Suara hati tuan Matthew hanya tertuju pada King. Sang anak kedua yang ia asingkan, memang benar tak seorangpun tahu jika dirinya memiliki putra lain di luar sana. Apalagi perbedaan usia antara putra pertama dan kedua hanya satu tahun saja. Meski begitu, baginya yang menjadi putra hanya Davin seorang.Lalu, dimana keberadaan King? Tidak ada yang tau, hanya saja karena janji yang sudah dia ucapkan. Kini King sendiri tengah berusaha untuk memenuhi keinginan hati Davin. Pria itu harus mengorbankan emosi dalam hatinya hanya untuk menunjukkan diri menjadi salah satu anggota keluarga Matthew.Ketika kita tidak menyukai seseorang dalam kehidupan ini, rasanya benar-benar muak dengan apa yang telah terjadi. Akan tetapi, bagaimanapun yang dilakukan King hanya untuk menyelamatkan keinginan hati dari orang terkasih. King tak pernah diharapkan hadir dalam kehidupannya, bahkan sejak anak itu di dalam rahim sampai detik ini.Namun, ia tak akan pernah membiarkan seorang anak yang tak pernah dianggap be
Sepucuk kertas yang Naya buka membuat hati wanita itu berdebar-debar dimana ia perlahan membaca kata demi kata yang tertulis di atas kertas putih bertinta hitam. Awalnya ia kira akan mendapatkan pengakuan cinta sang suami, atau setidaknya permintaan maaf dari King. Akan tetapi yang di dapat justru rasa sesak di dada menghantarkan luka.Bahkan hati tak kuasa menahan derita karena fakta yang ada hingga lelehan air mata jatuh tanpa diminta. Apakah benar surat itu ditulis sang suami untuknya?Jika ya, sungguh tak menyangka akan permintaan King padanya."Apa maksud semua ini, King? Tega sekali kamu memintaku untuk menjadi seorang pelayan! Kenapa kamu meminta hal yang tidak pernah bisa aku bayangkan?" Naya berusaha untuk menguatkan diri, tetapi hati tak sanggup menahan derita dimana kejutan pagi hari benar-benar di luar ekspektasi. Rasa terkejut yang membawa kesadarannya, membuat tubuh lemas jatuh lemah tak berdaya dengan sesal hati meratapi nasibnya sendiri. Bagaimana wanita itu tidak terk
Sekilas bayangan justru menjadi ketidaknyamanan. Sungguh tak berniat mengingat masa lalu, apalagi ketika masa yang sudah terlewat hanya menjadi sisa rasa tanpa ada pengakuan. Apa bedanya dengan rasa yang seakan terasingkan?Wajar bukan ketika hati merasa sakit? Lagi dan lagi, ia harus memendam perasaan serta menghempaskan sisa ingatan yang tidak perlu untuk digali kembali. Satu kebenaran sudah cukup untuk menjadi alarm pengingat, dimana pernikahannya berlangsung demi menyelamatkan nyawa banyak orang.Naya yang melamun sampai tak sadar ketika tuan Matthew berjalan melewatinya. Bahkan nyonya Aya yang memperhatikan menantunya masih mengantarkan kepergian sang suami tanpa pergi meninggalkan ruang makan. Suaminya memang tidak mewajibkan ia untuk diantar sampai ke depan pintu, jadi cukup melihat dari jarak jauh sampai punggung yang selama ini menjadi tempatnya menyadarkan kepala menghilang di balik pintu.Barulah setelah itu, nyonya Aya mengalihkan perhatian ke Naya kembali. Menantu pertama
Kesibukan nyonya Aya di dalam kamar cukup begitu lama, bahkan sampai Naya yang menunggu di luar sudah berulang kali berjalan mondar-mandir seperti setrikaan. Wajah tanpa polesan make up terlihat begitu pucat karena kelelahan, tapi ia tak peduli dan masih saja berpindah-pindah tempat hanya sekedar mengurangi kebosanan.Naya menggerogoti kuku, lirikan mata tertuju pada kamar pintu tengah yang terlihat tenang diam di tempat. "Lama banget, ya. Di dalam sana, ada apa, sih? Sabar, Naya, lebih baik tunggu saja!"Ketidaksabaran Naya sangat dimaklumi. Apalagi setelah diminta untuk tetap diam di tempat sampai ibu mertuanya kembali, hanya saja ia merasa sudah seperti patung yang terabaikan. Dia ini menantu, pelayan atau hanya barang yang keberadaannya harus mengikuti isyarat jemari sang ibu mertua.Satu sisi hati meyakini bahwa apapun yang terjadi demi kebaikan hubungannya dan King. Akan tetapi, kenapa logika terus saja mendesak keyakinan hati agar ia percaya bahwa pernikahan yang dijalaninya ad
Mrs. Varsha merupakan seorang pebisnis tetapi kehidupan wanita yang menjadi single parent itu cukup rumit sehingga selalu mendapatkan banyak masalah. Setiap saat saja seringkali mendapatkan ancaman dari beberapa musuh tak dikenal, sedangkan Mr. Bram merupakan salah satu menteri yang memiliki tanggung jawab negara dengan segala problematika karena permainan politik."Kali ini, keduanya datang di saat bersamaan. Oh, iya, Mrs. Varsha meminta janji temu secepat mungkin, tapi Mr. Bram hanya berpesan agar Anda mengabarinya setelah melihat misi yang dia berikan. Just it!" jelas Jaguar membuat King mengernyitkan.Ada yang tidak beres bahkan hati bisa merasakan ketidakbenaran dalam misi kali ini, hanya saja ia tak tahu kenapa firasatnya mendadak membangunkan insting berburu mangsa sekaligus bersiap melakukan pertahanan. Tak ingin menghadirkan keraguan dalam diri sendiri, ia menepis pikiran negatif yang datang menyapa."Ok, bawa Mrs. Varsha malam ini ke tempat biasanya! Katakan padanya, aku
Perasaan King begitu tak tenang. Dimana pria itu merasa ada yang salah apalagi pikiran tertuju pada Naya. Kenapa tiba-tiba memikirkan hal yang tidak penting baginya? Ia sendiri heran dengan hal tersebut. Apalagi belumlah memiliki hati untuk sang istri sekedar status.Tak ingin terus memikirkan hal yang tidak penting. Akhirnya King memilih beranjak dari tempat duduknya. Lagi pula, percuma juga ia berusaha untuk mencari informasi ketika pikiran sendiri sudah terkontaminasi oleh hal tak merusak moodnya.Sementara di sisi lain, Naya yang berhasil mengambil alih ketenangan King tengah kebingungan. Wanita itu menatap intens ke arah depan, dimana di atas ranjang seorang pria terbaring tak sadarkan diri dengan wajah diperban. Sehingga terlihat seperti mumi.Apa pria itu baru saja menjalankan operasi? Mungkin saja sesuatu yang buruk telah terjadi seperti mengalami kecelakaan dan menyebabkan hal tersebut. Rasanya ingin bertanya pada sang ibu mertua, tapi ia ragu karena posisinya sendiri benar-b
Satu pertanyaan dari seorang ibu terdengar begitu jelas. Akan tetapi, putra si ibu justru hanya tersenyum seraya menggelengkan kepala pelan. Kemudian menunjukkan wajah lesu seolah sangat meratapi apa yang sudah terjadi. Rasa sakit di tubuh yang dirasakannya tak seberapa karena ia masih bisa menahan.Namun, semua luka rasa itu kian menyayat pikiran dan batin, ketika mengingat apa yang sudah terjadi di hari pernikahannya sendiri. Sungguh menyiksa emosi membelenggu ketenangan hingga menghempaskan kesadaran. Ia benar-benar tak pernah menyangka ketika yang selama ini diinginkan justru berakhir menjadi kekacauan yang tak bisa diperbaiki kembali.Apapun yang sudah terjadi. Jelas bukan salah semua orang, apalagi selama ini tidak ada yang tahu akan perasaannya terhadap Naya. Sebenarnya selama ini, hati sudah memilih pasangannya semenjak ia melihat wanita itu, wanita yang berapa tahun silam telah merebut hatinya hingga terjatuh tanpa sandaran.Ya, dirinya memang sudah jatuh cinta, sehingga lang
Sapaan itu mengalihkan perhatian seorang wanita yang duduk di kursi kayu hingga menoleh ke belakang melihat siapa yang datang. Dimana seorang pria muda tampan dengan wajah tertutup topeng berjalan menuju kearahnya. King, orang yang dirinya tunggu akhirnya datang juga."Malam juga, King. Thank you sudah mau menemuiku, sekali lagi," balas Mrs. Varsha . yang menunjukkan senyum hangat tanpa berdiri karena saat ini kondisinya tidak memungkinkan.King terus berjalan tanpa menjawab apapun. Pria itu sudah mendengar apa yang terjadi pada kliennya, dimana Varsha baru saja mengalami kecelakaan yang mengakibatkan kaki kanannya retak dan membutuhkan waktu untuk penyembuhan. Meski begitu, ia ingin tahu dalang di balik kecelakan tersebut."Aku turut berduka atas tragedi yang menimpamu dan semoga lekas sembuh, Mrs. Varsha. Mari kita bahas permasalahan yang saat ini, bagaimana?" King duduk di tempat biasa. Dimana ia sangat menyukai membicarakan hal serius ditemani alam nan terbentang luas.Di hutan de
Di tengah kekaguman akan ciptaan Sang Penguasa Alam tiba-tiba dikejutkan suara keras ketukan pintu kasar. Entah yang mengetuk pintu tak memiliki sopan santun atau memang sedang terburu-buru. Apapun alasannya, satu hal pasti sudah membangkitkan rasa kesal dari dalam hati. "Ck! Ganggu orang seneng aja," gerutunya tetapi tetap melangkah mendekati papan kayu yang setinggi hampir dua meter. Lalu, ia putar knop meski rasa malas menyapa, "Elo, gak bisa sabar dikit gitu jadi human?""Halah, rumah sendiri ini, suka-suka aku donk." timpal si pendatang seraya melemparkan sebuah dokumen bersampul transparan ke penghuni kamar yang berdiri menghalangi pintu. Bukannya tidak paham, apalagi tak mengerti akan situasi apalagi waktu. Baginya pekerjaan lebih penting daripada harus memeluk sikap kalem. Sebab tidak hari tanpa tekanan sang majikan dan seluruh penghuni tempat mereka berpijak tentu sangat hapal peraturan di luar kepala masing-masing. Lalu, untuk apa dia merasa sungkan? "Gue gak peduli. Poko
Penantian yang dinantikan nyatanya hanya memakan waktu kurang dari sepuluh menit hingga seorang pria dengan perut nan buncit datang menghampiri. Nama pria itu ialah Pak Didit yang memiliki peran penting karena bertanggung jawab atas setiap bangunan sebelum pindah ke tangan pemilik sah. Menurut informasi, pria satu itu juga tinggal tak jauh dari perumahan elit tetapi tidak menjadi salah satu pemilik unit sebab perusahaan telah menyediakan rumah berbeda. "Selamat malam, Tuan. Maaf udah buat Anda nungguin saya lama. Mari saya antar ke kediaman Anda sembari membicarakan prosedur terakhirnya!" Pak Didit tanpa basa-basi langsung mengajak King untuk meninggalkan parkiran. Meski mereka berdua terpisah di kendaraan berbeda sepanjang perjalanan menuju kediaman sang pemilik properti. Bangunan berlantai tiga dengan desain modern dimana dari luar tampak deretan dinding kaca tertutup tirai. Akan tetapi dengan pagar setinggi satu meter lebih membuat pandangan dari luar tidak bisa melihat secara me
Namun, apa gunanya mengkhawatirkan seseorang yang selalu siap menjalani lika-liku kehidupan. Bukan karena tuannya itu memiliki kekuasaan tetapi ia percaya akan setiap langkah sang atasan selalu berdasarkan perhitungan. Selain itu, tanggung jawab yang harus ia penuhi adalah memastikan keamanan dari pasien. Tentu saja tidak ada tempat untuk dirinya bersantai. Oleh karena itu, kaki melangkah kembali masuk ke dalam rumah sakit tapi bukan ke ruang ICU melainkan ke salah satu lorong dimana ruangan dokter yang menangani Mrs. varsha berada. Ia harus memastikan pengaturan yang diinginkan atasannya terpenuhi tanpa mengalami masalah apapun. Sementara di sisi lain, King sendiri fokus menyetir dimana perjalanan malam akan sangat membosankan karena tak ada teman sepermainan. Bagaimana kesunyian begitu enggan meninggalkan kesendirian di tengah hiruk pikuk kendaraan yang juga berlalu lalang di luar sana. Sesaat fokus teralihkan pada kerlap-kerlip lampu jalan yang menjadi bintang jalanan. "Kenapa o
Kekacauan di jalan raya itu tak bisa dihindari bahkan kemacetan pun kian menjadi. Akan tetapi tidak menghalangi laju kendaraan beberapa ambulans yang meninggalkan lokasi kejadian kecelakaan. Suara sirine terdengar mengaung membelah jalanan yang mana membuat orang-orang pemilik kendaraan lain membiarkan tanpa mengeluh sebab mereka tahu nyawa di dalam kendaraan milik rumah sakit sedang dipertaruhkan. Begitu juga dengan para perawat yang sudah berusaha sekuat tenaga untuk memberikan pertolongan pertama pada pasien. Hingga pada akhirnya mereka hanya bisa menunggu sampai di rumah sakit untuk melanjutkan pengobatan dari pasien yang mengalami kecelakaan. Jarak yang ditempuh memerlukan waktu kurang dari tiga puluh menit dan itu pun tanpa halangan selain berpacu pada waktu. Pihak rumah sakit langsung menyambut para pasien begitu mobil ambulans berhenti di lobi. Kemudian mengeluarkan satu per satu brankar diterima oleh beberapa dokter berbeda. Penanganan telah berpindah tangan tetapi peng
Aya tersenyum meski rasa di dalam dada terasa panas membara. Entah kenapa ia tiba-tiba memikirkan sesuatu yang tidak seharusnya. Mungkin karena beberapa hari terakhir lebih banyak memiliki waktu senggang atau sebatas terlalu memikirkan banyak hal secara bersamaan. Apapun alasannya, ia merasa kehilangan semangat. "Gak kok, Suamiku. Yuk, kita ke bawah buat sarapan." ajak Aya dengan manja dimana ia menggandeng tangan kanan suaminya. Langkah kaki berjalan bersama menyusuri lantai marmer menuju anak tangga yang ada di depan sana. Terkadang sikap menghadirkan kebenaran tanpa kata-kata. Bahkan tidak setiap pernyataan bisa menjadi fakta yang sebenarnya. Begitu juga dengan perasaan dimana selalu terpancar dari tatapan mata. Bagi mereka yang peka, maka perubahan sekecil apapun bisa terasa. Namun, seringkali manusia melupakan hal paling sederhana yaitu berusaha terbuka pada pasangan sendiri. Raga pemilik jiwa bukan seorang peramal, sebab itu agar pasangannya memahami isi hati dan pikiran, ten
Setelah kepergian sang istri, akhirnya King beranjak dari tempat tidur. Pria itu tidak ingin membuat Naya terbawa perasaan hanya karena keberadaannya. Terlebih lagi hubungan mereka hanya sebatas di atas kertas. Sejak awal adalah orang asing, maka sampai kapanpun akan tetap asing. Begitulah pikirnya yang mana sesuai dengan fakta tanpa melupakan kebenaran. Ia pun tidak berniat untuk mengingkari janji yang telah ia buat secara sadar walau demi kepentingan diri sendiri. Jika belenggu emosi bisa ia hindari, lalu apa gunanya untuk menghadirkan kesempatan mengenal satu sama lain? Langkah kaki menyusuri anak tangga dengan santainya dan tatapan mata fokus ke depan tidak teralihkan oleh hal lain. Sejujurnya, dia enggan untuk tetap tinggal di rumah Matthew. Akan tetapi mengingat situasi lebih baik menjaga jarak untuk memastikan tidak ada kecurangan. Apalagi tindakan di luar batas yang hanya untuk mengancamnya. "Selamat pagi, Tuan Muda. Mau bibi buatin teh atau kopi?" Seorang pelayan langsung
Jarak kian tersingkirkan tetapi nyatanya masih tidak bisa mendengar dengan jelas. Racauan yang keluar dari bibir begitu samar tetapi keringat dingin malah membanjiri wajah Naya. Apakah wanita itu mengalami mimpi buruk? Tangan dengan tenang menyambar tisu dari atas nakas, lalu ia mengelap keringat hingga tanpa sadar memperhatikan wajah Naya lebih seksama. Meski tanpa polesan make up nyatanya wanita yang memejamkan mata tetap memancarkan kecantikan alami. Hanya saja bibir begitu pucat seolah-olah tidak ada darah yang mengalir. Waktu menunjukkan pukul sebelas lebih dua puluh menit. Baginya masih terlalu awal untuk menjemput mimpi, tapi ketika mendapati keadaan Naya yang tak baik membuat hati tergerak untuk memastikan situasi masih terkendali. Sayangnya semakin mencoba memahami keadaan, ia merasa istrinya terjebak di alam bawah sadar. "Hei, bangun!" ucapnya seraya menggoyangkan lengan kanan Naya. Menurutnya tidak ada cara lain untuk menghilangkan rasa cemas di saat raga dalam keadaan
Kegiatannya akan selalu sama setiap kali duduk di kursi kebesaran yang mana menyelesaikan pekerjaan tanpa keluar dari ruang kerja. Alih-alih mencari jawaban atas pertanyaan yang datang menyapa benak kepala. Jemari kembali berselancar dengan pandangan mata fokus membaca satu per satu pesan di e-mail perusahaan. Kesibukan nya sampai melupakan waktu hingga tanpa sadar hari sudah petang. Bahkan dentingan jarum jam yang menjadi teman kesunyian tak ia hiraukan. Akan tetapi di saat seseorang mengetuk pintu dan masuk tanpa dipersilahkan sesaat mengalihkan perhatiannya ke arah depan. "Sore menjelang malam, Bos. Aku kesini cuma mau anter laporan," Langkah kaki berjalan menghampiri meja kaca, tetapi melihat penuhnya meja dengan berbagai barang. Ia tak tahu harus meletakkan berkas dimana, "Tuanku, tidak bisakah Anda rapi sedikit saja.""Hmm. Beresin aja kalau kamu memang gak tahan," timpal sang atasan tanpa mengalihkan perhatian dari laptopnya. Pekerjaan memang selalu ada dan ia sengaja membere
Kebersamaan suami istri di pagi hari masih dilanjutkan meski hanya duduk dan saling berpelukan. Tuan Matthew meminta istrinya untuk menemaninya sampai ia merasa lelah dan bisa kembali beristirahat. Rasa kantuk nyatanya tak kunjung datang meski semalaman ia begadang. Sementara Naya, gadis itu terlihat tengah membereskan kamar pasiennya. Pekerjaan yang mulai terbiasa dilakukannya membuat ia tak sibuk memikirkan hal-hal di luar batas kesabaran. Apalagi setelah mendapat perlakuan yang cukup menyita perasaan akibat peduli pada pasangan sendiri. "Non, boleh bibi masuk?" seorang pelayan yang datang tanpa mengetuk pintu tetapi tetap meminta persetujuan Naya sebelum melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar. "Masuk saja, Bi." sahut Naya tanpa menoleh ke belakang karena suara terdengar familiar. Selain itu, ia sendiri juga sengaja membiarkan pintu tetap terbuka agar udara di dalam kamar berganti. Bibi melangkahkan kaki tetapi suara langkahnya terdengar begitu pelan. Sampai akhirnya meletakkan