Sepulang dari pemakaman Asih pun ikut pulang, hanya saja dia bingung harus pulang dengan siapa.Karena, Bunga sudah ikut pulang dengan Nia dan Dion.Hanya tinggal Barra saja di sana, dia pun tak mungkin menumpang dengan mobil Dion karena ada janji bertemu dengan Sandy di taman kota."Barra!" Asih pun melihat Barra yang masuk ke dalam mobil.Perduli setan dengan permusuhan mereka yang sedang berlangsung saat ini, karena yang terpenting dirinya segera sampai di mana Sandy sudah menunggunya.Beberapa hari tidak bertemu ada rasa rindu yang terasah berat.Sebab, Sandy baru pulang dari luar kota karena ada pekerjaan di sana.Bahkan Asih sudah langsung saja masuk ke dalam mobil.Tanpa perduli ijin dari pria aneh itu, tak sabar mendapatkan oleh-oleh dari luar kota juga.Apapun hadiahnya jika sang pujaan hati yang memberikan tentu akan sangat membahagiakan buka?Itulah yang kini tengah dirasakan oleh seorang wanita yang sedang kasmaran bernama Asih."Aku numpang sampai ujung jalan sana aja, so
Asih merasa Barra sudah tersudut, mengerti posisi yang hanya seorang supir dari keluarga Nia.Jadi, tidak boleh belagu, sombong, apa lagi sampai sok berkuasa.Hingga akhirnya mobil pun menepi tepat di sisi jalanan sepi.Membuat Asih pun bingung dan bertanya-tanya apakah yang terjadi."Kenapa berhenti di sini?" Asih pun melihat sekiranya yang mulai gelap dan sangat sepi, hanya ada sesekali kendaraan yang lewat.Ah, Asih yang dari tadi bersantai seakan berhasil membuat Barra kesal terlalu sibuk memainkan ponselnya."Ini bukan jalan pulang, kau mau membawa aku ke mana?" tanya Asih dengan panik.Dia pun menyilangkan kedua tangannya di dada, pikirannya benar-benar buruk saat ini."Jangan bilang, kamu mau melecehkan aku!" tebak Asih."Halo," Barra pun memilih menghubungi seseorang lewat sambungan telepon seluler miliknya.Tidak perduli pada Asih yang begitu kesal padanya.Setelah selesai berbicara lewat sambungan telepon seluler, Asih pun kini mengerti mengapa bisa Barra menepikan mobilnya.
"Ah, masuk aja, deh," Asih pun memutuskan untuk ikut masuk, meskipun tidak di persilakan sama sekali.Bahkan dia juga tidak tahu itu rumah siapa, tubuhnya yang basah kuyup itu menggigil kedinginan.Udara yang sejuk dan gelap tentunya akan membuatnya tidak baik, sehingga benar saja pilihannya saat ini.Jadi tamu yang tak dipersilahkan masuk.Hingga Asih pun melihat Barra yang memasuki sebuah ruangan.Asih pun berjalan mengikuti, dia hanya berdiri di ambang pintu kamar.Melihat wajah seorang wanita yang terbaring di ranjang dengan banyaknya alat medis yang terpasang di tubuhnya.Asih hanya diam menyaksikan itu semua, kali ini dia tidak bertanya karena lebih memilih untuk menyaksikan saja."Selamat ulang tahun, Bunda," Barra pun mencium kening wanita tersebut, "maaf, Barra terlambat pulang," tambah Barra sambil menggenggam tangan wanita itu.Wanita itu pun tersenyum, kemudian melihat wajah seorang wanita yang berdiri di depan pintu kamar.Membuat rasa penasarannya pun bergejolak, tapi s
"Gimana cara ngomongnya, ya," Asih bergumam, dia sangat bingung bagaimana cara untuk berbicara pada Tias.Tapi, ada lagi yang lebih aneh saat Asih mencoba untuk melepas cincin di jarinya malah tidak bisa.Asih semakin panik dan bingung harus melakukan apa."Kapan kalian akan menikah? Tidak baik pacaran lama-lama, usia juga sudah tidak lagi muda. Kenapa harus menunda-nunda," kata Tias."Uhuk-uhuk," Asih langsung saja tersedak mendengarnya.Padahal dia tidak sedang minum, apa lagi makan. Tapi, ngomong-ngomong soal makan, perutnya juga sangat lapar.Kruk!Sial!Asih pun menutup matanya, dia merasa sangat malu karena perutnya yang berbunyi."Kamu lapar?" tanya Tias."Sedikit, Bunda. Tapi, nggak papa, tapi kenalin dulu. Nama saya, Kasih, Bunda. Biasa di panggil Asih, saya dan Barra tidak ada hubungan apa-apa, bahkan kami tidak pernah dekat," jelas Asih.Wajah Tias pun seketika berubah menjadi kecewa, wanita itu melihat Barra."Barra, ke kamar dulu. Bunda," Barra pun memilih untuk pergi men
Merasa tuduhan itu tidak benar Asih pun langsung membalas pesan-pesan tersebut.[Kamu yang main api di belakang aku, buktinya tadi kamu mesra dengan wanita lain] Asih.Pesan pun terkirim, kemudian berlanjut dengan pertengkaran melalui sambungan telepon seluler.Benar-benar tidak ada penyelesaian sama sekali, yang ada semakin rumit pertengkaran yang terjadi di antara ke duanya.Asih yang tidak tahan pun memutuskan panggilan sepihak, di benar-benar sangat kesal karena merasa di khianati.Kemudian Asih pun memutuskan untuk menuliskan sebuah pesan singkat, meskipun singkat cukup besar dampaknya bagi hubungan antara dirinya dan kekasihnya itu.[Kita putus!] Asih.[Ok, kita, PUTUS!] Sandy.Itulah pesan terakhir yang akhirnya hubungan keduanya berakhir, karena terlalu kesal Asih pun memblokir nomer ponsel Sandy.Ini adalah gengsi yang sangat luar biasa, agar Sandy tahu bahwa dia juga bisa tanpa pria itu.Perasaannya benar-benar kacau untuk saat ini, kemudian Asih pun melihat ke depan, tampak
Besok akan di langsungkan sebuah acara pernikahan, warga di sana biasanya malam-malam begini akan memenuhi tempat acara untuk sekedar berkumpul dan meminum kopi bersama.Namun, malah mengira Barra dan Asih sedang berbuat macam-macam."Sudah, nikahkan saja!" kata seorang warga.Asih pun menggelengkan kepalanya sambil memegang bagian dadanya, dimana barusan Barra menarik pakainya."Lihat, saja. pakaiannya juga sudah begitu, kalian pasti sudah sering ngapa-ngapain. Kalau di tempat lain mungkin boleh, kalau di sini jangan harap!" ucap seorang warga lainnya yang di setujui oleh mereka semuanya."Pak, saya ijin bicara," kata Barra yang ingin sedikit menjelaskan."Udahlah, Kak. Nikah aja, toh kalian juga udah sering keluar masuk hotel!" kata Ranti yang tiba-tiba muncul.Pernyataan Ranti membuat semuanya shock, tak terkecuali Asih dan Barra."Ranti!" tegur Barra.Tapi Ranti tidak perduli sama sekali, dia pun melihat warga yang begitu ramai."Nikahin, aja, Pak. Tidak baik membiarkan saja hal s
Ranti tersenyum dan merasa sangat bersyukur memiliki seorang tetangga yang berprofesi sebagai penghuni.Sehingga semuanya lebih mudah, cepat tanpa perlu menunggu esok.Panggilan pun selesai dan Ranti berbalik badan, dia terkejut melihat Barra di sana."Kau yang melakukan itu?" tanya Barra dengan wajah datarnya.Ranti hanya diam saja, dia mendengarkan apapun yang dikatakan oleh Kakaknya itu nantinya."Kau tahu apa yang lakukan itu sangat merugikan orang lain? Menikah itu bukan hal mudah!" kata Barra lagi penuh dengan kemarahan, tak menyangka ternyata adiknya yang melakukan semua ini."Aku nggak perduli, yang aku mau Bunda tersenyum dan aku bahagia waktu kamu membawa wanita itu ke sini untuk membuat Bunda tersenyum. Tapi, kamu membuatnya kembali murung setelah mengatakan bahwa kalian tidak memiliki hubungan apapun!""Ranti, kau sadar apa yang kau lakukan?""Sadar, sangat sadar. Aku nggak mau, Bunda sakit terus-menerus. Kalaupun dia minta aku buat nikah muda aku nggak masalah, tapi yang
"Semalam kamu dari mana?" tanya Nia.Asih baru saja sampai di rumah, tetapi sudah di suguhkan pertanyaan.Sebab, memang keduanya terakhir kalinya bertemu kemarin saat di pemakaman.Ada juga berbalas pesan, saat meminta Asih ke toko.Kemudian setelah itu, Asih baru pulang pagi hari ini."Aku," Asih pun terdiam, dia pun mulai berpikir untuk mencari sebuah alasan.Tak tahu apakah benar atau tidak, yang jelas Asih tak mau mengatakan apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya.Asih sendiri tidak bisa menerima kenyataan ini."Asih, aku bertanya!" Nia pun menaikan nada bicaranya agar Asih pun bisa segera menjawab pertanyaannya."Mbak Asih, tuli, Mi!" kata Dila menimpalinya."Aku abis dari rumah temen, semalam ketiduran," jelas Asih dengan berbohong."Teman?" Nia sepertinya bingung dengan hal itu, karena setahunya Asih tidak punya teman selain dirinya."Iya, itu yang kerja di toko. Terus ketiduran, deh. Aku mandi dulu, ya. Abis, itu mau ke toko," Asih pun langsung masuk ke dalam rumah.Sedangka