Rahman dan Hartanto tiba di hunian baru Sri dan Sofia. Rumah itu adalah rumah yang paling besar dan megah di komplek elit itu. Mata Rahman berkaca-kaca. Akhirnya istri dan putrinya bisa mendapatkan kehidupan yang layak. Apalagi Sofia. Rahman amat bersedih ketika mengingat fakta jika Sofia tidak diberikan nafkah yang layak oleh Eril saat mereka masih bersama. Pantas saja penampilan putrinya selalu saja terlihat menyedihkan."Ayo, Pa kita masuk!" Rahman membukakan pintu mobil untuk Hartanto. Pria yang terlihat masih berkharisma di usianya yang mulai senja itu keluar dengan penampilan yang gagah. Terlihat sekali jika ia adalah seorang pria yang memiliki ketegasan dan karakter yang kuat."Assalamua'laikum!" Seru Rahman dengan raut wajah berbinar. Begitu pun dengan wajah Hartanto. Ia tidak sabar untuk bertemu cucu yang dulu tidak diakui olehnya.Tak lama pintu dibuka oleh Sri. Wajah wanita itu terlihat terkejut melihat ayah mertuanya singgah di kediaman mereka."Papa?" Ucap Sri dengan bers
Eril menghembuskan nafasnya ketika ia melihat Lily tengah berjoget joget dengan aplikasi tok-toknya di dalam kamar. Wanita itu terlihat sangat asyik bergoyang dengan lincah. Entah mengapa kini hatinya benar-benar hampa. Eril merasa kesepian karena kini dirinya seperti seorang diri di rumah baru itu. "Ly, kamu engga mau gitu deep talk malam ini?" Ucap Eril pada Lily yang tengah asik berjoget dengan gerakan yang sering orang lain sebut Papi culo. "Aku sedang asik, sayang. Nanti aja deep talknya. Nih liat ada yang nyawer. Lumayan kan?" Lily melihat layar gadgetnya dengan sumringah. Eril tidak menjawab. Ia segera berbaring di atas kasur dan melihat langit-langit kamar. Hati kecilnya merindukan Sofia yang selalu mencari topik pembicaraan di antara mereka. Apa ini karma untuknya? Eril dulu sering mengabaikan Sofia ketika wanita itu ingin mengobrol. Kini ia merasakan menjadi Sofia. Eril kini kesepian karena Lily lebih asyik dengan gadgetnya. Eril mencoba memejamkan matanya. Akan teta
Cahaya mentari menerobos jendela kamar Sofia, pun dengan sinarnya yang menerpa wajah cantik wanita yang sebentar lagi akan menyandang status sebagai janda itu. Sofia menggeliat pelan, ia meregangkan otot-otot tubuhnya yang sedikit terasa kaku. Sofia masih belum shalat, ia masih menjalani masa-masa nifasnya. Sofia melirik jam dinding, masih pukul setengah enam pagi. Hari ini adalah jadwal persidangan terakhir di pengadilan setelah sebelumnya Sofia tak pernah menghadiri sidang itu. Hari ini wanita ayu itu memutuskan untuk menghadirinya karena ingin memastikan jika pernikahannya bersama Eril akan segera berakhir. Sofia tak sabar untuk segera lepas dari Eril. Ia sudah tak ingin memiliki hubungan apa-apa lagi dengan pria yang tak bertanggung jawab itu. Sofia mengambil handuk kimononya, ia melakukan ritual mandinya. Setelah selesai membersihkan diri, Sofia mengambil dress selutut yang diberikan oleh Hartanto semalam. Dress berwarna Hijau mint itu dibeli dibutik ternama oleh sang kakek.
Intan menjalani pagi seperti biasanya, Ia mengantarkan kedua anaknya ke rumah Bu Laksmi. Setelah itu ia pergi ke kantor, semalam Intan sudah mewanti-wanti Dicky untuk membahas hutang sang ayah agar ditanggung bersama Mega. Intan tak suka jika hutang sang ayah mertua dibebankan semua pada Dicky. Lagi pula Intan dan kedua anaknya adalah prioritas Dicky. Dicky tak boleh mengabaikan itu. Intan telah sampai di kantornya. Ia menatap sinis mobil mini Cooper milik Vebby yang terparkir. Hatinya kembali memanas. Otaknya berpikir bagaimana caranya ia membujuk Dicky agar memberikan izin menjual mobil lamanya dan memberikan mobil yang sama persis dengan mobil milik Vebby? Intan sangat mengidamkannya. Apalagi malam ia bermimpi mengendarai mobil berukuran mini itu. "Pagi, Tan!" sapa Vebby sok akrab. Namun bukan senyuman yang intan berikan, wanita itu memutar kedua bola matanya. Ia lalu berjalan melalui Vebby begitu saja. Moodnya berantakan saat melihat mobil mini Cooper tadi. Intan memasuki
Eril sedang di rumah ibunya, menyampaikan maksud tujuannya untuk pindah ke rumah Bu Laksmi lagi. Bu Laksmi pun dengan senang hati menerima anak ketiga dan menantu kesayangannya itu untuk tinggal di rumahnya."Tapi jangan lupa ya, Ril? Sewa rumah kamu semuanya full milik ibu," ucap Bu Laksmi dengan raut wajah senang. Pasalnya pundi-pundi uangnya akan bertambah."Iya, Bu. Ibu tenang aja!" Eril langsung menyetujui karena ia tidak bisa menolak permintaan ibunya."Baguslah kalau Lily pindah ke sini, ibu jadi ada temennya. Kan kamu tau kalau Dafa pulang, Mega juga bakal pulang ke rumahnya. Kadang ibu kesepian," ucap Bu Laksmi yang membayangkan dirinya akan klop dengan Lily."Iya, Bu. Syukurlah kalau ibu senang," beban di hati Eril kini menghilang. Sebelumnya Eril memang takut sang ibu menolaknya untuk membawa Lily pindah ke rumah. Akan tetapi, Bu Laksmi malah senang. Sangat terbalik kala dulu Eril meminta izin membawa Sofia untuk tinggal di sana. Bu Laksmi menolak dengan mentah-mentah. Ia
Reynard melepaskan pakaian hijau khusus operasi yang masih menempel di tubuhnya. Hari ini ia baru saja menyelesaikan operasi Caesar. Ia membersihkan diri dari mengganti pakaiannya. Kini Reynard sedang beristirahat di dalam ruangannya. Satu jam lagi pria tampan itu dijadwalkan untuk membuka poliklinik di rumah sakit itu. Sorenya pun ia mempunyai jadwal untuk melakukan visit ke ruangan ibu yang pasca melahirkan dengan tindak operasi Caesar eracs. Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Reynard membuka pintu dan melihat Paula sedang berdiri di hadapannya dengan senyum yang mengembang. Paula terlihat sangat cantik hari ini. Sepertinya ia mempersiapkan pertemuan ini dengan sangat baik. "Paula?" Reynard memaksakan senyumnya, walaupun ia merasa tak nyaman dengan kehadiran dokter itu. "Rey, aku bawain ini buat kamu!" Paula menyerahkan kotak bekal makan siang di hadapan dokter tampan itu. "Terima kasih, Paula. Ngerepotin banget, Pau!" Reynard menerimanya dengan kikuk. Beberapa kal
Sofia merebahkan tubuhnya di tempat tidurnya yang berukuran king size. Ia menatap langit-langit kamar. Teringat kejadian tadi saat pertemuannya dengan Reynard. Mantan kekasihnya itu selalu saja membuat jantungnya berdebar. Tanpa Sofia sadari, bibirnya menyunggingkan senyuman. Entah mengapa perasaannya sangat berbunga saat bertemu dengan dokter berkharisma itu. Perasaan yang dulu pernah padam seakan bermekaran kembali.Sofia pun mengingat kejadian tadi saat Lily datang dan mengganggu kebersamaan dirinya dengan Reynard. Beruntung di sana Reynard dan Sofia tidak menanggapi kehadiran Lily hingga wanita itu dibuat malu sendiri dan akhirnya pergi. Sofia membuka ponselnya yang sudah ia ganti menjadi logo apel tergigit yang sedang hits. Wanita itu menatap ponselnya. Berharap seseorang menghubunginya. Ah, Sofia jadi malu sendiri dibuatnya, ia menepuk pipinya pelan. Sofia bagai ABG yang baru kasmaran saja. Sofia bangun dari posisi tidurannya. Ia berjalan ke arah balkon. Sofia menghirup udara
Lily menatap tespack yang ada di tangannya dengan mata berbinar. Ia menatap garis dua di benda pipih itu dengan penuh kebahagiaan. Lily sangat gembira karena dirinya akan segera menjadi ibu. Lily tidak sabar ingin menerapkan parenting yang akhir-akhir ini begitu viral di media sosial."Aku harus kasih tahu Eril!" Gumamnya seraya senyumnya masih mengembang sempurna di bibirnya."Er?" Lily keluar dari kamar mandi dan mencari suaminya."Ke mana sih dia?" Lily mengedarkan pandangannya ke segala arah. Mencari sosok suami yang sedari tadi sedang sibuk packing untuk kepindahan mereka ke rumah Bu Laksmi. "Rupanya kamu di kamar!' Lily tersenyum setelah menemukan Eril di kamar tamu. Wanita itu menyembunyikan tespack di belakang punggungnya. Ingin memberikan suprise seperti di video-video reels milik selebriti."Aku dari tadi di sini, Ly. Membereskan barang yang ada di sini," Eril membawa sandal rumah miliknya dari kamar tamu itu."Er, bisa kamu berhenti dulu?" Lily menyuruh dengan wajah serius