Kekacauan di jalan raya itu tak bisa dihindari bahkan kemacetan pun kian menjadi. Akan tetapi tidak menghalangi laju kendaraan beberapa ambulans yang meninggalkan lokasi kejadian kecelakaan. Suara sirine terdengar mengaung membelah jalanan yang mana membuat orang-orang pemilik kendaraan lain membiarkan tanpa mengeluh sebab mereka tahu nyawa di dalam kendaraan milik rumah sakit sedang dipertaruhkan. Begitu juga dengan para perawat yang sudah berusaha sekuat tenaga untuk memberikan pertolongan pertama pada pasien. Hingga pada akhirnya mereka hanya bisa menunggu sampai di rumah sakit untuk melanjutkan pengobatan dari pasien yang mengalami kecelakaan. Jarak yang ditempuh memerlukan waktu kurang dari tiga puluh menit dan itu pun tanpa halangan selain berpacu pada waktu. Pihak rumah sakit langsung menyambut para pasien begitu mobil ambulans berhenti di lobi. Kemudian mengeluarkan satu per satu brankar diterima oleh beberapa dokter berbeda. Penanganan telah berpindah tangan tetapi peng
Namun, apa gunanya mengkhawatirkan seseorang yang selalu siap menjalani lika-liku kehidupan. Bukan karena tuannya itu memiliki kekuasaan tetapi ia percaya akan setiap langkah sang atasan selalu berdasarkan perhitungan. Selain itu, tanggung jawab yang harus ia penuhi adalah memastikan keamanan dari pasien. Tentu saja tidak ada tempat untuk dirinya bersantai. Oleh karena itu, kaki melangkah kembali masuk ke dalam rumah sakit tapi bukan ke ruang ICU melainkan ke salah satu lorong dimana ruangan dokter yang menangani Mrs. varsha berada. Ia harus memastikan pengaturan yang diinginkan atasannya terpenuhi tanpa mengalami masalah apapun. Sementara di sisi lain, King sendiri fokus menyetir dimana perjalanan malam akan sangat membosankan karena tak ada teman sepermainan. Bagaimana kesunyian begitu enggan meninggalkan kesendirian di tengah hiruk pikuk kendaraan yang juga berlalu lalang di luar sana. Sesaat fokus teralihkan pada kerlap-kerlip lampu jalan yang menjadi bintang jalanan. "Kenapa o
Penantian yang dinantikan nyatanya hanya memakan waktu kurang dari sepuluh menit hingga seorang pria dengan perut nan buncit datang menghampiri. Nama pria itu ialah Pak Didit yang memiliki peran penting karena bertanggung jawab atas setiap bangunan sebelum pindah ke tangan pemilik sah. Menurut informasi, pria satu itu juga tinggal tak jauh dari perumahan elit tetapi tidak menjadi salah satu pemilik unit sebab perusahaan telah menyediakan rumah berbeda. "Selamat malam, Tuan. Maaf udah buat Anda nungguin saya lama. Mari saya antar ke kediaman Anda sembari membicarakan prosedur terakhirnya!" Pak Didit tanpa basa-basi langsung mengajak King untuk meninggalkan parkiran. Meski mereka berdua terpisah di kendaraan berbeda sepanjang perjalanan menuju kediaman sang pemilik properti. Bangunan berlantai tiga dengan desain modern dimana dari luar tampak deretan dinding kaca tertutup tirai. Akan tetapi dengan pagar setinggi satu meter lebih membuat pandangan dari luar tidak bisa melihat secara me
Di tengah kekaguman akan ciptaan Sang Penguasa Alam tiba-tiba dikejutkan suara keras ketukan pintu kasar. Entah yang mengetuk pintu tak memiliki sopan santun atau memang sedang terburu-buru. Apapun alasannya, satu hal pasti sudah membangkitkan rasa kesal dari dalam hati. "Ck! Ganggu orang seneng aja," gerutunya tetapi tetap melangkah mendekati papan kayu yang setinggi hampir dua meter. Lalu, ia putar knop meski rasa malas menyapa, "Elo, gak bisa sabar dikit gitu jadi human?""Halah, rumah sendiri ini, suka-suka aku donk." timpal si pendatang seraya melemparkan sebuah dokumen bersampul transparan ke penghuni kamar yang berdiri menghalangi pintu. Bukannya tidak paham, apalagi tak mengerti akan situasi apalagi waktu. Baginya pekerjaan lebih penting daripada harus memeluk sikap kalem. Sebab tidak hari tanpa tekanan sang majikan dan seluruh penghuni tempat mereka berpijak tentu sangat hapal peraturan di luar kepala masing-masing. Lalu, untuk apa dia merasa sungkan? "Gue gak peduli. Poko
Seorang pria muda nan terlihat dewasa menghentakkan jabatan tangan calon ayah mertuanya, lalu menarik napas dalam-dalam kemudian mengucapkan kalimat sakral yang sudah ia hapalkan sejak semalam. "Saya terima ...,"Dua kata baru saja diucapkannya, tapi tiba-tiba terdengar suara derap langkah kaki cepat memasuki ruang tamu keluarga mempelai pihak wanita hingga para tamu yang hadir mengalihkan perhatian ketika nada tinggi bak bariton deru senapan laras panjang bergema di seluruh penjuru ruangan.Kedatangan seorang pria dengan pakaian rapi, namun wajah tanpa ekspresi berjalan mendekati pelaminan. "Hentikan! Pernikahan ini tidak bisa diteruskan." Orang itu berhasil membuat suasana tentram menjadi tegang.Suara yang begitu asing untuk semua orang hanya saja tidak untuk Naya. Gadis itu menoleh ke arah suara karena ingin memastikan pendengarnya tidaklah salah. Debaran detak jantung meronta tak kuasa menahan rasa yang ia sendiri hampir melupakan wajah tamu tak di undangnya.King? Setelah setahu
Suasana yang mencekam mendadak hening karena orang-orang mengalihkan perhatian mereka hanya tertuju pada mempelai wanita. Dian pun ikut berbalik menghadap ke arah Naya. Calon istrinya begitu pendiam seolah tidak memiliki keyakinan untuk melanjutkan hubungan mereka atau hanya perasaan dia saja? Entahlah, tapi jelas keraguan mulai menyergap hati mempertanyakan diri akan masa depan nanti.Kebingungan menyergap rasa dan logika. Satu sisi, ia sadar akan semua yang sudah terjadi dan di sisi lain fakta tak bisa diubah. Jika melanjutkan pernikahan maka yang tersisa ketidakberdayaan seorang istri. Akan tetapi, jika tidak diteruskan, apa bisa bertahan dari rasa malu?Perlahan memejamkan mata seraya meraup oksigen sebanyak yang ia bisa. Gemuruh di dalam hati bersambut pertengkaran mengikat akal sehatnya. Apa yang harus dirinya lakukan? Masa lalu bersama Darian masih terpatri mengikat jiwa, tetapi kehidupan nyata menuntut kepastian.Betapa ia terjebak di tengah kenyataan dan kebenaran yang tak bi
Dalam penantian malam nan dingin hanya duduk seorang diri tanpa teman hingga kedatangan seorang pria mengalihkan perhatian dari bacaan buku yang sangat membosankan. Wajah tampan berhias seulas senyum dengan tatapan mata menakjubkan. Binar keceriaan tercetak jelas memancarkan semangat perjuangan."Permisi, boleh duduk di sini?" Pria itu menunjuk ke arah bangku kosong yang ada di seberang dimana tempat dirinya duduk seorang diri.Tatapan mata bergerak kesana kemari melihat suasana cafe yang ramai pengunjung bahkan tidak ada lagi tempat kosong selain di mejanya. Melihat itu, tentu hati tak tega sehingga mengangguk memberikan izin agar si pria duduk menjadi teman satu waktu dalam kehidupan yang begitu singkat. Sebagai sesama manusia haruslah toleransi. Iya, kan?"Siapa namamu?" tanya pria itu sambil menarik kursi, lalu duduk tapi pertanyaannya terabaikan tanpa ada jawaban.Keheningan kembali menyapa, sebenarnya tidak sehening itu karena para pelayan juga hilir mudik memberikan pesanan pad
Semua itu karena situasi yang semakin mencekam. Dimana King tanpa mengenal usia membuat beberapa tamu menjadi sandra tanpa terikat tali. Bukan masalah ketika hanya sekedar ancaman, tapi apa yang dilakukan si pria brengsek itu langsung menjadi aksi spontan. Sehingga tanggung jawab dipertaruhkan bersambut rasa kemanusiaan.Harapan dan doa menjadi akhir dari kekacauan. Meski hati menolak menerima pernikahan Naya dan King. Tetap saja ia harus mengiringi kedua pasutri baru itu dengan doa terbaik agar bisa mengubah keadaan di masa yang akan datang. Keraguan itu ada, tapi keyakinan lebih dari cukup mempercayakan semua kepada Tuhan Yang Maha Esa.Sementara itu, King yang berada di dalam mobil masih sibuk memainkan anak rambut yang menghalangi wajah istrinya. Tatapan matanya tampak tenang tanpa ada kemarahan seolah baru saja menikah dengan restu dari semua orang. Padahal hati dan pikiran menyadari apa yang sudah dirinya lakukan.Apa, kenapa, bagaimana dan untuk apa dirinya menikah dengan Naya?