Kenyataannya adalah dunia selalu menghempaskan harapan dari setiap insan yang mendambakan kasih sayang tanpa syarat. Termasuk dirinya, apapun yang sudah ditakdirkan oleh Allah SWT, maka sebagai hamba Nya hanya bisa beradaptasi, bertawakal, ikhtiar lalu memasrahkan segala sesuatunya pada Yang Maha Kuasa.
Ini bukan tentang agama, melainkan titik kehidupan setiap insan di dunia yang pasti akan menjalani fase sama dengan ujian berbeda. Seperti diamnya sang tuan muda yang menikmati gerakan tangan maju mundur mencium dinding kamar mandi. Sekali, dua kali hantaman dengan suara yang begitu memilukan menghadirkan derai warna merah menjadi akhir pelampiasan.Aroma anyir menyeruak menghadirkan senyum devil menghiasi wajah King. Pria itu tampak menikmati rasa perih, pegal dan juga ngilu di tangan kanannya. Sadar tidak akan bebas beraktivitas nantinya, tapi ia tak peduli akan hal itu. Sementara di luar kamar mandi, Naya baru saja sadar.Wanita itu mencoba menyesuaikan pandangan matanya yang masih samar dengan tangan memegang kepala karena terasa berputar seperti baling-baling. Entah apa yang terjadi dan dimana dirinya berada saat ini, begitulah pemikirannya dalam dua detik pertama menyambut kesadarannya kembali.Namun detik berikutnya mulai mengingat tentang pernikahan paksa yang kini menjerat kehidupannya sebagai istri sang mantan kekasih. Kebenaran memang selalu pahit dan tidak bisa diganggu gugat, sama halnya kehidupan rumah tangga yang tidak pernah dirinya impikan. Andai saja King meminta secara baik-baik, mungkin hati berusaha menerima pria itu secara perlahan.Sudahlah. King yang kini menjadi suaminya sangat jauh berbeda dari kepribadian sang mantan. Memang benar, pria itu telah mencampakkan dirinya setelah malam penyatuan. Akan tetapi jujur saja, selama menjalin hubungan tidak sekalipun ada tidak kekerasan. Lalu, bagaimana tiba-tiba karakter seseorang berubah hanya dalam hitungan setahun?Bolehkah penasaran? Hati merasa ada perbedaan antara sang suami dan sang mantan hanya saja, itu tidaklah mungkin, "King, masihkah kamu ingat tentang hubungan kita? Bukankah tidak seburuk ini, aku tidak ingin percaya tetapi darah yang mewarnai hari pernikahan kita masih terekam jelas di benakku.""Ayah, bunda, Naya kangen kalian. Bisakah putrimu ini kuat menjalani rumah tangga dengan separuh kebencian yang memenuhi hati?" Lelah pikiran yang tidak mampu ia kendalikan kembali menyapa kesunyian dalam kesendirian.Apalah arti sisa harapan ketika kenyataan sudah menjadi kepastian. Perjalanan baru dimulai dengan langkah kaki yang tidak siap menapaki setiap persimpangan di depan nanti. Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, dimana siang berganti malam tanpa ada percakapan yang menjadi pemisah kesalahpahaman.Dilemparkannya gaun hitam tanpa lengan ke atas ranjang tanpa memperhatikan wajah yang menundukkan pandangan. "Cepat bersihkan dirimu dan pakai gaun itu!"Suara keras King bukan hanya terdengar jelas, tetapi benar-benar memekakkan telinga. Tubuh lemah terasa kian tak bertenaga karena seharian ini, ia bahkan tidak minum apalagi menikmati makanan. Rasa lapar yang mendera selalu diabaikannya tanpa keinginan lain lagi.Langkah kaki berjalan sempoyongan tanpa sandaran. Naya tampak begitu lemas bahkan hampir saja jatuh membentur dinding jika tidak ditarik King diwaktu yang tepat. Raga yang merengkuh menikmati hangatnya debaran dada bersambut tubuh yang seketika melayang kembali menghadirkan kesadaran tetapi tak sanggup memberikan keluhan.King menurunkan Naya begitu sampai di dalam kamar mandi. Pria itu menyiapkan kebutuhan istrinya agar mempersingkat waktu tapi yang diperhatikan justru hanya terdiam menatap ke bawah. Geram melihat itu sehingga tanpa ada kata peringatan, diraihnya pinggang si wanita seraya merampas dagu sang istri.Tatapan mata saling beradu mencoba menenggelamkan diri akan rasa yang pasti masih sama. Begitulah pikir Naya, sayangnya King tak berminat melakukan hal lebih. Pria itu hanya menurunkan resleting gaun pengantin, lalu meraihi tangan Naya agar memegang gaun ujung gaun supaya tidak merosot."Cepat mandi! JIka masih ada drama lagi, bukan salahku untuk melukai orang terkasihmu," King menyudahi bantuannya untuk wanita yang tidak pernah ia harapkan.Suara bantingan pintu mengembalikan kesadaran dan menghempaskan sisa kepercayaan. Benarkah King sudah berubah? Jika memang tidak ingin menikah, lalu kenapa mengucapkan ikrar janji suci? Seharusnya biarkan saja dirinya menikah dengan Dian.Kemelut di dalam benak Naya tak bisa mengubah fakta yang ada. Dimana waktu yang diberikan King seperti mesin penentu takdir. Ia hidup di antara tekanan, paksaan tetapi tanpa ada negosiasi. Bukan kerja rodi, melainkan pertukaran nyawa tanpa sentuhan belati.Dua puluh menit telah berlalu, wanita itu keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk yang menutupi bagian tengah saja. Tekad sudah bulat, jika ingin berani maka harus dimulai dari kamar tempat mereka berdua tinggal. Dilepaskannya handuk hingga melesat jatuh tanpa ditahan yang membuat King terdiam dengan tatapan datar melihat pemandangan gratis di depan mata.Tubuh mulus dengan aset nan menggoda bisa saja membuat banyak pria tergila-gila, tapi semua itu bukan untuk dirinya. Ia masih waras dan beranjak dari tempat duduknya, lalu berjalan menghampiri Naya tanpa melepaskan pandangan dari pesona sang istri. Wanita itu pasti berpikir, seandainya bisa menghabiskan malam bersama lagi mungkin kehidupan akan berubah.Diambilnya handuk yang melingkar di bawah kaki hingga semakin mendekatkan diri pada godaan seorang wanita, lalu kembali memasangkan kain setengah basah itu agar menutupi aset masa depan milik seseorang. Kemudian berbalik tanpa menyentuh pasangan halalnya. Gumaman heran yang ia dengar menjadi bukti bahwa Naya sengaja melakukan semua itu."Jangan membangunkan singa dengan cara murahan. Jadilah istri yang terhormat dan jaga tabiatmu! Ingatlah kamu itu, istri tuan muda Darian Kingsley." tukas King sebelum berlalu pergi meninggalkan kamar sembari membawa laptop dari atas meja.Suara King lebih seperti peringatan seolah pria itu sendiri tidak berhak memiliki dirinya. Apakah itu hanya perasaan sekilas karena banyak pikiran atau memang ada alasan lain dibalik pernikahan mereka berdua. Niat hati ingin meluluhkan keras kepala sang suami tetapi berakhir rasa malu.Murahan? Satu kata itu sudah cukup menjelaskan bahwa ia tak di anggap sebagai istri. Lalu dimana posisinya saat ini? Siapa yang harus ia ikuti ketika hubungan saja seperti pertemuan bumi dan langit yang memiliki pemisah sebagai jarak tuk bersua.Entah rasa yang kian tak menentu pada akhirnya akan menenggelamkan jiwa atau ia akan bertahan di tengah badai dan mencoba tetap mempertahankan kewarasan selama raga masih bernyawa. Lagi pula, kehidupan di dunia nan fana hanya memiliki dua kemungkinan dari setiap jalan yang bisa mengubah banyak hal tanpa melepaskan sisa harapan.Aku harus cari tahu, apa alasanmu kembali di hari pernikahanku.~batin Naya, lalu melepaskan handuknya sekali lagi begitu King sudah keluar dari kamar mereka.Persiapan Naya hanya memakan waktu kurang dari sepuluh menit. Dimana wanita itu buru-buru keluar dari kamar karena ia tak ingin memberikan alasan pada King untuk melukai keluarganya. Apapun yang terjadi kedepannya nanti ia hanya harus berusaha menyenangkan hati sang suami meski terkesan pasrah tanpa niat pemberontakan. Rasanya ingin menertawakan kehidupan yang saat ini dirinya jalani. Lucu saja, ketika dulu tangan berdoa sepenuh hati agar mendapatkan suami seperti King justru pria itu pergi meninggalkan ia seorang diri tanpa ada kabar maupun jejak. Kemudian hari ini, di saat hati siap menerima Dian sebagai masa depan dan takdir mengubah kenyataan sesuka hati.Kebenaran yang selalu menjadi momok trauma untuk diri sendiri mendadak terungkap. Malu? Bukan, hanya saja ia sadar tidak pantas menjadi istri seorang pria baik seperti Dian dan tak memiliki hak untuk menghakimi King karena masa lalu mereka berdua terjalin atas dasar suka sama suka. Kini situasinya sama seperti bintang jatuh yan
Sebegitu tidak pentingkah dirinya dalam kehidupan pria itu? Pertanyaan demi pertanyaan hanya menambah rasa ketidaknyamanannya menjadi kekecewaan kian mendalam yang ia coba singkirkan tanpa ingin mempertanyakan. Dirinya semakin sadar akan posisi di dalam kehidupan sang suami.Sesi makan malam berlangsung selama kurang lebih tiga puluh menit, lalu dilanjutkan dengan berpindah ruangan. Dimana Tuan Matthew ingin memberikan sambutan atas kedatangan menantu pertamanya, meski pria itu tidak menyukai Darian karena alasan tertentu. Ia tetap menjalankan tradisi leluhur dengan melakukan rapat keluarga."Siapa namamu?" Tuan Matthew mengulurkan tangan kanan seraya melirik menatap ke arah sang menantu mencoba memberikan kode Naya untuk menyambut tangannya, tetapi sang menantu justru menoleh ke arah Darian yang duduk di depan bar dan sibuk menuang minuman.Sementara tuan Matthew menyadari dimana ia memiliki menantu yang takut pada putranya. Melihat itu, tentu tak ingin ambil pusing sehingga dengan
Pemandangan yang begitu menenangkan tetapi tak bisa menjadi obat kesendirian. Kesadaran yang tersisa semakin menyiksa sehingga pria itu beranjak dari tempatnya. Langkah kaki berjalan meninggalkan balkon dan kembali memasuki kamar yang masih menyala terang. Lirikan mata tertuju pada ranjang king size dimana Naya sudah merebahkan diri memeluk mimpi.Melihat itu, ia tak ingin mengganggu. Lagipula pada kenyataannya pernikahan mereka berdua hanya di atas kertas tanpa ada ikatan hati, apalagi ikatan batin. Setelah mengambil minuman dari lemari yang menjadi wadah kulkas mini. KIng kembali ke balkon untuk menikmati malam sambil meneguk minuman yang bisa menghilangkan segala pikiran serta beban hati.Semribit angin malam tak mempengaruhi pria itu karena suhu tubuhnya semakin panas akibat minuman. Sebotol sampanye tandas tak tersisa berpindah ke dalam perut yang dihabiskan selama dua jam sebagai teman kesendirian. Entah sudah berapa lama ia menikmati tekanan karena menyimpan rasa yang kia
Satu pertanyaan itu sudah cukup menjadi serangan telak yang tidak pernah ia bayangkan. Seketika ia merasa seluruh kehidupan bercampur kekacauan menjadi satu tanpa bisa dipisahkan. Logika yang selalu menjadi ketetapan atas kesadaran akan setiap tindakan justru mengubah emosi menjadi tidak benar.Namun, dirinya hanya bisa mengikuti alur karena bagaimanapun semua sudah terjadi dan atas persetujuannya sendiri. Kini yang bisa dilakukannya hanya menjalani takdir yang menjadi awal dunia baru. Pandangan mata kosong menatap ke depan bersambut hati yang semakin bergejolak menyadarkan diri bahwa semua akan baik-baik saja.Meski tak memungkiri bahwa apa yang dilakukannya saat ini, sangatlah bertolak belakang dengan harapan yang selalu diagungkan. Tak ada kata selain kesunyian di tengah kegelapan malam, meski tersisa sinar temaram yang mewarnai secercah kehidupan terpantul menghiasi dinding-dinding yang menjadi penonton setia.Pilar besar penopang bangunan seolah siap mencampakkan ia jika sampai
Suara hati tuan Matthew hanya tertuju pada King. Sang anak kedua yang ia asingkan, memang benar tak seorangpun tahu jika dirinya memiliki putra lain di luar sana. Apalagi perbedaan usia antara putra pertama dan kedua hanya satu tahun saja. Meski begitu, baginya yang menjadi putra hanya Davin seorang.Lalu, dimana keberadaan King? Tidak ada yang tau, hanya saja karena janji yang sudah dia ucapkan. Kini King sendiri tengah berusaha untuk memenuhi keinginan hati Davin. Pria itu harus mengorbankan emosi dalam hatinya hanya untuk menunjukkan diri menjadi salah satu anggota keluarga Matthew.Ketika kita tidak menyukai seseorang dalam kehidupan ini, rasanya benar-benar muak dengan apa yang telah terjadi. Akan tetapi, bagaimanapun yang dilakukan King hanya untuk menyelamatkan keinginan hati dari orang terkasih. King tak pernah diharapkan hadir dalam kehidupannya, bahkan sejak anak itu di dalam rahim sampai detik ini.Namun, ia tak akan pernah membiarkan seorang anak yang tak pernah dianggap be
Sepucuk kertas yang Naya buka membuat hati wanita itu berdebar-debar dimana ia perlahan membaca kata demi kata yang tertulis di atas kertas putih bertinta hitam. Awalnya ia kira akan mendapatkan pengakuan cinta sang suami, atau setidaknya permintaan maaf dari King. Akan tetapi yang di dapat justru rasa sesak di dada menghantarkan luka.Bahkan hati tak kuasa menahan derita karena fakta yang ada hingga lelehan air mata jatuh tanpa diminta. Apakah benar surat itu ditulis sang suami untuknya?Jika ya, sungguh tak menyangka akan permintaan King padanya."Apa maksud semua ini, King? Tega sekali kamu memintaku untuk menjadi seorang pelayan! Kenapa kamu meminta hal yang tidak pernah bisa aku bayangkan?" Naya berusaha untuk menguatkan diri, tetapi hati tak sanggup menahan derita dimana kejutan pagi hari benar-benar di luar ekspektasi. Rasa terkejut yang membawa kesadarannya, membuat tubuh lemas jatuh lemah tak berdaya dengan sesal hati meratapi nasibnya sendiri. Bagaimana wanita itu tidak terk
Sekilas bayangan justru menjadi ketidaknyamanan. Sungguh tak berniat mengingat masa lalu, apalagi ketika masa yang sudah terlewat hanya menjadi sisa rasa tanpa ada pengakuan. Apa bedanya dengan rasa yang seakan terasingkan?Wajar bukan ketika hati merasa sakit? Lagi dan lagi, ia harus memendam perasaan serta menghempaskan sisa ingatan yang tidak perlu untuk digali kembali. Satu kebenaran sudah cukup untuk menjadi alarm pengingat, dimana pernikahannya berlangsung demi menyelamatkan nyawa banyak orang.Naya yang melamun sampai tak sadar ketika tuan Matthew berjalan melewatinya. Bahkan nyonya Aya yang memperhatikan menantunya masih mengantarkan kepergian sang suami tanpa pergi meninggalkan ruang makan. Suaminya memang tidak mewajibkan ia untuk diantar sampai ke depan pintu, jadi cukup melihat dari jarak jauh sampai punggung yang selama ini menjadi tempatnya menyadarkan kepala menghilang di balik pintu.Barulah setelah itu, nyonya Aya mengalihkan perhatian ke Naya kembali. Menantu pertama
Kesibukan nyonya Aya di dalam kamar cukup begitu lama, bahkan sampai Naya yang menunggu di luar sudah berulang kali berjalan mondar-mandir seperti setrikaan. Wajah tanpa polesan make up terlihat begitu pucat karena kelelahan, tapi ia tak peduli dan masih saja berpindah-pindah tempat hanya sekedar mengurangi kebosanan.Naya menggerogoti kuku, lirikan mata tertuju pada kamar pintu tengah yang terlihat tenang diam di tempat. "Lama banget, ya. Di dalam sana, ada apa, sih? Sabar, Naya, lebih baik tunggu saja!"Ketidaksabaran Naya sangat dimaklumi. Apalagi setelah diminta untuk tetap diam di tempat sampai ibu mertuanya kembali, hanya saja ia merasa sudah seperti patung yang terabaikan. Dia ini menantu, pelayan atau hanya barang yang keberadaannya harus mengikuti isyarat jemari sang ibu mertua.Satu sisi hati meyakini bahwa apapun yang terjadi demi kebaikan hubungannya dan King. Akan tetapi, kenapa logika terus saja mendesak keyakinan hati agar ia percaya bahwa pernikahan yang dijalaninya ad