Eril dan Sofia kini tengah duduk berhadapan dengan Bu Laksmi. Mega dan juga Rizal turut ada di ruangan itu. Bu Laksmi menatap wajah Eril yang saat ini tidak ada keramah tamahan padanya. Walaupun Eril selalu membela wanita yang sudah melahirkannya, tapi jauh di lubuk hatinya Eril pun kecewa karena uang yang ia amanahkan pada Bu Laksmi dibelikan emas kawin palsu yang tidak ada nilainya sama sekali. Mega pun tampak menoleh pada sang ibu yang saat ini masih diam. Rizal sendiri merasa heran karena atmosfer di rumah itu mendadak panas dan juga tegang. "Kalian ini kenapa? Datang ke rumah ibu dengan wajah ditekuk!" Buka Bu Laksmi karena semua orang di rumah itu kini hanya diam. Sofia sendiri menunggu Eril berbicara beberapa kata sampai ia menjelaskan semua duduk perkaranya. "Eril dan Sofia ke sini karena kita ingin mencari tahu alasan ibu membelikan Sofia mahar yang berupa emas palsu!" Jelas Eril dengan wajah tegas dan tanpa berbasa-basi. Mata Bu Laksmi melotot. Bahkan seperti hampir melo
Seminggu semenjak dari rumah Bu Laksmi, Eril mendiamkan Sofia. Pria itu melakukan silent treatment agar Sofia lebih bisa menghormati ibunya. Bagi Eril terlalu menyakitkan saat Sofia tidak percaya alasan Bu Laksmi memberikannya emas palsu. Sofia yang didiamkan oleh Eril pun tak ambil pusing. Dirinya adalah korban, lalu mengapa semua orang seakan memojokan dirinya sepertii seorang tersangka? Sofia ikut mendiamkan Eril. Hatinya yang selalu kesepian pun kini seolah mulai membeku. Wanita itu bahkan menikmati hari-harinya walau suaminya mendiamkannya. Menurut Sofia, keluarga Eril sudah sangat melampui batas. Sofia menatap Eril yang tengah tersenyum menatap ponselnya. Wanita itu kini seakan tidak peduli dengan apa yang dilakukan suaminya. Dirinya saat ini bertahan di rumah kontrakan karena alasan kehamilan dan alasan kedua orang tuanya. Sofia takut jika ia pulang, dirinya menjadi beban baru bagi kedua orang tuanya. Sofia kemudian merebahkan tubuhnya di kasur. Tak lama Eril menyusul dan ke
Sofia menatap Eril yang sedang menikmati sarapan paginya sembari menatap ponselnya. Sofia pun menatap tajam suaminya. Dari tadi Sofia berbicara Eril hanya berkata iya dan iya saja. "Mas, kamu denger gak sih aku ngomong?" Sofia menaikan nada bicaranya sedikit agar Eril dapat fokus padanya. "Denger kok," Eril mengambil minum dan meneguknya hingga tandas. "Aku bilang apa?" Sofia menautkan kedua alisnya. "Emm, sudahlah tidak penting untuk dibahas," Eril berkilah. Pria itu kemudian menyendokan kembali nasi goreng kambing buatan sofia ke dalam mulutnya. "Mas, seandainya ya. Aku bukan menuduh, seandainya jika kamu selingkuh, aku tidak akan pernah memaafkan kamu. Aku paling benci pengkhianatan," Sofia berucap dengan tegas. Hatinya merasakan Eril sedang ada kedekatan bersama wanita lain dan Sofia yakin jika itu adalah Lily. Firasatnya memang tidak semuanya benar. Akan tetapi kali ini firasat Sofia benar. Ia merasa jika Eril sedang membangun kedekatan bersama Lily. "Apa sih? Kam
Intan memoleskan make up tipis di wajahnya, hari ini ia akan pergi bekerja. Intan adalah seorang PNS, pun Dicky suaminya yang menjabat sebagai PNS pula. Intan dan Dicky telah dikaruniai dua orang anak. Anak pertama berumur lima tahun, dan anak kedua berumur tiga tahun. "Ayo sayang kita langsung berangkat ke rumah nenek!" Ajak Intan yang sudah siap dengan setelan seragam ASN yang khas. "Sebaiknya kita carikan baby sitter lain untuk mereka. Kasihan ibuku jika harus disuruh menjaga Arsha dan Arshy," terus terang Dicky yang sudah merasa gerah melihat tingkah istrinya yang membulatkan tekadnya menitipkan kedua anaknya kepada ibunya, Laksmi. Baby sitter yang tempo hari mengasuh anaknya memang pulang kampung dan tidak kembali. "Baby sitter lain itu harus dibayar juga. Mending ke ibu kamu aja, Mas. Lagian ibu gak suka protes kok kalau aku sesekali nitipin mereka. Aku yakin kali ini ibu tidak akan protes jika kita meminta agar ibu jadi pengasuh Arsya dan Arsyi. Tempo hari ibu sudah set
Rahman tidak bisa tidur dengan nyenyak. Ia berguling ke kanan dan kiri seolah mencari posisi tidur yang nyaman. Tentu saja pergeseran tubuhnya membangunkan Sri yang baru saja terlelap ke alam mimpi. "Ada apa, Pak? Kok bapak gelisah begitu?" Tanya Sri sembari mengucek kedua matanya. Sri memperhatikan wajah suaminya. Wajah suaminya terlihat resah. Ia tahu Rahman sedang memikirkan banyak masalah. Dengan cepat, Sri memiringkan tubuhnya menghadap pria yang telah bertahun-tahun hidup bersamanya itu. "Bapak kepikiran sama Sofia, Bu. Bapak engga nyangka hidup dia menderita. Bapak sudah gagal menjadi ayah untuk membahagiakannya," lirih Rahman dengan sendu. Sorot matanya memancarkan kilatan kesedihan yang mendalam. Ya, orang tua mana yang rela anaknya diperlakukan seperti yang dialami Sofia? Diberikan emas kawin palsu saat pernikahan dan tidak pernah diterima dengan hangat oleh keluarga suaminya."Ibu pun sama, Pak. Ibu gak yakin apakah Sofia bisa melanjutkan pernikahannya. Keluarga Eril san
Bus kelas ekonomi yang mengangkut Rahman dan Sri melaju meninggalkan terminal menuju hingar bingar ibu kota. Pikiran Rahman benar-benar bercabang. Di satu sisi ia memikirkan ayahnya. Di satu sisi yang lain ia begitu memikirkan nasib rumah tangga putrinya. Apalagi pemandangan saat Eril bermesraan di atas motor bersama Lily benar-benar membuat pikiran Rahman tidak tenang dan diselimuti kekhawatiran yang besar. Bagaimana jika memang Eril menghianati putrinya? "Bu, apakah selama ini Sofia bercerita mengenai suaminya?" Tanya Rahman pada istrinya yang juga sedang termenung "Tidak, Pak. Sofia selama ini begitu tertutup akan permasalahan rumah tangganya. Hanya tentang emas kawin palsu itu dia mengadu pada kita. Itupun tujuannya untuk menanyakan perihal sah atau tidaknya pernikahan mereka," jawab Sri dengan sorot mata penuh kesedihan. "Kita sudah berhasil mendidik Sofia, Bu. Sofia tidak ingin membagi kisah rumah tangganya pada kita karena dia ingin menyimpan rahasia rumah tangga mereka den
Sofia terduduk sendirian di dalam rumah pasca kepergian kedua orang tuanya ke kota. Ia yang bosan memutuskan untuk pulang dengan menaiki angkot ke rumah kontrakannya. Sofia tidak berharap banyak pada suaminya, karena pesannya hanya dibaca saja. Sofia memang meminta izin saat ia akan menginap di rumah orang tuanya karena Eril tak ada menjemputnya. Tak ingin larut dalam kesedihan, Sofia lebih memilih untuk berprasangka baik saja. Mungkin Eril tidak sempat untuk menjemputnya. Begitu pikirnya. Saat wanita itu menaiki angkutan umum, perutnya terasa sangat nyeri. Sofia memang belum memeriksakan kembali kehamilannya. Selain belum ada uang, ia cukup takut bertemu kembali dengan mantan kekasihnya. Setibanya di rumah kontrakan, Sofia menatap isi rumah. Sepertinya Eril tidak pulang ke rumah saat dirinya menginap di rumah kedua orang tuanya. Di mana lagi Eril berada, pasti pria itu pulang ke rumah ibunya. Diambilnya sapu dan juga pel, Sofia pun dengan gesit membersihkan rumah yang ia tinggal s
Sepulangnya dari rumah Sri dan Rahman, Sofia diliputi kesedihan. Wanita itu kini tengah berdiam diri seorang diri di kontrakan kecil yang menjadi saksi bisu pernikahannya bersama sang suami. Sofia mengelus perutnya. Ia merasa sedih karena dirinya belum membelikan apapun untuk calon anaknya. Sofia juga belum mempunyai uang untuk biaya lahiran. Sebenarnya Sofia memiliki jaminan kesehatan yang ia bayar setiap bulan. Akan tetapi, semenjak menikah dengan Eril, pria itu tak membayar asuransi kesehatan yang Sofia miliki. Padahal asuransi kesehatan Sofia kelas tiga dan tidak cukup berat membayarnya. Karena lama tidak dibayar, otomatis asuransi kesehatannya itu sudah tidak aktif. Perhiasan yang Sofia andalkan untuk lahiran pun pupus sudah karena emas itu hanya emas imitasi. Wanita hamil itu teringat akan tabungan kecil-kecilan yang pernah ia sumpan. Sofia kemudian berdiri dan membuka lemari, ia melihat blazer ketika masa gadisnya tergantung begitu saja. Dengan hati-hati Sofia membuka bagian