Lily berjalan menuju rumah Bu Laksmi sembari membawa dua buah kotak pizza yang ia beli siang tadi. Ia ingin terus mendekati keluarga Eril agar mereka jatuh hati dan berpihak padanya. Tak lupa, Lily berpenampilan dengan anggun agar Bu Laksmi semakin menyukainya."Assalamu'alaikum, Bu?" Ucap Lily pada Bu Laksmi yang tengah menanam beberapa bunga kesukaannya pada pot-pot kecil."Wa'alaikumsalam, eh Lily," Bu Laksmi tersenyum senang melihat perempuan yang menurutnya pantas bersanding dengan Eril datang menemuinya."Lily ganggu engga, Bu?""Engga, kamu engga pernah ganggu ibu," Bu Laksmi melepaskan sarung tangan yang dipakai untuk membereskan tanamannya."Duduk, Ly!" Bu Laksmi mempersilahkan Lily duduk dengan ramah tamah. Begitu berbeda sikapnya pada Lily dan Sofia. Pada Lily, Bu Laksmi selalu bersikap hangat dan ramah.Lily dan Bu Laksmi pun mendudukan diri mereka di kursi taman yang ada di depan taman mini milik Bu Laksmi."Ini Lily bawain ibu pizza. Lily inget aja Mas Eril dulu bilang k
Sofia memasukan baju-baju yang sudah ia setrika ke dalam lemari. Dirinya menoleh pada sang suami yang tengah asyik berselonjor di atas kasur sambil memainkan gadgetnya. Bahkan sesekali, Eril tersenyum menatap layar ponselnya. Entah siapa yang Eril hubungi, tapi itu membuat Sofia tidak senang. Firasatnya, Eril kini sedang bertukar kabar dengan wanita lain."Kamu senyum-senyum terus liat HP, siapa yang kamu hubungin, Mas?" Sofia menutup pintu lemari ketika semua pakaian sudah ditata rapi."Em-A-anu, ini temanku ngelawak," Eril terlihat gugup sembari menekan tombol power agar layar ponselnya mati."Bukan wanita kan?" Sofia menerawang raut wajah suaminya."Kalau kita engga berantem, kayanya kamu engga tenang ya? Selalu aja curigain aku," Eril menatap Sofia dengan jengah."Ya, aku kan cuma nanya, Mas. Kalau kamu engga ngerasa, gak usah marah dong!" Sofia mendudukan dirinya di atas kasur."Kamu engga cape apa selalu curigaan sama aku terus? Lama-lama aku cape lho kamu over thingking terus s
Eril baru saja berangkat kerja. Seperti biasa, Sofia mengantarnya sampai halaman kontrakan. Setelah motor Eril menghilang dari pandangan Sofia, bergegas wanita muda yang tengah hamil itu berjalan menuju kamarnya. Sofia mengganti daster kusamnya dengan baju hamil yang baru dibelikan Eril tempo hari.Hari ini Sofia berencana untuk mendatangi toko mas. Sofia akan menjual mahar yang diberikan Eril dulu. Rencananya uang itu akan ia gunakan untuk simpanan biaya lahiran dan perlengkapan bayi. Sofia harus menelan kekecewaan tatkala perubahan Eril hanya sebentar saja, Eril kembali seperti awal pelit dan perhitungan.Sofia ingin mendebat suaminya itu. Namun membayangkannya saja dia sudah lelah sekali. Pasti Eril mengeluarkan jurus andalannya, menyebutnya istri durhaka dan tak bersyukur jika Sofia mengeluh tentang keuangan. Kembali ke mahar, Sofia sangat penasaran dengan mahar yang diberikan oleh Eril. Dahulu Eril pernah bercerita jika ia memberikan uang sebesar lima belas juta kepada Bu Laksmi
Mega baru saja selesai membantu wanita yang bersalin di tempat dinasnya, yaitu di puskesmas yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Mega membersihkan tangannya dengan hand sanitizer setelah tadi mencucinya berulang kali. Mega memang terkenal angkuh di lingkungan kerjanya. Apalagi setelah dirinya dipersunting oleh seorang pilot, membuat kepalanya bertambah besar. Ia juga enggan untuk berinteraksi dengan tenaga medis yang masih berstatus honorer. "Mbak, mau pulang?" Tanya office boy yang sedang membersihkan taman depan puskesmas. "Mau liburan!" Seloroh Mega dengan memutar bola matanya. Malas sekali dengan orang yang berbasi basi kepadanya. Kemudian wanita itu langsung masuk ke dalam mobilnya dan tancap gas meninggalkan area parkir puskesmas. "Sabar ya, Pak! Bidan Mega emang kaya gitu," perawat wanita yang melihat menghibur office boy tua yang tampak bersedih itu. "Engga apa-apa, Neng. Saya mah udah biasa," office boy itu menjawab dengan sedih, kemudian melanjutkan kegiatan bersih-ber
Sejak pulang dari toko mas, Sofia hanya diam saja. Air mata sesekali masih menetes. Cepat-cepat Sofia langsung menghapusnya. Untuk saat inu Sofia lebih banyak melamun seraya mengusap perut buncitnya. Sofia selalu berharap setelah dirinya melahirkan, keluarga Eril bisa menerimanya dengan baik. Namun kenyataan pahit yang baru ia terima membuatnya semakin berkecil hati. Bu Laksmi memang tidak main-main membencinya. Mertuanya itu sangat tega memberikan emas palsu yang dijadikan mahar kepadanya. Sofia tak yakin hati Bu Laksmi akan mencair setelah melihat bayinya lahir ke alam dunia. Sofia terlalu kecewa dan putus asa. "Sayang aku pulang," suara Eril terdengar. Namun Sofia enggan untuk menyambut. Wanita cantik itu masih saja duduk di kursi meja makan. "Sayang?" Suara Eril terdengar lagi. Pria bertubuh tinggi itu berjalan menuju Sofia yang sedang duduk dengan wajah pilunya. "Kamu kenapa? Kamu lagi nangis?" Dahi Eril mengernyit. Tangannya tak lupa ia ulurkan pada Sofia untuk dicium oleh
Eril dan Sofia kini tengah duduk berhadapan dengan Bu Laksmi. Mega dan juga Rizal turut ada di ruangan itu. Bu Laksmi menatap wajah Eril yang saat ini tidak ada keramah tamahan padanya. Walaupun Eril selalu membela wanita yang sudah melahirkannya, tapi jauh di lubuk hatinya Eril pun kecewa karena uang yang ia amanahkan pada Bu Laksmi dibelikan emas kawin palsu yang tidak ada nilainya sama sekali. Mega pun tampak menoleh pada sang ibu yang saat ini masih diam. Rizal sendiri merasa heran karena atmosfer di rumah itu mendadak panas dan juga tegang. "Kalian ini kenapa? Datang ke rumah ibu dengan wajah ditekuk!" Buka Bu Laksmi karena semua orang di rumah itu kini hanya diam. Sofia sendiri menunggu Eril berbicara beberapa kata sampai ia menjelaskan semua duduk perkaranya. "Eril dan Sofia ke sini karena kita ingin mencari tahu alasan ibu membelikan Sofia mahar yang berupa emas palsu!" Jelas Eril dengan wajah tegas dan tanpa berbasa-basi. Mata Bu Laksmi melotot. Bahkan seperti hampir melo
Seminggu semenjak dari rumah Bu Laksmi, Eril mendiamkan Sofia. Pria itu melakukan silent treatment agar Sofia lebih bisa menghormati ibunya. Bagi Eril terlalu menyakitkan saat Sofia tidak percaya alasan Bu Laksmi memberikannya emas palsu. Sofia yang didiamkan oleh Eril pun tak ambil pusing. Dirinya adalah korban, lalu mengapa semua orang seakan memojokan dirinya sepertii seorang tersangka? Sofia ikut mendiamkan Eril. Hatinya yang selalu kesepian pun kini seolah mulai membeku. Wanita itu bahkan menikmati hari-harinya walau suaminya mendiamkannya. Menurut Sofia, keluarga Eril sudah sangat melampui batas. Sofia menatap Eril yang tengah tersenyum menatap ponselnya. Wanita itu kini seakan tidak peduli dengan apa yang dilakukan suaminya. Dirinya saat ini bertahan di rumah kontrakan karena alasan kehamilan dan alasan kedua orang tuanya. Sofia takut jika ia pulang, dirinya menjadi beban baru bagi kedua orang tuanya. Sofia kemudian merebahkan tubuhnya di kasur. Tak lama Eril menyusul dan ke
Sofia menatap Eril yang sedang menikmati sarapan paginya sembari menatap ponselnya. Sofia pun menatap tajam suaminya. Dari tadi Sofia berbicara Eril hanya berkata iya dan iya saja. "Mas, kamu denger gak sih aku ngomong?" Sofia menaikan nada bicaranya sedikit agar Eril dapat fokus padanya. "Denger kok," Eril mengambil minum dan meneguknya hingga tandas. "Aku bilang apa?" Sofia menautkan kedua alisnya. "Emm, sudahlah tidak penting untuk dibahas," Eril berkilah. Pria itu kemudian menyendokan kembali nasi goreng kambing buatan sofia ke dalam mulutnya. "Mas, seandainya ya. Aku bukan menuduh, seandainya jika kamu selingkuh, aku tidak akan pernah memaafkan kamu. Aku paling benci pengkhianatan," Sofia berucap dengan tegas. Hatinya merasakan Eril sedang ada kedekatan bersama wanita lain dan Sofia yakin jika itu adalah Lily. Firasatnya memang tidak semuanya benar. Akan tetapi kali ini firasat Sofia benar. Ia merasa jika Eril sedang membangun kedekatan bersama Lily. "Apa sih? Kam