Kemudian Asih pun memilih untuk segera masuk ke dalam kamar mandi.Dia pun memilih untuk membersihkan tubuhnya yang sangat tidak nyaman.Benar saja, setelah selesai mandi tubuh pun menjadi lebih segar.Dress milik Tias tampak pas di tubuhnya, apa lagi berat bada mereka hampir sama.Hanya saja Tias menyanggul rambutnya dan Asih membiarkan tergerai dengan begitu saja.Rambutnya yang hitam dan bergelombang itu memang tampak sangat indah sekali.Dia pun mengambil ponselnya, ternyata ada banyak panggilan di sana."Sandi?" Asih pun menghubungi Sandi kembali, tapi tidak satupun panggilannya yang mendapatkan jawaban.Kemudian Asih pun memutuskan untuk mengirimkan sebuah pesan.Belum juga ada balasan, bahkan di baca juga belum."Apa dia marah padaku? Tapi, semalam aku sakit."Kemudian Asih pun menghubungi Nilam, dia mengatakan pada Nilam untuk hari ini tidak bekerja saja.Karena Asih tidak ingin Nia curiga akan dirinya, dan kemana dia pergi, sedangkan Nilam sudah tahu jika dirinya yang sudah
"Kalau kalian romantis begini hati, Bunda rasanya sangat bahagia. Tidak ada lagi rasa khawatir akan hubungan kalian berdua. Baiklah, Bunda yang pergi. Kalian, lanjutkan saja. Bunda, juga dulu pernah muda."Tias pun berpindah duduk di atas kursi rodanya, kemudian pergi dari sana.Bibirnya terus saja tersenyum karena membayangkan bagaimana Barra dan Asih yang ternyata sangat romantis sekali.Lagi pula keduanya pernah mengatakan tak pernah ada hubungan sebelum menikah, jadi rasanya berpacaran setelah menikah adalah sebuah keharusan untuk lebih saling mengenal satu sama lainnya.Sedangkan Asih pun kembali bergerak, hingga akhirnya terlepas dari pelukan Barra.Barra sendiri masih berusaha untuk menyadarkan dirinya sendiri, rasanya sulit di percaya.Karena, dia pikir orang yang dia peluk adalah Bundanya.Tapi apa?Justru Asih yang dia peluk.Ini sangat tidak mungkin."Kamu apaansih, Barra. Kok, main peluk-peluk aja?" kesal Asih sambil menjauhkan dirinya agar berjarak dengan Barra.Sedangkan
Asih pun kini duduk di samping Barra yang tengah mengemudikan mobilnya, dia sangat kesal karena kejadian barusan membuatnya semakin merasa tidak nyaman pada Barra."Barra, kamu seriuskan, nggak nafsu sama aku?"Barra pun melirik Asih sekilas, setelah itu kembali melihat ke depan sana."Barra, aku bertanya. Kenapa kamu tidak bisa menjawab dengan baik, kalau aku bertanya.""Tidak! Kau bukan selera ku!""Bagus, artinya kita sama-sama tidak berselera satu sama lainnya. Tapi, aku harap kau jangan pernah sekali-kali melakukan itu lagi!"Asih pun memberikan sebuah peringatan keras, dia akan lebih hati-hati kedepanya saat bersama dengan Barra."Barra, kamu tidak tertarik pada, Kiara?"Barra sama sekali tidak ingin membahas tentang wanita itu, karena di benaknya sampai detik ini hanya Kanaya saja."Barra, aku ingin kita sekarang menjadi teman. Ayolah, bicara dengan baik pada ku! Kiara itu baik, dia juga menarik, coba dulu. Mana tahu kamu nyaman," kata Asih memberikan sebuah saran.Demi apa Asi
"Barra, aku di toko aja, ya. Kalian yang ke rumah saja. Ayang, aku ngirim chat ini. Dia ada di toko kue," kata Asih dengan penuh semangat.Jantungnya benar-benar tidak karuan jika sudah berbicara tentang Sandi, kekasih hati yang mampu membuatnya menjadi mabuk kebayang."Kamu udah punya pacar?" tanya Kiara.Dia dan Asih baru saja saling mengenal, jadi Kiara tidak tahu tentang Asih."Iya, semoga kalian juga bisa menyusul," celetuk Asih.Percayalah itu bukan hanya sekedar ucapan saja, tapi harapan yang sangat tinggi dari hatinya.Wajah Kiara langsung saja bersemu merah, mendengar apa di katakan oleh Asih.Menurut orang lain mungkin itu hanya sebuah ucapan semata, tapi tidak dengan perasaan Kiara.Lain lagi halnya dengan Barra yang justru terlihat hanya biasa saja.Biasa tanpa tertarik untuk berbicara sama sekali, apa lagi jika hanya untuk pembahasan yang dimiliki."Ya, ampun wajahnya merona banget," seloroh Asih.Dia pun memajukan tubuhnya, dan berbisik pada Kiara, "Aku sudah berusaha, s
Di waktu yang sama, namun tempat yang berbeda.Dion mendatangi kediaman Chandra, entah mengapa dirinya merasa ada yang kurang saat ini.Dia dan Chandra memang bukan dilahirkan dari rahim yang sama, akan tetapi keduanya di besarkan oleh orang yang sama.Sudah diajarkan untuk saling mengasihi satu sama lainya sejak kecil, mungkin saja jika Abraham Winata tidak mengatakan apa-apa sebelum meninggal, Dion tak pernah tahu jika Chandra bukan saudara kandungnya.Namun, Abraham harus mengatakan itu pada Dion. Sebab, dia tidak ingin Dion mengetahui semua itu dengan sendirinya.Kemudian saat ada permasalahan keduanya akan saling membenci, di saat itu pula Abraham mengatakan bahwa keduanya memiliki tempat yang istimewa di hati Abraham.Sehingga sebesar apapun masalah yang akan mereka hadapi nantinya, tidak boleh saling membenci hingga mendarah daging.Jika keduanya saling membenci itu artinya menyakiti Abraham meskipun sudah tak lagi ada di dunia ini.Itulah alasan mengapa Dion hari ini mendatang
"Dor!" Asih pun mengejutkan seorang wanita yang tengah duduk diam sambil meneguk mineral di ruang keluarga.Kiara sedang menemani Dila bermain, bocah itu sudah terlalu banyak belajar untuk hari ini.Sehingga memberikan sedikit waktu bermain adalah sesuatu hal yang sangat baik.Sebenarnya bisa saja Kiara langsung pulang, setelah selesai belajar dengan Dila. Tetapi, tidak karena Kinanti belum pulang dan membuat Dila ingin di temani sampai Nia pulang dari toko.Begitu juga dengan Kiara yang ingin sejenak duduk diam sambil meneguk mineral.Bahkan saat dikejutkan oleh Asih pun tak membuatnya menjadi tertawa."Asih," kata Kiara dengan tidak bersemangat, padahal seharusnya tidak begitu respon dari wanita tersebut.Asih pun duduk di samping Kiara, sepertinya dia bingung mengapa wajah Kiara begitu murung."Itu muka kenapa? Kusut amat, kayak minta di setrika aja," celetuk Asih.Kiara pun kembali meneguk mineral di tangannya, dia benar-benar tidak bersemangat untuk saat ini."Seharusnya seneng d
Tap tap tap.Derap langkah kaki semakin terdengar jelas, membuat keduanya terdiam saat Barra melintas begitu saja."Ya, ampun. Aku nggak kuat banget nahan malu," kata Kiara sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya."Aku akan selesaikan dengan baik-baik! Kamu tunggu di sini!""Hu'um, aku butuh banget bantuan dari kamu," kata Kiara sambil menatap punggung Barra yang sudah di tekan kejauhan tersebut."Siip!" Asih pun memberikan ibu jarinya, dia memang sangat serius untuk menolong Kiara bisa mendapatkannya Barra.Lihat saja, saat ini dia berjalan menyusul Barra yang menuju kamarnya.Kemudian saat Barra hampir saja menutup pintu depan rapat tiba-tiba saja Asih ikut masuk.Wanita itu persis seperti ular yang begitu cepat sehingga Barra saja sangat terkejut melihat kehadiran Asih yang tiba-tiba.Tapi, tidak tampak di wajahnya terkejut. Dia terlihat biasa saja dengan wajah datarnya."Hey, kamu itu bisa nggak sih, bisa aja ngeliatin aku?" tanya Asih.Asih pun akhirnya menutup pintu denga
Tapi mendengar apa yang dikatakan oleh Barra, malah membuat Asih merasa tersudut.Dia tidak terima saat Barra menganggapnya sebagai wanita lemah, ini baginya adalah sebuah penghinaan terhadap dirinya yang selalu saja menjaga harga diri.Harga diri jauh di atas segalanya."Siapa bilang aku lemah? Aku nggak lemah, aku nggak takut dan aku tidak seperti yang kau pikirkan!" tegas Asih.Barra pun terdiam sejenak mendengar apa yang keluar dari mulut Asih.Dia tersenyum miring mendengar jawaban wanita yang tak lain adalah istrinya sendiri, tapi terlalu geli untuk mengakui status tersebut.Katakan saja wanita yang sangat keras kepala."Kamu mikirin apa? Aku nggak takut! Aku bukan wanita lamah!" seru Asih di depan wajah Barra."Kau menantang aku?""Iya!" Asih pun membusungkan dadanya seakan mengibarkan bendera perang tanpa rasa takut sama sekali.Barra pun menatap dada Asih, entah apa yang dia pikirkan saat ini.Hingga Asih pun segera mendorong dada Barra, meskipun itu tidak ada apa-apa bagi Ba