Tubuh lelah bisa diobati dengan istirahat, tapi bagaimana mengobati hati yang terluka? Sungguh tidak ada niat untuk meninggalkan orang terkasih dan pergi tanpa meninggalkan kabar. Sadar bahwa waktu tidak bisa diulang. Semua itu karena masa lalu, masa yang ingin ia hapus dan berharap semua baik tanpa ada penghalang.Tubuh terduduk lemas tak berdaya bertumpu pada lutut yang terasa tak bertulang. Apakah ia sanggup menahan gejolak di dalam dada ketika wanita yang sangat dirinya cintai ada di depan mata. Tangan gemetar berusaha menggapai sang kekasih bersambut rasa tak kuasa yang kian membelenggu jiwa.Kenyataan pahit yang harus dirinya terima terus menekan ego tuk mendapatkan haknya kembali. Akan tetapi, ia sadar diri bahwa keadaannya saat ini sangatlah tidak bisa ditunjukkan ke hadapan Naya. Malam yang kian menjelaga membawa rasa tak bertuan dalam peraduan ketidakberdayaan.Sisi yang menjadi bayangan tanpa bisa melepaskan kenyataan, "Naya, bersabarlah dan tunggu aku kembali mendapatkan w
Hawa dingin yang semakin menusuk, membuat Naya menuruti permintaan Davin. Di dalam kamar mandi, ia melepaskan semua pakaiannya termasuk pembatas dalam yang ternyata tidak bisa digunakan sebab juga basah. Tak ingin masuk angin, gadis itu sampai membersihkan diri dengan sabun cair yang entah masih bisa digunakan atau tidak.Kesibukan Naya di kamar mandi, justru membawa langkah kaki Davin kembali ke bawah. Dimana pria itu ingin mencari minuman atau setidaknya mendapatkan makanan untuk mereka berdua. Sayangnya selama sebulan terakhir villa itu bisa dikatakan terbengkalai kecuali akhir pekan saja. Tentu ketika penjaga datang sekedar membersihkan beberapa ruangan.Selama sepuluh menit melakukan pencarian, tapi tidak ada yang bisa diminum. Apalagi untuk ia makan, bingung dengan keadaan yang ada hingga mengingat makanan dari pantai yang masih ada di dalam mobil. Sontak saja, ia beralih keluar mengambil makanan, minuman dan juga cemilan dari mobil.Sepuluh menit telah berlalu. Kini Davin sudah
Sekilas ingatan di hari penerbangan menghempaskan kesadarannya kembali. Dimana malam tak berbintang ia harus berada di bandara internasional Soekarno-Hatta dan menunggu pesawatnya yang dari maskapai Cathay Pacific lepas landas.Cathay Pacific memberikan penawaran bervariasi untuk penerbangan dari Jakarta menuju Amerika, tepatnya Los Angeles. Rute yang ditempuh oleh maskapai ini untuk menuju Los Angeles adalah Jakarta - Dubai kemudian dilanjutkan Dubai - Los Angeles.Adapun waktu yang diperlukan penerbangan Indonesia Jakarta ke Amerika sekitar 20 jam 45 menit sudah termasuk waktu transit, sedangkan harga yang dibandrol untuk sekali perjalanan udara dari Jakarta menuju Los Angeles adalah Rp 11-15 juta untuk kelas ekonomi, sedangkan jika ingin mendapatkan layanan ekonomi premium harus merogoh kocek sekitar dua puluh enam juta.Malam itu, ia tinggal di pesawat dengan tujuan untuk perjalanan bisnis. Sementara hati merasa tak tenang karena meninggalkan Naya begitu saja. Apalagi pada malam y
Tentunya tidak bisa karena pekerjaan yang bisa mengisi brankas hampir berpusat di negara kelahirannya. Jika mengingat kepastian itu, maka untuk apa ia menuruti hal tidak masuk akal dari seorang saudara rasa status saja? Sungguh tidak masuk akal.Suara hening dari seberang tiba-tiba teralihkan nada panggilan yang terputus, membuat King meletakkan ponselnya ke atas meja. Lalu mengaitkan kedua tangan dengan tatapan mata fokus ke depan menatap gelapnya hutan di bawah rimbunnya pepohonan. Ada sesuatu yang mengusik pikiran, hanya saja masih samar tanpa arah tujuan."Semoga kamu bisa hidup bahagia dan tunggulah surat perpisahan kita karena itu masih membutuhkan waktu," gumamnya berusaha mengukir wajah yang masih samar di dalam bayangan saja.Apalah arti dari sebuah pernyataan ketika itu tidak pernah diungkapkan. Pada kenyataannya, apa yang terjadi di antara ia, kakaknya, dan Naya, sudah menjadi lingkaran ikatan tak terpisahkan. Bukankah takdir tidak akan menyatu, jika memang bukan kehendak Sa
Langkah kaki berjalan meninggalkan kamar tanpa alas tetapi tak seorang pun berani menegur sang atasan meski melihat hal janggal di pagi mereka. Sedangkan Jaguar yang masih asyik berdebat dengan Mr. Bram sedikit menurunkan suaranya begitu menyadari kedatangan King. Pria itu kini sadar bahwa tindakannya telah membangkitkan singa yang tertidur.Amarah tampak begitu jelas terpancar dari sorot mata King tetapi ia tak memiliki waktu jika sampai pagi hari harus berusaha mengembalikan mood sang atasan. Sementara Mr. Bram yang juga mendengar suara langkah kaki mengalihkan perhatian dimana begitu ia menoleh kebelakang mendapati kedatangan King. Pria yang ingin di temuinya muncul meski jelas menunjukkan tatapan tidak suka atas keributan barusan."King, selamat pagi. Maaf bukan maksudku tidak sopan di tempatmu, tapi kali ini benar-benar tidak bisa menunggu waktu lebih lama." jelas Mr. Bram tanpa menunggu King angkat bicara. Ia berharap kesalahannya bisa dimaafkan mengingat situasi memang sudah em
Sebagai orang tua, tentunya ia juga memikirkan putra lain dari suaminya. Meski sangat menyadari bahwa King tidak pernah mendapatkan tempat yang layak di dalam keluarga Matthew. Sesungguhnya ia sendiri berharap keluarga yang kini menjadi alasan dan tujuan dalam hidupnya bisa merasakan kebersamaan tanpa mengedepankan ego dan juga rasa benci di hati masing-masing. Namun, apa yang harus dirinya lakukan ketika sang suami pun enggan untuk memperbaiki hubungan dengan putra kedua yang dianggap sebagai pembawa s!al. Belum lagi mengingat keadaan sang putra pertama yang saat ini masih memerlukan perawatan. Ia memang ibu tiri, tapi bukan berarti tindakan hanya memikirkan diri sendiri. Rasa cinta terhadap sang suami hanya satu sisi, apalagi mengingat dirinya tak bisa memiliki momongan sendiri. Sebab itulah ia akan mengkhawatirkan kedua putranya meski ikatan bisa dikatakan tidak memiliki kedekatan yang intens. Akan tetapi bagi dirinya sendiri, semua adil dalam cinta. Lalu, bagaimana ia akan mengk
"Pertemuan kita akhiri di sini. Informasi yang kamu berikan sudah cukup, tapi jika ada kabar baru. Ingat untuk langsung mengabari Jaguar!" King menutup laptopnya. Lalu menyandarkan punggung ke belakang dimana sejenak dirinya ingin membiarkan raga mendapatkan tempat tanpa penekanan.Keputusan King tak bisa di ganggu gugat sebab itu Jaguar yang sebenarnya ikut menyimak tanpa turun tangan akan pekerjaan sang atasan langsung mengajak klien tuannya agar pergi meninggalkan ruangan pertemuan. Tentu saja, hal itu dia lakukan demi kebaikan Mr. Bram sendiri. Mana mungkin ingin memancing amarah sama untuk kedua kalinya."Jaguar, kamu tidak pernah berpikir ingin jadi aparat negara kah?" tanya Mr. Bram sebelum kembali masuk ke dalam mobil padahal sang sopir sudah membukakan pintu untuknya.Jaguar terkekeh mendengar pertanyaan yang baginya terdengar seperti lelucon. Meski ia tahu sang klien atasannya tidak mengetahui latar belakang keluarga seorang tangan kanan mafia. Setidaknya berkat posisi saat
Kedatangan nyonya Aya yang secara tiba-tiba mengejutkan Naya. Gadis itu tampak mengusap dada sembari bergumam mengucapkan istighfar. Jelas saja kaget, apalagi ia tidak mendengar langkah kaki sang ibu mertua. Lalu, sudah berapa lama ibu mertuanya tiba? "Naya! Kamu gak punya riwayat jantung kan?" Aya yang memperhatikan menantunya secara seksama. Ia spontan bertanya hal yang sekilas melintasi benak kepala, "Masih muda gini, pasti gak donk." Naya menggelengkan kepala, kemudian menundukkan pandangan mata. Jujur saja, rasa canggung saat berhadapan dengan ibu mertua masih sangat mendominasi dirinya. Entah karena pembicaraan terakhir atau memang dianya saja yang terlalu lemah. Padahal saat ini, sang ibu mertua terlihat begitu santai kala berbicara dengannya."Kalau ditanya sama orang yang lebih tua, harusnya kamu itu jawab bener. Bukan malah cuma geleng kepala," celetuk nyonya Aya yang merasa sikap menantunya sangat minim dan tidak bisa beradaptasi ketika berada pada lingkungan se
Di tengah kekaguman akan ciptaan Sang Penguasa Alam tiba-tiba dikejutkan suara keras ketukan pintu kasar. Entah yang mengetuk pintu tak memiliki sopan santun atau memang sedang terburu-buru. Apapun alasannya, satu hal pasti sudah membangkitkan rasa kesal dari dalam hati. "Ck! Ganggu orang seneng aja," gerutunya tetapi tetap melangkah mendekati papan kayu yang setinggi hampir dua meter. Lalu, ia putar knop meski rasa malas menyapa, "Elo, gak bisa sabar dikit gitu jadi human?""Halah, rumah sendiri ini, suka-suka aku donk." timpal si pendatang seraya melemparkan sebuah dokumen bersampul transparan ke penghuni kamar yang berdiri menghalangi pintu. Bukannya tidak paham, apalagi tak mengerti akan situasi apalagi waktu. Baginya pekerjaan lebih penting daripada harus memeluk sikap kalem. Sebab tidak hari tanpa tekanan sang majikan dan seluruh penghuni tempat mereka berpijak tentu sangat hapal peraturan di luar kepala masing-masing. Lalu, untuk apa dia merasa sungkan? "Gue gak peduli. Poko
Penantian yang dinantikan nyatanya hanya memakan waktu kurang dari sepuluh menit hingga seorang pria dengan perut nan buncit datang menghampiri. Nama pria itu ialah Pak Didit yang memiliki peran penting karena bertanggung jawab atas setiap bangunan sebelum pindah ke tangan pemilik sah. Menurut informasi, pria satu itu juga tinggal tak jauh dari perumahan elit tetapi tidak menjadi salah satu pemilik unit sebab perusahaan telah menyediakan rumah berbeda. "Selamat malam, Tuan. Maaf udah buat Anda nungguin saya lama. Mari saya antar ke kediaman Anda sembari membicarakan prosedur terakhirnya!" Pak Didit tanpa basa-basi langsung mengajak King untuk meninggalkan parkiran. Meski mereka berdua terpisah di kendaraan berbeda sepanjang perjalanan menuju kediaman sang pemilik properti. Bangunan berlantai tiga dengan desain modern dimana dari luar tampak deretan dinding kaca tertutup tirai. Akan tetapi dengan pagar setinggi satu meter lebih membuat pandangan dari luar tidak bisa melihat secara me
Namun, apa gunanya mengkhawatirkan seseorang yang selalu siap menjalani lika-liku kehidupan. Bukan karena tuannya itu memiliki kekuasaan tetapi ia percaya akan setiap langkah sang atasan selalu berdasarkan perhitungan. Selain itu, tanggung jawab yang harus ia penuhi adalah memastikan keamanan dari pasien. Tentu saja tidak ada tempat untuk dirinya bersantai. Oleh karena itu, kaki melangkah kembali masuk ke dalam rumah sakit tapi bukan ke ruang ICU melainkan ke salah satu lorong dimana ruangan dokter yang menangani Mrs. varsha berada. Ia harus memastikan pengaturan yang diinginkan atasannya terpenuhi tanpa mengalami masalah apapun. Sementara di sisi lain, King sendiri fokus menyetir dimana perjalanan malam akan sangat membosankan karena tak ada teman sepermainan. Bagaimana kesunyian begitu enggan meninggalkan kesendirian di tengah hiruk pikuk kendaraan yang juga berlalu lalang di luar sana. Sesaat fokus teralihkan pada kerlap-kerlip lampu jalan yang menjadi bintang jalanan. "Kenapa o
Kekacauan di jalan raya itu tak bisa dihindari bahkan kemacetan pun kian menjadi. Akan tetapi tidak menghalangi laju kendaraan beberapa ambulans yang meninggalkan lokasi kejadian kecelakaan. Suara sirine terdengar mengaung membelah jalanan yang mana membuat orang-orang pemilik kendaraan lain membiarkan tanpa mengeluh sebab mereka tahu nyawa di dalam kendaraan milik rumah sakit sedang dipertaruhkan. Begitu juga dengan para perawat yang sudah berusaha sekuat tenaga untuk memberikan pertolongan pertama pada pasien. Hingga pada akhirnya mereka hanya bisa menunggu sampai di rumah sakit untuk melanjutkan pengobatan dari pasien yang mengalami kecelakaan. Jarak yang ditempuh memerlukan waktu kurang dari tiga puluh menit dan itu pun tanpa halangan selain berpacu pada waktu. Pihak rumah sakit langsung menyambut para pasien begitu mobil ambulans berhenti di lobi. Kemudian mengeluarkan satu per satu brankar diterima oleh beberapa dokter berbeda. Penanganan telah berpindah tangan tetapi peng
Aya tersenyum meski rasa di dalam dada terasa panas membara. Entah kenapa ia tiba-tiba memikirkan sesuatu yang tidak seharusnya. Mungkin karena beberapa hari terakhir lebih banyak memiliki waktu senggang atau sebatas terlalu memikirkan banyak hal secara bersamaan. Apapun alasannya, ia merasa kehilangan semangat. "Gak kok, Suamiku. Yuk, kita ke bawah buat sarapan." ajak Aya dengan manja dimana ia menggandeng tangan kanan suaminya. Langkah kaki berjalan bersama menyusuri lantai marmer menuju anak tangga yang ada di depan sana. Terkadang sikap menghadirkan kebenaran tanpa kata-kata. Bahkan tidak setiap pernyataan bisa menjadi fakta yang sebenarnya. Begitu juga dengan perasaan dimana selalu terpancar dari tatapan mata. Bagi mereka yang peka, maka perubahan sekecil apapun bisa terasa. Namun, seringkali manusia melupakan hal paling sederhana yaitu berusaha terbuka pada pasangan sendiri. Raga pemilik jiwa bukan seorang peramal, sebab itu agar pasangannya memahami isi hati dan pikiran, ten
Setelah kepergian sang istri, akhirnya King beranjak dari tempat tidur. Pria itu tidak ingin membuat Naya terbawa perasaan hanya karena keberadaannya. Terlebih lagi hubungan mereka hanya sebatas di atas kertas. Sejak awal adalah orang asing, maka sampai kapanpun akan tetap asing. Begitulah pikirnya yang mana sesuai dengan fakta tanpa melupakan kebenaran. Ia pun tidak berniat untuk mengingkari janji yang telah ia buat secara sadar walau demi kepentingan diri sendiri. Jika belenggu emosi bisa ia hindari, lalu apa gunanya untuk menghadirkan kesempatan mengenal satu sama lain? Langkah kaki menyusuri anak tangga dengan santainya dan tatapan mata fokus ke depan tidak teralihkan oleh hal lain. Sejujurnya, dia enggan untuk tetap tinggal di rumah Matthew. Akan tetapi mengingat situasi lebih baik menjaga jarak untuk memastikan tidak ada kecurangan. Apalagi tindakan di luar batas yang hanya untuk mengancamnya. "Selamat pagi, Tuan Muda. Mau bibi buatin teh atau kopi?" Seorang pelayan langsung
Jarak kian tersingkirkan tetapi nyatanya masih tidak bisa mendengar dengan jelas. Racauan yang keluar dari bibir begitu samar tetapi keringat dingin malah membanjiri wajah Naya. Apakah wanita itu mengalami mimpi buruk? Tangan dengan tenang menyambar tisu dari atas nakas, lalu ia mengelap keringat hingga tanpa sadar memperhatikan wajah Naya lebih seksama. Meski tanpa polesan make up nyatanya wanita yang memejamkan mata tetap memancarkan kecantikan alami. Hanya saja bibir begitu pucat seolah-olah tidak ada darah yang mengalir. Waktu menunjukkan pukul sebelas lebih dua puluh menit. Baginya masih terlalu awal untuk menjemput mimpi, tapi ketika mendapati keadaan Naya yang tak baik membuat hati tergerak untuk memastikan situasi masih terkendali. Sayangnya semakin mencoba memahami keadaan, ia merasa istrinya terjebak di alam bawah sadar. "Hei, bangun!" ucapnya seraya menggoyangkan lengan kanan Naya. Menurutnya tidak ada cara lain untuk menghilangkan rasa cemas di saat raga dalam keadaan
Kegiatannya akan selalu sama setiap kali duduk di kursi kebesaran yang mana menyelesaikan pekerjaan tanpa keluar dari ruang kerja. Alih-alih mencari jawaban atas pertanyaan yang datang menyapa benak kepala. Jemari kembali berselancar dengan pandangan mata fokus membaca satu per satu pesan di e-mail perusahaan. Kesibukan nya sampai melupakan waktu hingga tanpa sadar hari sudah petang. Bahkan dentingan jarum jam yang menjadi teman kesunyian tak ia hiraukan. Akan tetapi di saat seseorang mengetuk pintu dan masuk tanpa dipersilahkan sesaat mengalihkan perhatiannya ke arah depan. "Sore menjelang malam, Bos. Aku kesini cuma mau anter laporan," Langkah kaki berjalan menghampiri meja kaca, tetapi melihat penuhnya meja dengan berbagai barang. Ia tak tahu harus meletakkan berkas dimana, "Tuanku, tidak bisakah Anda rapi sedikit saja.""Hmm. Beresin aja kalau kamu memang gak tahan," timpal sang atasan tanpa mengalihkan perhatian dari laptopnya. Pekerjaan memang selalu ada dan ia sengaja membere
Kebersamaan suami istri di pagi hari masih dilanjutkan meski hanya duduk dan saling berpelukan. Tuan Matthew meminta istrinya untuk menemaninya sampai ia merasa lelah dan bisa kembali beristirahat. Rasa kantuk nyatanya tak kunjung datang meski semalaman ia begadang. Sementara Naya, gadis itu terlihat tengah membereskan kamar pasiennya. Pekerjaan yang mulai terbiasa dilakukannya membuat ia tak sibuk memikirkan hal-hal di luar batas kesabaran. Apalagi setelah mendapat perlakuan yang cukup menyita perasaan akibat peduli pada pasangan sendiri. "Non, boleh bibi masuk?" seorang pelayan yang datang tanpa mengetuk pintu tetapi tetap meminta persetujuan Naya sebelum melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar. "Masuk saja, Bi." sahut Naya tanpa menoleh ke belakang karena suara terdengar familiar. Selain itu, ia sendiri juga sengaja membiarkan pintu tetap terbuka agar udara di dalam kamar berganti. Bibi melangkahkan kaki tetapi suara langkahnya terdengar begitu pelan. Sampai akhirnya meletakkan