Seminggu setelah pernikahan, Eril dan Lily masih tinggal di rumah Bu Laksmi. Memang sesudah akad, pagi harinya mereka pindah ke rumah Bu Laksmi. Hari ini pun adalah hari terakhir Eril dan Lily cuti. Rencananya Eril akan mencari rumah yang sesuai dompetnya untuk ditinggali bersama Lily. Eril menggeliat pelan, ia mengucek matanya. Yang ia lihat pertama kali adalah Lily yang masih tertidur dengan nyenyak. Hatinya merasa hampa. Seperti ada sesuatu yang hilang karena biasanya tiap Eril membuka mata, dirinya akan melihat Sofia yang sudah terbangun lebih dulu. "Ly, bangun! Ini udah pagi," Eril menggoyang bahu Lily pelan. Namun tidak ada respon dari istri barunya itu. "Ly?" Eril menggoyang bahu Lily sekali lagi. "Hm, aku masih ngantuk," Lily bergumam, ia kemudian menyelimuti tubuhnya hingga leher. Selalu saja seperti ini. Seminggu setelah menjadi istri Eril, Lily selalu saja bangun siang. Wanita itu pun enggan untuk membantu Bu Laksmi yang sibuk di dapur. Ada rasa penasaran dalam sanubar
Reynard baru saja pulang dari rumah sakit. Ia cukup lelah karena hari ini jadwal operasi sangat padat. Belum lagi, Reynard menyempatkan membuka poliklinik untuk memeriksa pasien rawat jalan. Tenaganya seolah terkuras habis. Reynard mengemudikan mobil sport miliknya, hari ini ia akan pulang ke rumah dan langsung beristirahat. Reynard mengemudikan mobilnya dengan pelan karena ia melewati area pasar. Area yang selalu macet dan banyak orang menyebrang. Pria berkulit putih itu memperhatikan orang-orang yang sedang berbelanja di pinggir jalan. Dahinya mengkerut saat melihat Sofia tengah berjalan dengan membawa tentengan yang sangat banyak di tangannya. Tiba-tiba saja Reynard teringat dengan kenangan mereka. Dirinya selalu memaksa menjemput Sofia, sedangkan wanita itu selalu berusaha menolak karena takut merepotkan. Rasa lelah yang tadi Reynard rasa seakan sirna saat melihat wanita yang pernah menjadi bagian hidupnya sedang berjalan seorang diri. Reynard bertekad akan berjuang mendapatkan
Mega hari ini mengikuti reuni SMA bersama teman-temannya di sebuah rumah makan yang ada di pusat kota. Ia menaiki mobil yang dibelikan Eril secara kredit padanya. Daffa tidak bisa mengantar karena pria itu dari pagi buta sudah berangkat lagi untuk bekerja. Mega berjalan dengan pongah ke arah teman-temannya yang sedang duduk di aula rumah makan yang besar. Tak lupa, Mega menenteng tas branded yang Daffa berikan padanya sebagai hantaran saat pernikahan. "Wih Mega udah datang!" Seru seorang teman Mega yang dulu pernah menjadi teman sebangku di SMA nya. Mega tampak tidak menyauti sapaan dari teman yang pernah menjadi sobat karibnya itu. "Bu Bidan Mega datang!" Temannya yang lain menyapa Mega. "Hey, Ta!" Mega tersenyum balik menyapa temannya yang bernama Tita itu. Ia sangat senang seseorang menyebutkan profesinya kini. Mega sangat berbangga hati karena dirinya kini sudah menjadi orang yang sukses. Menjadi bidan yang lulus tes pegawai negeri sipil dan juga menikahi seorang pilot. A
Rahman turun dari mobilnya. Sudah lama sekali rasanya dirinya tidak menyetir mobil. Dulu memang saat kuliah, Rahman selalu saja menyetir mobil ke mana pun. Saat itu Rahman tidak terbiasa naik kendaraan roda dua karena takut kepanasan dan takut kehujanan. Tapi saat menikahi Sri, jungkir balik dunia Rahman dimulai. Ia yang terbiasa hidup mewah di sangkar emasnya harus mengalami kesulitan saat tinggal di kosan Sri yang hanya sepetak. Rahman yang terbiasa tidur di kamar ber Ac harus berguling ke sana ke mari selama beberapa jam. Barulah ia bisa tidur.Rahman tersenyum saat mengingat masa lalunya. Cintanya sangat besar pada Sri hingga Rahman akhirnya bisa bertahan hidup dan menjadi tulang punggung untuk Sri dan Sofia. Awalnya memang sangat sulit. Perjalanan hidupnya di penuhi dengan derai air mata. Apalagi saat Sri melahirkan Sofia, keadaan mereka saat itu benar-benar sangat sulit. Rahman kini bersyukur karena ujian cintanya dan Sri akhirnya mendapatkan jua sebuah nilai yang memuaskan, ya
Sofia duduk termenung di pinggir kolam renang, Ia masih tak menyangka hidupnya akan berubah seratus delapan puluh derajat. Kakeknya Hartanto begitu memanjakan Sofia dan Sri dengan fasilitas yang mewah. Namun Sofia belum terbiasa, ia masih mengira ini adalah mimpi. Netra wanita cantik itu menatap langit yang bertaburan bintang berkelap-kelip, ia mengingat perkataan Reynard tadi. Sofia tak menyangka Reynard masih menyimpan perasaan padanya. Haruskah ia percaya? Namun Sofia begitu mengenal mantan kekasihnya itu. Dia tak suka berbohong dan dibohongi. Sofia pun melihat kesungguhan di wajah dokter tampan itu. "Sofia?" Panggil Sri yang membuat Sofia terkejut. Padahal Sri sudah dari tadi duduk di kursi dekat kolam, hanya saja Sofia tak menyadari kedatangan ibunya. "Ibu mengagetkanku!" Sofia memegang dadanya, ia kemudian ikut duduk di kursi yang diduduki oleh Sri. "Ada apa, sayang? Kamu memikirkan apa?" Tanya Sri ingin tahu. Wanita paruh baya itu bertekad akan lebih memperhatikan anak sulu
Eril mendecakan lidahnya ketika ia membuka tudung saji yang ada di atas meja makan. Di dalam tudung saji itu tidak tersedia makanan apapun. Hanya ada segelas air putih saja yang terhidang di atas meja.Eril menghembuskan nafasnya kasar. Sudah satu minggu dirinya dan Lily pindah ke hunian baru mereka. Eril memang membeli sebuah rumah minimalis yang ada di dekat rumah Bu Laksmi. Kebetulan ada tetangga yang pindah dan menjual rumah itu. Walau awalnya Lily menolak karena rumah itu berbeda jauh dengan rumah Mega, tapi akhirnya Lily menyetujui. Eril pun kemudian langsung membelinya karena harganya yang cukup miring."Ly?" Eril berteriak memanggil istri sirinya.Ia kemudian melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar. Eril melihat Lily tengah duduk di depan cermin riasnya sembari mengcurly rambutnya yang lurus."Apa sih, Sayang? Berisik amat!" Tanya Lily tanpa melihat pada suaminya. Matanya sedang asyik menilik cermin agar curly an nya sempurna."Kamu engga masak?" Eril bertanya dengan wajah
Rahman dan Hartanto tiba di hunian baru Sri dan Sofia. Rumah itu adalah rumah yang paling besar dan megah di komplek elit itu. Mata Rahman berkaca-kaca. Akhirnya istri dan putrinya bisa mendapatkan kehidupan yang layak. Apalagi Sofia. Rahman amat bersedih ketika mengingat fakta jika Sofia tidak diberikan nafkah yang layak oleh Eril saat mereka masih bersama. Pantas saja penampilan putrinya selalu saja terlihat menyedihkan."Ayo, Pa kita masuk!" Rahman membukakan pintu mobil untuk Hartanto. Pria yang terlihat masih berkharisma di usianya yang mulai senja itu keluar dengan penampilan yang gagah. Terlihat sekali jika ia adalah seorang pria yang memiliki ketegasan dan karakter yang kuat."Assalamua'laikum!" Seru Rahman dengan raut wajah berbinar. Begitu pun dengan wajah Hartanto. Ia tidak sabar untuk bertemu cucu yang dulu tidak diakui olehnya.Tak lama pintu dibuka oleh Sri. Wajah wanita itu terlihat terkejut melihat ayah mertuanya singgah di kediaman mereka."Papa?" Ucap Sri dengan bers
Eril menghembuskan nafasnya ketika ia melihat Lily tengah berjoget joget dengan aplikasi tok-toknya di dalam kamar. Wanita itu terlihat sangat asyik bergoyang dengan lincah. Entah mengapa kini hatinya benar-benar hampa. Eril merasa kesepian karena kini dirinya seperti seorang diri di rumah baru itu. "Ly, kamu engga mau gitu deep talk malam ini?" Ucap Eril pada Lily yang tengah asik berjoget dengan gerakan yang sering orang lain sebut Papi culo. "Aku sedang asik, sayang. Nanti aja deep talknya. Nih liat ada yang nyawer. Lumayan kan?" Lily melihat layar gadgetnya dengan sumringah. Eril tidak menjawab. Ia segera berbaring di atas kasur dan melihat langit-langit kamar. Hati kecilnya merindukan Sofia yang selalu mencari topik pembicaraan di antara mereka. Apa ini karma untuknya? Eril dulu sering mengabaikan Sofia ketika wanita itu ingin mengobrol. Kini ia merasakan menjadi Sofia. Eril kini kesepian karena Lily lebih asyik dengan gadgetnya. Eril mencoba memejamkan matanya. Akan teta