Awalnya, Pendy pikir dia masih bisa membantah. Namun, begitu William bantah, sekalipun dia membantah juga tidak ada gunanya.Karena Pendy baru saja mendengar anaknya bilang kalau William adalah putra sulung dari keluarga Keller yang membuka klub balap dan kantor penjualan. Sekarang, William sendiri yang datang untuk membuktikan, apa pun yang mereka katakan sudah tidak ada gunanya lagi.Sementara itu, si pemuda diam terpelongo. Kalau Toby menyuruh manajer penjualan datang, mungkin saja dia masih bisa terima. Namun, yang datang malah William sendiri.Selain it, hal yang membuatnya paling tidak bisa percaya yaitu Toby ternyata gurunya William. Kabar ini terlalu mengejutkan. Si pemuda tanpa sadar menelan ludahnya. Entah kenapa, dia mulai menyesali sikapnya tadi.Patricia juga tidak kalah kagetnya. Awalnya dia hanya tahu vila ini sangat murah. Mana mungkin dia tahu kalau vila ini dulunya sangat mahal. Bahkan fengsui vila itu nomor satu di Larnwick.“Pokoknya apa yang aku katakan adalah fakt
“Aku lihat ada pusat perbelanjaan di seberang. Kita ke sana saja, yuk,” kata Pendy dengan acuh tak acuh.Patricia tidak terlalu tertarik pergi ke pusat perbelanjaan. Namun, begitu mendengar Pendy bilang mau ke sana, dia pun mengangguk setuju sambil berkata, “Oke.”Patricia spontan menatap Helena dan Toby. Mereka berdua pun mengerti maksud sang ibu, karena itu mereka berkata, “Ayo kita pergi juga.”Semua orang pergi ke pusat perbelanjaan. Toby sangat bingung dengan sikap Pendy dan yang lainnya. Kalau didengar dari nada bicara Pendy, jangan-jangan dia sangat kaya di kampung halamannya. Oleh karena itu, Toby pergi bertanya pada Helena.Helena hanya berkata, “Keluarga mereka nggak kaya, hanya pura-pura saja. Sebenarnya mereka nggak punya sepeser pun.”Toby sangat terkejut saat mendengar jawaban tersebut. Kalau begitu, mengapa Pendy dan yang lainnya sok menjadi orang kaya baru? Bukankah itu terlalu memaksakan diri?Setelah itu, Helena baru menjelaskan, “Sifat mamaku nggak sama seperti dia.
Pendy langsung terkejut ketika mendengar ucapan Patricia. Demi menjaga harga dirinya, dia spontan setuju. Namun, begitu dia melihat harga pakaian yang diinginkan Patricia, dia langsung menarik napas dalam-dalam.Harga pakaian itu setidaknya memiliki delapan nol, yang berarti dimulai dari harga ratusan juta.Setelah Pendy melihat harga yang tertera, dia spontan diam tercengang. Bukankah harga setinggi itu terlalu berlebihan? Harga itu benar-benar di luar kemampuannya. Raut wajah Pendy langsung berubah. Jangankan ratusan juta. Sekalipun harganya satu atau dua juta, dia juga tidak rela membeli barang semahal itu. Biasanya dia hanya membeli pakaian seharga ratusan ribu.Patricia tahu kalau Pendy sudah kebingungan. Awalnya dia ingin mencari alasan untuk mengubah topik pembicaraan, demi memberi muka kepada Pendy.Siapa sangka, Pendy malah berubah sikap. Dia tiba-tiba berkata, “Kamu siapa? Kenapa juga aku harus beli barang-barang ini untuk kamu?”Setelah Patricia mendengar kata-kata itu, raut
Karyawan toko itu mulai terlihat tidak sabar. Dia pun merasa kalau Pendy pasti tidak punya uang. Karyawan toko itu tidak ingin buang-buang tenaga melayani orang seperti itu. Setelah Pendy dan yang lainnya pergi, para karyawan toko baru berkomentar, “Ikat pinggang sebagus ini, jelek apanya? Aku rasa dia pasti nggak mampu beli. Lihat saja baju yang dia pakai, semua barang palsu.Pendengaran Pendy masih sangat tajam. Tentu saja, dia mendengar komentar-komentar para karyawan itu. Raut wajah Pendy seketika berubah drastis, hampir saja terhuyung dan merosot ke lantai. Semua ini terlalu memalukan.Pada saat ini, Pendy pergi ke area jam tangan bermerek. Kemudian, dia tanpa sadar menatap putranya dan berkata, “Bukannya kamu bilang kamu butuh jam tangan bermerek? Ayo kita lihat-lihat. Kalau ada yang suka, katakan saja padaku.”Bibir si pemuda berkerut. Meski dia menyukai jam tangan, belum tentu ada yang mau membelikannya untuk mu. Namun, demi pura-pura hebat, Pendy pun mengangguk, lalu bertingk
Patricia mendepakkan lidahnya ketika Patricia mendengar hal itu. Uang sebesar 30 miliar itu tidak main-main jumlahnya. Patricia tampak sedikit panik karena bagaimanapun juga, Pendy tetaplah adik kandungnya sendiri.“Err … kayaknya nggak perlu sampai harus ganti baru, deh,” bujuk Patricia.“Maaf, masalah ini nggak bisa dinego lagi,” kata si pelayan toko.Akan tetapi, Pendy malah mengira kalau kakaknya hanya sok baik, dan dia pun berkata, “Kamu sengaja bikin aku jadi bahan tertawaan? Aku kasih tahu, ya, niat busuk kamu nggak bakal berhasil!”Kening Patricia mengerut ketika mendengar tuduhan adiknya. Dia langsung kecewa karena tidak menduga bahwa adiknya akan berbicara seperti itu kepadanya.“Ma, nggak usah peduliin mereka. Biar mereka mampus saja,” kata Helena.“Ma, mending kita ngalah saja, deh. Biar mereka bantu kita kali ini. Kalau nggak, kita harus cari duitnya dari mana lagi,” ujar si pemuda seraya menarik lengan Pendy.Pendy pun jadi berpikir saat mendengar perkataan tersebut. Dia
Rona wajah si bos mall itu langsung memuram karena dia tidak habis pikir bisa-bisanya mereka berbicara dengan nada seperti itu kepada Toby.Demi menjilat bos mall, pemuda itu menawarkan sebatang rokok sambil berdalih, “Itu … tadi tanganku licin. Aku juga nggak nyangka kualitas barangnya sejelek itu dan langsung rusak.”Emosi si bos mall semakin memanas ketika mendengar hal itu, “Jadi kamu bilang kualitas barang kami jelek? Asal tahu saja, ya. Jam ini harganya mahal banget karena biaya pembuatannya juga tinggi.”Pemuda itu mengira dengan berkata seperti itu, si bos mall akan melunak dan memaafkan mereka, tapi yang terjadi justru sebaliknya. Alhasil, pemuda itu jadi semakin panik sampai keringat dingin bercucuran dan tidak bisa lagi berkata-kata saking takutnya dia.“Kalian jangan harap bisa pergi kalau nggak punya duitnya,” ujar si bos mall ketus.Pendy dan pemuda itu kini telah kehilangan harapan untuk melarikan diri. Bos mall sendiri juga tidak memberikan ampun sedikit pun kepada mer
Suasana hati Patricia hari ini sedang sangat baik karena Toby telah menolongnya tadi. Patricia kira Toby masih sama seperti dulu, seorang sampah yang tidak berguna. Namun, siapa yang menyangka Toby sudah berubah jauh di luar dugaan.“Toby, maaf, ya, hari ini sudah ngerepotin kamu,” kata Patricia.“Nggak apa-apa. Ini memang kewajibanku,” sahut Toby.Setibanya di rumah, William langsung menghampiri Toby setelah dia celingukan. Toby yang melihat itu jadi kebingungan kenapa William kelihatan seperti sedang ketakutan, spontan dia pun bertanya, “Kamu kenapa? Nggak bisa jalan yang benar?”“Pak Toby, kayaknya belakangan ini aku dapat ancaman mati,” jawab William.Kedua alis Toby mengerut saat dia mendengar perkataan William. Beberapa hari yang lalu, William memang nyaris dibunuh oleh seseorang, dan kali ini William sendiri yang mengatakan kalau dia mendapatkan ancaman mati. Dari kedua kejadian ini, Toby yakin kalau William tidak berbohong.“Kamu tahu dari mana?” tanya Toby.William lalu mengel
Begitu William masuk ke dalam, seketika emosinya memuncak ketika melihat anggota keluarganya diikat dan langsung menerjang ke depan. Cukup dengan satu ayunan tangan, semua anak buahnya Blake dengan sigap menghadang jalan William.“Dasar pengkhianat, berani-beraninya kamu menentang Dragon Queen,” ucap Blake sambil menatap sinis William.“Siapa yang berkhianat? Sekarang aku sudah nggak ada berguna lagi buat Dragon Queen, jadi aku nggak berutang apa-apa lagi sama dia,” jelas William.“Haha, itu memang benar, aku setuju sama apa yang kamu bilang tadi,” balas Blake sambil menepuk tangannya.Di saat seperti ini masih sempat-sempatnya Blake menghina dia. William pun mengatupkan rahangnya dan berkata dengan lantang, “Lepasin keluargaku, atau kamu sendiri yang bakal menyesal nanti.”Blake tertawa terbahak-bahak ketika mendengar ucapan William yang tidak ada bedanya dengan lelucon itu. Entah dari mana William mendapatkan rasa percaya diri yang begitu besar sampai dia berani berbicara seperti itu