Home / Pernikahan / Istri Muda CEO Tua / Yang Penting Lexus

Share

Yang Penting Lexus

"Sopir, ayo jalan," pinta Sandra lalu menutup jendela kaca mobil rapat-rapat dan Tina kembali melaju.

"Siap," jawab sopir dengan wajah yang datar tapi tidak dengan Surti. 

Wanita paruh baya ini terus menatap wajah Sandra yang seketika terlihat panik tapi terus diam seakan tidak mau ibunya tau posisinya saat ini.

Tau Sandra tidak mau membahas masalah teriakan Tina, Surti akhirnya menyandar di kursi empuk mobil mewah Tirta. Dia terus tersenyum lebar seakan kejatuhan durian runtuh meski sebenarnya ini adalah awal dari kesengsaraannya.

Mobil akhirnya tiba di rumah sakit dan pintu kembali terbuka. 

"Supir, kamu pulang aja, ya. Aku akan lama di dalam,"

Supir tidak menjawab karena perintah Tirta, dia harus terus berada di dekat Sandra sebagai jaminan kalau wanita cantik ini tidak main mata dengan pria lain selama berada di luar rumah.

Saat supir mengawasi gerak-geriknya, Sandra dan Surti melenggang begitu cantik memasuki rumah sakit tempat Lexus akan dioperasi dan segera masuk ke ruang persiapan operasi menemani Lexus.

"Mama," panggil Lexus lalu mengulurkan tangannya ke arah Sandra. "Akhirnya Mama datang,"

"Ya, aku datang. Tenang, ya. Operasi akan segera dimulai dan setelah itu sakit di perut nggak akan balik lagi,"

Bocah polos itu tersenyum mendengar perkataan Sandra dan mulai terlihat tenang setelah mendengar semua kata-kata mamanya.

Operasi berjalan lancar dan menjelang malam Lexus sudah siuman dari tidurnya. Dia terlihat begitu senang karena sudah menjalani masa terberat di masa kecilnya dan kembali dapat tersenyum meski dokter akhirnya meminta Sanda membiarkan Lexus menginap satu malam untuk memastikan keadaan bocah tampan ini.

"Baiklah, aku rasa uangnya masih cukup, kan, Bu?" tanya Sandra dan Surti mengangguk tegas.

"Ya, uangnya masih banyak,"

"Baiklah," Sandra tersenyum simpul lalu mendekati Lexus yang sudah lebih baik. Dia masih tertidur tapi wajahnya sudah terlihat lebih bersemangat ketimbang beberapa hari yang lalu.

"Eh, Sandra," bisik Surti sambil menarik tangan putrainya ke sofa panjang di sudut kamar perawatan Lexus. 

"Apa, Bu?" Sandra yang belum siap menjawab pertanyaan Surti tetap tersenyum simpul lalu duduk bersandar di tempat yang jauh dari tempat tidur Lexus.

"Katakan padaku, siapa pria yang akan meminangmu? Kamu ketemu dimana? Kerjanya apa?" brondong Surti membuat dada Sandra jadi sesak.

"Panjang ceritanya, Bu. Yang pasti dia bisa jadi mesin ATM-ku. Tapi..."

"Apalagi? Dia suami orang?" tanya Surti seperti berhasil membaca kekikukan di tubuh Sandra.

"Hmm!" tenggorokan Sandra tiba-tiba seret dan kepalanya sontak tertunduk. "Pokoknya sekarang yang terpenting adalah Lexus, Bu," jawab Sandra seperti menyiratkan gumpalan kegalauan di hatinya.

"Oh," Surti yang biasanya bawel langsung terdiam mendengar jawaban Sandra. Dia memang tau kalau wanita single parent ini tidak punya banyak pilihan untuk bertahan hidup kecuali mencari tempat yang lebih basah untuknya berlindung. "Jadi wanita tadi benar istri tua pria itu?" tanya Surti lagi dan tanpa aba-aba Sandra malah terkekeh.

"Bukan, Bu,"

"Hah?" Surti melirik ke arah wajah Sandra yang begitu jelas jika dia terpaksa tertawa di depan ibunya padahal jawaban wanita paruh baya ini tepat adanya. "Jadi dia meneriaki siapa?"

"Bu, wanita itu salah mobil. Memang mobil yang aku tumpangi itu kemarin dipakai seorang wanita simpanan teman suamiku, tapi itu kemarin. Hari ini sudah kembali ke suamiku,"

"Wah, berani sekali kamu bilang dia suamimu?" kekeh Surti merasa perkataan Sandra benar.

"Ya, aku dan dia sudah pasti menikah, Bu. Pokoknya Ibu siap-siap aja jadi mertua pria kaya,"

Surti mengangguk tegas lalu menepuk bahu Sandra yang begitu kaku. "Pokoknya kau genggam tangan pria itu kuat-kuat. Biasanya pria kaya itu banyak godaannya,"

"Siap!" tegas Sandra lalu tersenyum ke arah Surti.

Tok!

Tok!

Mata Sandra melirik ke arah pintu dan berdiri untuk membukanya.

"Nyonya," panggil supir yang ternyata belum pulang sejak tadi.

"Eh, kenapa masih di sini?" tanya Sandra lirlih karen dia tidak mau mengganggu tidur putranya. “Aku pikir kamu bakal pulang dulu,”

"Nggak bisa gitu, Nyonya. Saya ditugaskan mengawasi Nyonya.”

Sandra tertegun mendengar perkataan pria berseragam biru tua itu. “Jadi dia nggak mau aku lepas sedetikpun?”

“Ya, Nyonya. Dan tadi Tuan telepon minta Nyonya cepat pulang,”

"Duh!" Sandra tentu tidak boleh menolak perintah suaminya atau dia akan kehilangan ATM berjalannya.

"Gimana?" tanya supir dengan wajah yang datar. “Pulang apa Tuan marah?”

Desakan itu terasa begitu kuat tapi Sandra harus mengalah. "Ok, fine. Tapi aku pamit dulu ke anakku," tanya Sandra dan sopir mengangguk memberikan persetujuan.

Sandra mendekati Lexus yang tertidur, mengecup keningnya lalu tersenyum lebar. "Kamu sudah sembuh, Nak. Nanti kalau Mam apulang, kita main lagi," bisik Sandra lalu melangkah ke arah Surti yang sudah berdiri menunggu putrinya pamit.

"Bu, aku  pulang dulu. Besok aku balik lagi,"

"Ya, layani dia baik-baik. Aku mau ketemu dia kalau dia ada waktu,"

Sandra tidak meng-iya-kan perkataan ibunya tapi lebih memilih melangkah mendekati supir yang sepertinya sudah begitu lelah menunggu wanita ini pulang.

Sandra dan sopir itu lalu melangkah menuju mobil sebelum akhirnya pulang ke rumah Tirta.

"Dari mana?" tanya Tirta begitu curiga saat Sandra baru saja tiba.

"Dari rumah sakit, urus putraku,"

"Dari jam berapa? Kenapa lama? Itu kenapa aku nggak suka kamu punya anak. Anak itu bikin aku nggak ada waktu buat' uh-ah uh-ah sama kamu. Masa mau kayak gini terus?" tanya Tirta semakin ketus seakan tidak puas dengan jawaban Sandra.

"Maaf, Sayang," Sandra tersenyum simpul mencoba menenangkan pria tua yang ternyata pencemburu ini. 

"Kamu kalau mau nikah sama aku ya harus nurut apa kata aku, jangan suka hatimu aja!" ketus Tirta begitu berbeda dengan Tirta yang ditemui Sandra kemarin.

"Kenapa jadi gini, Sayang, goda Sandra lalu bersandar di bahu bidang suaminya. "Aku nggak mungkin main mata dibelakang, Sayang. Tenang aja,"

"Kamu itu cantik, menawan, mana mungkin nggak ada yang nemplok sama kamu. Belum lagi kamu jago main, bisa aja kan kamu main mata dibelakangku!" tuduh Tirta semakin membuat dada Sandra sesak. "Denger, ya. Aku udah kasih semuanya buat kamu. Kamu operasi putramu juga pake uangku, kan? Awas aja kalau kamu malah foya-foya sama laki-laki lain," ancam Tirta tanpa sebab yang jelas membuat Sandra merasa tuduhan ini kelewatan.

Sandra menyipitkan matanya bersiap untuk memaki Tirta. "Kok ngomong gitu?" 

"Kenapa menatapku kayak gitu? Apa? Kamu mau marah sama aku? Mau aku minta kamu kembalikan uang yang kamu pakai buat operasi putramu?" ancam Tirta tapi Sandra mati kutu dibuatnya.

Sandra mulai sadar kalau jadi istri muda pria ini tidak akan semudah yang dibayangkan.

“Pokoknya besok pagi-pagi sekali kita pergi ke catatan sipil untuk nikah. Kalau enggak mau, aku akan minta kamu balikin uang naik gunungku yang kemarin,” ancam Tirta membuat Sandra mau muntah dibuatnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status