dengan Surti. Wanita paruh baya ini terus menatap wajah Sandra yang seketika terlihat panik tapi terus diam seakan tidak mau ibunya tau posisinya saat ini.Tau Sandra tidak mau membahas masalah teriakan Tina, Surti akhirnya menyandar di kursi empuk mobil mewah Tirta. Dia terus tersenyum lebar seakan kejatuhan durian runtuh meski sebenarnya ini adalah awal dari kesengsaraannya.Mobil akhirnya tiba di rumah sakit dan pintu kembali terbuka. "Supir, kamu pulang aja, ya. Aku akan lama di dalam,"Supir tidak menjawab karena perintah Tirta, dia harus terus berada di dekat Sandra sebagai jaminan kalau wanita cantik ini tidak main mata dengan pria lain selama berada di luar rumah.Saat supir mengawasi gerak-geriknya, Sandra dan Surti melenggang begitu cantik memasuki rumah sakit tempat Lexus akan dioperasi dan segera masuk ke ruang persi
"Jadi kamu sungguh-sungguh?" Tiba-tiba Sandra merasa galau mendengar perkataan calon suami yang sudah memberikannya segalanya.Memang dia punya uang, tapi apakah pernikahan ini akan lebih baik dari pernikahan pertamanya?Sebenarnya pertanyaan itu yang paling besar saat ini dikepala Sandra, tapi dia tetap berusaha berbaik sangka meski dia tau dia akan jadi madu dalam pernikahan Tirta dan istrinya."Apa aku pelakor?" tanya Sandra sepanjang malam hingga matanya tidak kunjung terpejam. "Tapi aku butuh uang Tirta, tapi..." Galau itu semakin dalam dan Sandra sampai sesak membayangkan pernikahan keduanya.Tentu dia tidak mungkin membatalkannya mengingat uang Tirta sudah jadi penyembuh untuk putranya. Dia terus meyakinkan dirinya hingga pagi menjelang."Sayang," Suara melengking itu terdengar jelas. Tentu itu suara Tirta yang tidak sabar menarik tangan wanita yang sudah dia beri banyak uang menuju Kantor Catatan Sipil."Iya," Sandra melangkah menuju tempat Tirta berdiri lalu membuka pintu leb
Catatan sipil akhirnya meresmikan pernikahan Sandra dan Tirta kemudian semua pelayan yang jadi saksi pernikahan sederhana ini bersorak senang.Selamat!Sandra tersenyum simpul lalu melirik Tirta yang sejak tadi tidak memperlihatkan wajah seharusnya. Pria paruh baya itu lebih senang terlihat murung ketimbang tersenyum lepas seperti para pelayannya."Ada apa?" bisik Sandra lalu melemparkan senyum kepada Tirta."Tidak! Jangan tanya perasaanku. Aku baik-baik saja,"Sandra yang melihat sikap dingin suaminya kemudian mengangguk lalu melangkah lambat dibelakang CEO tua itu menuju booth tempat mereka akan mengambil gambar.Senyum!Aba-aba itu dilontarkan fotografer yang sudah siap mengabadikan moment manis yang akan dikenang Sandra selamanya."Nyonya, selamat," seru semua pelayan yang datang membawa seikat bunga berwarna merah jambu untuk pengantin baru ini."Terima kasih," Sandra menerimanya dengan senyum yang lebar sampai saat Donita mendekat ke arahnya dengan wajahnya yang sinis."Nyonya,
Donita lalu melangkah pulang dengan senyum yang lebar kemudian tiba di rumah sebelum langit hitam pekat. Dia kemudian bertemu dengan Cleo, putrinya dan mengatakan semua niatnya. "Jadi aku harus membuat Lexus merasa tidak nyaman di sekolah?" tanya Cleo memastikan tugasnya."Ya, itu yang aku mau. Buat anak miskin itu pergi jauh dari sekolahmu. Katakan juga pada semua orang kalau dia tidak pantas bersekolah di sana karena sekolah hanya untuk anak dari keluarga baik-baik."Cleo yang begitu senang kemudian melompat kegirangan. Memang sejak lama dia tidak pernah suka pada Lexus yang selalu datang ke sekolah dengan wajah yang lesu dan baju yang kumal.Dan seperti permintaan Donita, keesokan harinya Cleo memenuhi perintah ibunya. Dia berbisik-bisik pada beberapa teman perempuannya untuk bersiap mengolok-olok Lexus jika bocah malang ini masuk."Itu dia!" tunjuk Cleo lalu bersama gangnya mendekati Lexus yang baru saja masuk ke dalam halaman sekolah. "Hey, anak miskin!"Lexus yang sudah berjanj
"Tidak, Sayang," Sandra mendekati suaminya lalu meraih lehernya. "Tidak pernah aku membangkang. Aku akan menuruti semua permintaanmu,""Bagus, kalau begitu biarkan dokter memeriksamu,"Sandra lalu menuju tempat tidur dan dokter yang sudah bersiap segera mengambil beberapa sampel dari tubuh wanita yang baru dinikahi Tirta. Mereka mengambil sampel untuk pemeriksaan pap smear dan juga mengambil darah dari tangan Sandra untuk pemeriksaan yang lain.Meski merasa tidak nyaman dengan pemeriksaan ini tapi Sandra tidak punya pilihan. Dengan sabar dia membiarkan dokter mengambil semua yang mereka butuhkan lalu pergi setelah memastikan sampel dari tubuh Sandra sudah cukup.Setelah dokter dan perawat yang dipesan Tirta pergi, Sandra kemudian bangkit dari tempat tidurnya. Matanya kemudian melirik ke arah suaminya yang nampak masih saja belum sepenuhnya menerima posisinya sebagai istri mudanya."Apa aku sekarang boleh makan?" tanya Sandra saat matanya hanya melihat Tirta dengan wajahnya yang kesal.