Kian membuat siapa saja merasa semakin merinding.Horor karena menyaksikan sesuatu yang tampaknya begitu menegangkan sekali."Jangan menganggap jika, kau perempuan aku tidak bisa melakukan itu!" Dion pun mengangkat tangannya.Perlahan mengarahkan pada Liana, membuat wanita paruh baya itu pun merasa sulit untuk bernapas.Tampaknya Dion tak main-main dengan ucapannya, Liana pun baru mengetahui sisi kejam adik iparnya tersebut.Bahkan setelah menikah puluhan tahun dengan Chandra.Sungguh tak ada yang dapat menolong dirinya, "Dion, kamu bisa di penjara!" kata Liana mengeluarkan kalimat ancaman.Apa jadinya jika benar tangan Dion menyakitinya, bahkan di hadapan Nia.Sungguh Liana akan merasa sangat kehilangan harga diri.Tidak.Harga diri ya g selalu di junjung tinggi itu tak boleh terbuang begitu saja, hanya karena seorang wanita yang di juluki sebagai gembel.Sungguh sangat memprihatikan sekali."Apakah aku terlihat takut?" tantang Dion.Tampaknya tak akan ada kata untuk mundur, tak akan
"Pa, kamu tega banget sama aku! Dia nampar aku di hadapan kamu. Di hadapan semuanya. Aku malu, kamu sadar nggak sih? Ngerti nggak gimana perasaan aku! Aku kecewa sama kamu!" seru Liana penuh dengan kebencian.Suaminya sendiri hanya menjadi saksi saat seorang wanita yang teramat dibencinya itu menamparnya.Jangankan untuk membalas, untuk sekedar bersuara saja tidak.Itu adalah suatu hal yang sangat membuatnya merasa tidak berharga sama sekali.Sulit dimengerti bahkan sampai tak pernah terpikirkan di benaknya jika hari ini bisa terjadi.Awalnya berpikir akan segera menggelar pesta besar-besaran hanya untuk merayakan kemenangan, namun sialnya semuanya seperti senjata makan tuan.Gagal!"Aku malu, Pa! Lihat mukaku!"Liana tak dapat menahan kemarahan, bukan hanya karena Nia.Namun, juga karena sikap suaminya yang hanya diam.Lihatlah, saat ini pun suaminya itu hanya diam saja tanpa kata sama sekali.Padahal Liana sudah menunggu jawaban, ataupun sekedar alasan yang terlontar.Candra pun men
Setelah kejadian malam tadi pagi ini semuanya pun harus kembali berjalan seperti biasanya.Meskipun sebenarnya Nia tak ingin membuat sebuah masalah.Semoga masalah yang malam tadi adalah untuk yang terakhir kalinya terjadi."Pagi ini aku mau masak udang goreng tepung kesukaan Dila aja deh," kata Nia yang baru saja sampai di dapur."Kamu nggak ke toko?" tanya Asih yang tanpa sengaja melihat Nia berada di dapur."Nanti aja, soalnya aku mau keluar dulu sama Mas Dion. Perlengkapan untuk Zaki sudah habis.""Gitu, kalau gitu aku pamit ya. Soalnya tadi dapat telpon dari toko, katanya ada yang mau pesan kue dalam jumlah banyak.""Hati-hati.""Hey," Asih pun kembali berjalan ke arah Nia, karena dirinya baru mengingat sesuatu."Ada yang tertinggal?" tanya Nia bingung karena Asih kembali menatap dirinya.Namun, Asih memilih untuk melihat sekitarnya terlebih dahulu sebelum bertanya."Kamu kenapa?" malah Nia yang di buat bingung karena tingkah aneh Asih.Hingga setelah memastikan hanya mereka saja
"Mendingan, Mas mandi dulu. Nia, buatin dulu makanan untuk, Dila. Setelah itu Nia buatkan kopi untuk, Mas juga. Soalnya tadi, Ibu bilang keperluan Zaki juga udah abis. Mas, anterin, Nia belanja keperluan, Zaki ya.""Siap, Ibu Bos!" Dion pun memberikan hormat, setelah menjauh dari Nia.Menganggap jika apa yang dikatakan oleh Nia adalah perintah wajib untuk dirinya.Membuat Nia pun tertawa lucu melihat kelakukan Dion.Sesaat kemudian Dion pun segera menuju kamar, sedangkan Nia kembali berfokus pada pekerjaannya.Tapi Reza masih di sana, terus melihat Nia yang kini masih menjadi fokusnya yang cukup menarik di matanya.Hingga akhirnya merasa ada kesempatan untuk sedikit lebih dekat, membuat kakinya pun melangkah mendekati Nia.Nia yang mengetahui ada seseorang yang kini berdiri di belang tubuhnya pun langsung berbalik.Dirinya benar-benar tersenyum bahagia, karena mengetahui ada seseorang yang ingin mengerjainya."Mas, kok--" mendadak Nia kehilangan ucapannya.Karena, awalnya mengira jika
"Sekalipun kamu bilang usia kami terpaut jauh, aku sudah sangat mencintainya!" lanjut Nia.Membuat Dion tersenyum samar, mendengar apa yang dikatakan oleh Nia sungguh membuat harga dirinya sebagai seorang suami terangkat.Apa lagi Reza terus saja mengatakan segala sesuatu hal buruk tentang dirinya, tentunya akan sangat membuat harga diri seorang Dion di pertaruhkan.Namun, lagi-lagi Nia pun menjawab dengan tegas dan penuh keyakinan.Tanpa ada keraguan sama sekali di dalamnya, dari sini saja seharusnya sudah jelas.Jika tak ada perasaan untuk Reza, yang tersisa hanyalah Dion.Hingga akhirnya Dion pun melangkahkan kakinya untuk mendekati Nia.Kemudian menggapai tangan Nia, mata Dion tertuju pada tangan Reza yang sepertinya masih saja tak ingin melepaskan tangan Nia."Lepaskan tangan istri ku!"Reza pun tersadar, hingga akhirnya perlahan melepaskan.Namun, sebenarnya itu sangat berat untuk dilakukan.Sejak kapan Reza sadar bahwa tangan Nia terlalu nyaman untuk di genggam.Terlambat menya
"Mas, Nia salah, ya. Kok, diam terus?"Nia melihat wajah Dion yang tampak begitu dingin, bahkan sampai tak berbicara sama sekali.Nia pun mencoba untuk bertanya, sebab dirinya akan meminta maaf jika memang memiliki kesalahan yang membuat Dion demikian.Dion pun melirik Nia sejenak, kemudian mengusap kepala istrinya itu.Sedetik kemudian kembali melihat ke depan sana."Apa kamu tidak pernah berpikir buruk tentang orang lain?""Maksudnya?"Nia pun kembali bertanya karena tak tahu maksud dari suaminya tersebut."Tidak ada, kita ke rumah sakit, ya. Mas, pengen banget lihat dia," Dion pun mengelus perut Nia.Dia lebih memilih untuk pergi menuju rumah sakit dari pada memikirkan sesuatu yang tidak penting.Lagi pula istrinya itu memang terlalu baik, bahkan tak ingin berpikir buruk tentang orang lain. Sedangkan yang dimaksud oleh Dion barusan adalah Raya, dia melihat Nia berpelukan dengan wanita tersebut dari kejauhan.Artinya ada sesuatu yang membuat Nia luluh dan mau menerima pelukan terseb
"Mas, itu serius tidak di bayar?""Biarkan saja dokter gila itu yang membayarnya!""Mas, Niko hanya bercanda. Mana mungkin juga dia sama putri kita," kata Nia.Nia tak ingin suaminya itu terus larut dalam kekesalannya, sehingga sedikit menjelaskan rasanya tidak masalah."Sejak kapan kamu membela dia? Suami mu aku atau dia?"Nia pun memilih untuk diam saja, sepertinya mood suaminya itu benar-benar sedang tidak baik-baik saja.Sampai-sampai tak bisa untuk diajak untuk berbicara saja."Kita belanja keperluan Zaki, Dila dan juga calon anak kita sekaligus," kata Dion.Dion pun memarkirnya mobilnya di salah satu mall terbesar di Jakarta.Kemudian mengajak Nia untuk ikut turun, hari ini Dion benar-benar memberikan waktunya hanya yang Nia saja.Nia pun langsung mengikuti Dion untuk segera menuju toko perlengkapan bayi.Nia tampak kebingungan untuk memilih beberapa barang.Sebab, semuanya tampak begitu indah dan ingin memilikinya juga."Kamu bingung?" tebak Dion yang bisa menebak apa yang ada
"Mas, gimana kalau nama bayi kita nanti di kasih nama Dini, Dion dan Nia, bagus nggak, Mas," kata Nia memberikan sebuah usulan."Otaknya masih miring, sini Mas betulkan lagi. Biar lebih baik dari ini," Dion pun kembali menyentil kepala Nia.Membuat kepala Nia terasa sakit, tapi tetap saja wanita itu tertawa oleh kelakukan suaminya itu."Sakit, Mas!""Kamu lebih sakit, anak cowok kok di kasih nama cewek!" jawab Dion."Iya, juga, ya. Tapi, kan nggak ada larangan nama buat cowok harus gimana. Nama buat cewek harus gimana juga.""Ya udah, nama kamu di ganti aja gimana," kata Dion memberikan saran."Di ganti?""Iya, jadi Nino!" "Ahahahhaha," tawa Nia kembali pecah, karena nama yang di sarankan untuknya terasa lucu."Gimana perasaannya? Kok, ketawa?" tanya Dion."Berarti Mas, pencinta sesama jenis!" kata Nia lagi di sela-sela tawanya.Keduanya tampak begitu hangat, hanya karena pembicaraan yang sederhana saja bisa membuat keadaan menjadi begitu bahagia."Makanya! Jadi orang itu jangan aneh