Navier kembal dengan langkah lesu. Dia memilih untuk berdiri dan termenung di depan pintu rumah sakit tempat Edgar dirawat.
Dia seolah kehilangan semua semangat hidupnya ketika mendengar vonis dari Eris. Waktu Edgar untuk bertahan sudah tidak lama lagi, dan mau tidak mau Navier harus merelakannya. Tidak ada waktu yang tersisa lebih banyak lagi untuk suaminya.
Kalau saja pemilik penawar racun itu ditemukan, dia rela menukarnya dengan apa pun Bahkan jika orang itu meminta seluruh kekayaan yang dia punya, dengan senang hati dia akan menukarnya. Tak peduli nanti apa yang terjadi, Navier lebih memilih Edgar sembuh.
Waktunya bersama Edgar masih belum banyak terlewati.
Mereka bertemu dengan singkat tanpa melalui masa pacaran. Menikah dan punya anak tak lama kemudian. Dalam beberapa tahun, banyak masalah terjadi hingga mereka terpisahkan. Baru ketika dia bisa bertemu lagi, Tuhan seolah mempermainkan takdirnya dengan keadaan sulit.
'Aku sudah berusaha untuk
Navier kembali ke kamar Edgar dengan Sean di sampingnya. Meski tidak mendapatkan solusi, setidaknya dia merasa lebih baik setelah berbicara pada Sean dan mengungkapkan masalahnya."Hai, Tuan Edgar, Tuan Luois!" sapa Sean.Dia membungkuk tanda hormat, dan hanya dibalas anggukan oleh keduanya."Aku bertemu dengannya di puntu masuk. Jadi sekalian kuajak bersama," jelas Navier."Tidak tanya!"Edgar menjawab ketus. Navier sama sekali tidak kaget dengan reaksi Edgar. Sudah terlampau biasa untuknya mengalami hal itu."Ayolah, Eddy-ku sayang. Aku hanya mengajaknya berjalan bersama. Bukan bergandengan tangan atau berciuman. Kami tidak seperti yang kau pikirkan.""Memang apa yang kupikirkan?"Sean dan Luois hampir tidak bisa menahan tawanya. baik itu berpuluh tahun yang lalu atau sekarang, Edgar tetap menjadi seorang yang pencemburu."Tidak ada."Navier memilih mengalah.Dia tidak ingin ada adu mulut lebih lama denga
"Bagaimana bisa kau yakin dengan hal itu, sedangkan dulu pun kau sudah berjanji untuk tetap berada di sisiku, tetapi nyatanya tidak. Kau pernah berjanji untuk melakukan apa yang kuminta, dan kau tidak melakukan itu. Dan juga, kau tidak benar-benar bisa melakukan hal yang kau janjikan padaku.""Aku tahu. Karena itulah aku mengatakan jika aku tidak akan melaukukan hal bodoh lagi. Aku akan ada untukmu, melakukan apa yang kau inginkan dan tidak bisa kulakukan di masa lalu. Cukup untukku kehilanganmu hingga selama ini. Tidak bisa lagi untuk selanjutnya."Edgar mengambil tangan Navier dan mengecupnya.Jika dilihat dari segi mana pun, Edgar sudah sangat tua. Bahkan hampir sama tuanya dengan Luois. Melihat itu Navier menjadi sedih. Dia kembali teringat dengan waktu yang dimiliki Edgar. Mungkin sudah tidak lama hingga Navier yakin jika mereka kehabisan waktu."Apa yang bisa kau lakukan untuk semua itu? Kau tahu sendiri jika kesehatanmu memburuk dan belum ada kemun
"Hidupmu sudah tidak lama lagi, Edd."Akhirnya, Navier tidak lagi merasa bimbang. Dengan lantang dia mengatakan hal itu tepat i depan Edgar. Hal yang sebelumnya tidak pernah dia pikirkan untuk memberitahu secepat ini.Awalnya, Navier akan memberitahu Edgar pelan-pelan setelah Luois pulang dari masa rawatnya. Sayang, semua itu malah dirasa terlalu lama. Lagi pula kini hanya ada mereka berdua.Dokter tidak akan mengatakan langsung kepada Edgar dengan alasan medis, dan entah itu Felix atau Sean, juga tidak memiliki wewenang untuk mengatakannya."Aku tahu. Bukankah memang seperti itu adanya?""Tapi, apa kamu ....""Aku sama sekali tidak keberatan dengan hal itu, Na. Aku sudah pasrah dengan apa yang terjadi. Lagi pula, aku sudah berteu lagi denganmu dan aku yakin kau tidak akan meninggalkanku. Bukankah benar begitu adanya?""Tapi, apa kamu tahu siapa yang-""Yang meracuniku, kan? Wanita itu dan ibuku sendiri yang melakukannya. Aku s
"Jangan mengajakku bercanda! Kau sangat tidak cocok untuk hal semacam itu!" Navier mencoba menyangkal pernyataan Edgar. Bagaimana pria itu dengan santai mengatakan jika punya penawarnya, sedangkan selama ini dia tidak pernah menyinggung apa pun soal racun itu? Kalau mungkin Edar memberitahu hal lain, mungkin Navier masih bisa percaya. Akan tetapi, tidak dengan penawar itu. "Kau tahu dengan pasti aku sedang bercanda atau tidak. Bukankah kita bersama tidak dalam satu atau dua tahun saja? Yah ... meski harus kuakui jika kita berpisah juga untuk waktu yang lama. Tapi, hey! Aku masih Edgar yang sama dengan yang dulu saat masib bersamamu." "Tidak, kau bukan Edgar-ku. Edgar-ku sangat tampan! Wajahnya masih muda dengan rambut tanpa uban dan kulit kencang. Memang, siapa kau? Kau hanya pria tua dengan keriput dan uban di sana sini! Kurasa siapa pun pasti mengira jika kau ayahku!" "Kau benar." Edgar berucap lirih. Dia sangat menyadari perubahan m
"Kau mendapat ketenanganmu?" tanya Luois pada Edgar dan Navier yang telah kembali. Sudah lama sejak Edgar dan Navier meninggalkannya bersama Sean, Luois merasa bosan. Sean sangat kaku untuk diajak bicara, ditambah dengan mereka yang tidak pernah akrab. Semua itu membuat Luois merasa tidak nyaman. Sean hanya berbicara beberapa patah kata, setelah itu memilih untuk pulang. Mereka tidak terlibat perbincangan yang panjang dan serius. Hanya saling bertukar kabar dan menanyakan kesibukan masing-masing. "Aku cukup menikmati waktuku," jawab Edgar. Luois menatap wajah Navier yang menunduk dan terlihat lembab. Tidak ada kata yang terucap seperti sebelumnya. Dari hal itu, Luois bisa menyimpulkan jika mereka terlibat adu mulut. "Keadaanku sudah lebih baik, jadi aku sudah meminta dokter untuk kepulanganku." "Kapan?" "Katanya setelah hasil pemeriksaan dan tes lab keluar, aku bisa mendapat kabarnya. Kalau baik, aku sudah boleh pulang
Setelah perbincangan panjang mereka, Luois dan Edgar tidak saling bertegur sapa. Mereka seperti dua orang asing yang kebetulan berada di tempat dan ruang yang sama. Kalau saja Navier tidak berusaha mengajak berbincang keduanya, mungkin tidak ada percakapan yang bisa didengar olehnya. Kehadiran Navier di antara mereka, seolah menjadi penghubung. Edgar hanya akan mengajak Navier berbincang, begitu juga dengan Luois. Keduanya akan diam jika Navier sudah mulai mengusik dan berusaha menyambungkan keduanya. Dari semua itu, bahkan anak kecil pun bisa menebak jika mereka tengah adu perang dingin. "A-anu, Tuan Luois-" "Dad. Sudah berapa kali aku katakan untuk memanggil Dad!" "A-ah, ya, Dad. Bagaimana dengan bersiapnya?" tanya Navier. Beberapa waktu lalu, Luois menegaskan dengan jelas di depan Edgar bahwa Navier harus memanggilnya Dad. Navier memang memanggilnya Dad di waktu tertentu saja, tetapi terkadang masih lupa dan me
"Aku marah pada Dad karena tidak bisa memberi pembalasan pada Henry." Ucapan singkat dari Edgar, membuat Navier diam. Dia tidak lupa bahwa Edgar tahu bagaimana kondisi Henry yang terluka. "Bukankah kau sudah tahu jika Lissa yang melakukannya? Kau tahu, aku mulai berpikir kalau wanita itu pasti sedang memiliki kelainan psikis. Henry juga suah mengatakan padaku apa yang terjadi saat itu tanpa ada yang tertutupi. Kau tahu? Setelah keadian ini aku berpikir jika lebih baik kau menikahinya saja." "Kenapa kau berpikir begitu? Kau sudah tidak mencintaiku lagi sebagai seorang suami?" "Kata siapa kau suamiku? Aku ingat kalau dulu sudah menandatangani surat perceraian. Itu artinya baik aku maupun kau sudah tidak memiliki ikatan apa pun, kan?" "Aku sama sekali tidak pernah menyerahkannya pada pencatatan sipil! Kau harus tahu itu. Jadi secara teknis kita tidak pernah berpisah!" "Tapi kurasa lebih baik jika kita melakukan hal itu. Ayah dan ibumu tid
Semua percakapan itu, Luois telah mendengarnya dengan baik. Dia tidak menyangka Edgar akan mengucapkan hal yang seperti itu. Karena selama ini, dia juga sudah tahu apa yang dilakukan oleh Cassandra. Hanya saja, untuk membuat hati sadar itu terlalu sulit. Sebelum pergi Luois memang menyimpan satu alat penyadap jarak jauh untuk mendengarkan apa yang diperbincangkan putranya dengan sang menantu. Tidak menyangka jika dia mendapatkan fakta yang begitu mengiris hati. "Aku perlu meluruskan sesuatu," monolog Luois. Dia mengendarai sendiri mobil pribadinya untuk pergi ke tempat terakhir sebelum berakhir rumah sakit. Dia sudah hapal di mana jalan yang menuju ke sana. Jadi, tidak perlu petunjuk apa pun untuk sampai. Dia hanya perlu menguatkan diri dengan semua yang akan dihadapi. "Aku datang secara baik-baik untuk menemui istriku. Tenang saja, aku tidak akan membuat kekacauan dan membebaskannya." Luois menatap tajam beberapa orang berseragam hitam yang berdiri si luar bangunan itu. Dalam se