Intan memoleskan make up tipis di wajahnya, hari ini ia akan pergi bekerja. Intan adalah seorang PNS, pun Dicky suaminya yang menjabat sebagai PNS pula. Intan dan Dicky telah dikaruniai dua orang anak. Anak pertama berumur lima tahun, dan anak kedua berumur tiga tahun. "Ayo sayang kita langsung berangkat ke rumah nenek!" Ajak Intan yang sudah siap dengan setelan seragam ASN yang khas. "Sebaiknya kita carikan baby sitter lain untuk mereka. Kasihan ibuku jika harus disuruh menjaga Arsha dan Arshy," terus terang Dicky yang sudah merasa gerah melihat tingkah istrinya yang membulatkan tekadnya menitipkan kedua anaknya kepada ibunya, Laksmi. Baby sitter yang tempo hari mengasuh anaknya memang pulang kampung dan tidak kembali. "Baby sitter lain itu harus dibayar juga. Mending ke ibu kamu aja, Mas. Lagian ibu gak suka protes kok kalau aku sesekali nitipin mereka. Aku yakin kali ini ibu tidak akan protes jika kita meminta agar ibu jadi pengasuh Arsya dan Arsyi. Tempo hari ibu sudah set
Rahman tidak bisa tidur dengan nyenyak. Ia berguling ke kanan dan kiri seolah mencari posisi tidur yang nyaman. Tentu saja pergeseran tubuhnya membangunkan Sri yang baru saja terlelap ke alam mimpi. "Ada apa, Pak? Kok bapak gelisah begitu?" Tanya Sri sembari mengucek kedua matanya. Sri memperhatikan wajah suaminya. Wajah suaminya terlihat resah. Ia tahu Rahman sedang memikirkan banyak masalah. Dengan cepat, Sri memiringkan tubuhnya menghadap pria yang telah bertahun-tahun hidup bersamanya itu. "Bapak kepikiran sama Sofia, Bu. Bapak engga nyangka hidup dia menderita. Bapak sudah gagal menjadi ayah untuk membahagiakannya," lirih Rahman dengan sendu. Sorot matanya memancarkan kilatan kesedihan yang mendalam. Ya, orang tua mana yang rela anaknya diperlakukan seperti yang dialami Sofia? Diberikan emas kawin palsu saat pernikahan dan tidak pernah diterima dengan hangat oleh keluarga suaminya."Ibu pun sama, Pak. Ibu gak yakin apakah Sofia bisa melanjutkan pernikahannya. Keluarga Eril san
Bus kelas ekonomi yang mengangkut Rahman dan Sri melaju meninggalkan terminal menuju hingar bingar ibu kota. Pikiran Rahman benar-benar bercabang. Di satu sisi ia memikirkan ayahnya. Di satu sisi yang lain ia begitu memikirkan nasib rumah tangga putrinya. Apalagi pemandangan saat Eril bermesraan di atas motor bersama Lily benar-benar membuat pikiran Rahman tidak tenang dan diselimuti kekhawatiran yang besar. Bagaimana jika memang Eril menghianati putrinya? "Bu, apakah selama ini Sofia bercerita mengenai suaminya?" Tanya Rahman pada istrinya yang juga sedang termenung "Tidak, Pak. Sofia selama ini begitu tertutup akan permasalahan rumah tangganya. Hanya tentang emas kawin palsu itu dia mengadu pada kita. Itupun tujuannya untuk menanyakan perihal sah atau tidaknya pernikahan mereka," jawab Sri dengan sorot mata penuh kesedihan. "Kita sudah berhasil mendidik Sofia, Bu. Sofia tidak ingin membagi kisah rumah tangganya pada kita karena dia ingin menyimpan rahasia rumah tangga mereka den
Sofia terduduk sendirian di dalam rumah pasca kepergian kedua orang tuanya ke kota. Ia yang bosan memutuskan untuk pulang dengan menaiki angkot ke rumah kontrakannya. Sofia tidak berharap banyak pada suaminya, karena pesannya hanya dibaca saja. Sofia memang meminta izin saat ia akan menginap di rumah orang tuanya karena Eril tak ada menjemputnya. Tak ingin larut dalam kesedihan, Sofia lebih memilih untuk berprasangka baik saja. Mungkin Eril tidak sempat untuk menjemputnya. Begitu pikirnya. Saat wanita itu menaiki angkutan umum, perutnya terasa sangat nyeri. Sofia memang belum memeriksakan kembali kehamilannya. Selain belum ada uang, ia cukup takut bertemu kembali dengan mantan kekasihnya. Setibanya di rumah kontrakan, Sofia menatap isi rumah. Sepertinya Eril tidak pulang ke rumah saat dirinya menginap di rumah kedua orang tuanya. Di mana lagi Eril berada, pasti pria itu pulang ke rumah ibunya. Diambilnya sapu dan juga pel, Sofia pun dengan gesit membersihkan rumah yang ia tinggal s
Sepulangnya dari rumah Sri dan Rahman, Sofia diliputi kesedihan. Wanita itu kini tengah berdiam diri seorang diri di kontrakan kecil yang menjadi saksi bisu pernikahannya bersama sang suami. Sofia mengelus perutnya. Ia merasa sedih karena dirinya belum membelikan apapun untuk calon anaknya. Sofia juga belum mempunyai uang untuk biaya lahiran. Sebenarnya Sofia memiliki jaminan kesehatan yang ia bayar setiap bulan. Akan tetapi, semenjak menikah dengan Eril, pria itu tak membayar asuransi kesehatan yang Sofia miliki. Padahal asuransi kesehatan Sofia kelas tiga dan tidak cukup berat membayarnya. Karena lama tidak dibayar, otomatis asuransi kesehatannya itu sudah tidak aktif. Perhiasan yang Sofia andalkan untuk lahiran pun pupus sudah karena emas itu hanya emas imitasi. Wanita hamil itu teringat akan tabungan kecil-kecilan yang pernah ia sumpan. Sofia kemudian berdiri dan membuka lemari, ia melihat blazer ketika masa gadisnya tergantung begitu saja. Dengan hati-hati Sofia membuka bagian
Bu Laksmi tak percaya Eril akan memilih pergi bersama Sofia. Matanya memanas. Ia teringat ketika ia hamil dan melahirkan Eril. Bu Laksmi teringat ia mati-matian menyekolahkan Eril dan ia tak terima setelah sukses Sofia mencoba menguasai Eril sepenuhnya. Tidak. Ini tidak boleh terjadi. Eril harus lebih berpihak padanya, Apalagi malam ini Lily akan ikut bersama mereka. Lily dan Eril harus dekat dan bersatu kembali. Itulah tekad Bu Laksmi. "Aww!" Bu Laksmi memegang kepalanya. Ia meringis seperti menahan sakit. Aktingnya sangat totalitas, layak diberikan piala Oscar. "Kenapa, Bu?" Mega bertanya dengan panik, ia mendekati sang ibu, lalu membimbingnya duduk di sofa. Daffa yang baru masuk ke dalam keluarga Bu Laksmi pun tampak cemas. Ia memang belum tahu peringai asli Bu Laksmi seperti apa. Rizal dan Delia pun sama. Mereka mendekat ke arah Bu Laksmi dengan cemas. Sementara Eril menghentikan langkahnya. Ia melepaskan genggamannya di tangan Sofia. Eril berbalik dan ikut menghampiri Bu
Dokter Reynard yang baru saja membuka poliklinik berjalan dengan tergesa-gesa menuju ruang IGD. Ketika tirai ia singkap, wajahnya terlihat sangat terkejut ketika melihat Sofia tengah terbaring lemah dengan keadaan yang sangat memilukan. "Sofia?" Gumam Reynard, ia menatap wanita yang pernah menjadi bagian masa lalunya itu dengan iba. Bagaimana tidak, Sofia terlihat menyedihkan dengan baju yang kusam. Tubuhnya pun seperti kurang asupan makanan yang bergizi. Wajahnya pucat dan bibirnya terlihat begitu kering seperti kekurangan minum. Reynard menutup tirai pasien, ia memerintahkan bidan yang bertugas di ruangan IGD untuk mengambil alat cardiotocography atau CTG untuk memantau aktivitas dan denyut jantung janin. Sebelumnya Reynard memasangkan selang oksigen di hidung Sofia. Ia pun mengecek denyut jantung dan tensi darahnya. "90, rendah sekali!" Reynard terkejut. Pasalnya saat dirinya memeriksa Sofia tiga minggu yang lalu tensinya masih normal. Dengan tangan bergetar, Reynard menyi
Ponsel Eril berdering untuk kesekian kalinya, entah ke berapa kali ia mengabaikan panggilan itu. Menurutnya itu hanya orang iseng saja, karena nomor yang tercantum tidak dikenali. Malam ini Eril, Bu Laksmi, Lily sedang makan malam di sebuah restoran berbintang lima. Tak lupa ia mengajak Mega, Dafa, Intan, Delia dan juga Rizal. Dicky tak ikut, karena ia tak mau ikut bersenang-senang diatas penderitaan Sofia. Laki-laki itu cukup peka dengan perasaan adik iparnya. Pria itu memilih untuk menjaga kedua anaknya saja di rumah. "Itu siapa, Ril? Kok diabaikan sih?" Lily yang sedari tadi memperhatikan Eril merasa terusik dengan ponsel milik sang pujaan hati yang terus saja berdering. "Gak tahu nih, Ly. Gak ada nomornya. Biarin ajalah. Engga penting!" Jawab Eril, ia masih asik melahap steak tenderloin miliknya. Tak ada kekhawatiran pada istrinya yang tadi sore pamit untuk berbelanja kebutuhan bayi. "Angkat aja, kak. Siapa tahu itu telepon penting!" Timpal Mega santai. "Iya, Ril. Tak