"Mas, Nia salah, ya. Kok, diam terus?"Nia melihat wajah Dion yang tampak begitu dingin, bahkan sampai tak berbicara sama sekali.Nia pun mencoba untuk bertanya, sebab dirinya akan meminta maaf jika memang memiliki kesalahan yang membuat Dion demikian.Dion pun melirik Nia sejenak, kemudian mengusap kepala istrinya itu.Sedetik kemudian kembali melihat ke depan sana."Apa kamu tidak pernah berpikir buruk tentang orang lain?""Maksudnya?"Nia pun kembali bertanya karena tak tahu maksud dari suaminya tersebut."Tidak ada, kita ke rumah sakit, ya. Mas, pengen banget lihat dia," Dion pun mengelus perut Nia.Dia lebih memilih untuk pergi menuju rumah sakit dari pada memikirkan sesuatu yang tidak penting.Lagi pula istrinya itu memang terlalu baik, bahkan tak ingin berpikir buruk tentang orang lain. Sedangkan yang dimaksud oleh Dion barusan adalah Raya, dia melihat Nia berpelukan dengan wanita tersebut dari kejauhan.Artinya ada sesuatu yang membuat Nia luluh dan mau menerima pelukan terseb
"Mas, itu serius tidak di bayar?""Biarkan saja dokter gila itu yang membayarnya!""Mas, Niko hanya bercanda. Mana mungkin juga dia sama putri kita," kata Nia.Nia tak ingin suaminya itu terus larut dalam kekesalannya, sehingga sedikit menjelaskan rasanya tidak masalah."Sejak kapan kamu membela dia? Suami mu aku atau dia?"Nia pun memilih untuk diam saja, sepertinya mood suaminya itu benar-benar sedang tidak baik-baik saja.Sampai-sampai tak bisa untuk diajak untuk berbicara saja."Kita belanja keperluan Zaki, Dila dan juga calon anak kita sekaligus," kata Dion.Dion pun memarkirnya mobilnya di salah satu mall terbesar di Jakarta.Kemudian mengajak Nia untuk ikut turun, hari ini Dion benar-benar memberikan waktunya hanya yang Nia saja.Nia pun langsung mengikuti Dion untuk segera menuju toko perlengkapan bayi.Nia tampak kebingungan untuk memilih beberapa barang.Sebab, semuanya tampak begitu indah dan ingin memilikinya juga."Kamu bingung?" tebak Dion yang bisa menebak apa yang ada
"Mas, gimana kalau nama bayi kita nanti di kasih nama Dini, Dion dan Nia, bagus nggak, Mas," kata Nia memberikan sebuah usulan."Otaknya masih miring, sini Mas betulkan lagi. Biar lebih baik dari ini," Dion pun kembali menyentil kepala Nia.Membuat kepala Nia terasa sakit, tapi tetap saja wanita itu tertawa oleh kelakukan suaminya itu."Sakit, Mas!""Kamu lebih sakit, anak cowok kok di kasih nama cewek!" jawab Dion."Iya, juga, ya. Tapi, kan nggak ada larangan nama buat cowok harus gimana. Nama buat cewek harus gimana juga.""Ya udah, nama kamu di ganti aja gimana," kata Dion memberikan saran."Di ganti?""Iya, jadi Nino!" "Ahahahhaha," tawa Nia kembali pecah, karena nama yang di sarankan untuknya terasa lucu."Gimana perasaannya? Kok, ketawa?" tanya Dion."Berarti Mas, pencinta sesama jenis!" kata Nia lagi di sela-sela tawanya.Keduanya tampak begitu hangat, hanya karena pembicaraan yang sederhana saja bisa membuat keadaan menjadi begitu bahagia."Makanya! Jadi orang itu jangan aneh
Nia melihat jam yang menggantung di dinding, malam semakin larut. Namun, Dion belum juga pulang.Membuatnya bertanya-tanya mengapa bisa Dion belum juga pulang.Kini Nia memang sedikit berbeda dari sebelumnya, bahkan terkadang dia juga bingung mengapa bisa seperti ini.Seperti ada yang berubah namun apa?Jika dulunya tidak perduli dengan waktu pulang Dion, maka kini tidak.Dia tampak sangat merindukan suaminya tersebut, beberapa jam tak bertemu sungguh sangat menyiksa, bahkan sampai tak bisa terlelap dalam tidur.Di tambah lagi ponsel Dion tak bisa di hubungi, mungkin karena kehabisan baterai. Sebab, Dion memang kurang perduli dengan ponselnya selama ini.Hingga tiba-tiba saja ponsel Nia berdering, bibirnya sudah tersenyum bahagia.Namun, mendadak memudar begitu saja. Sebab, bukan Dion yang menghubunginya.Tapi siapa?Nia juga tak tahu, karena tak ada nama kontaknya.Membuat Nia pun memutuskan untuk mengabaikan dengan begitu saja, namun karena sudah sering kali berbunyi dirinya pun men
Kini Nia berdiri di depan Apartemen dengan alamat yang sudah dikirimkan oleh Raya sebenarnya padanya, Nia pun menekan bel hingga akhirnya pintu pun terbuka.Tampak Raya di sana, dengan rasa bahagia menyambut baik kedatangan Nia."Masuk, yuk," belum juga Nia mengangguk. Raya sudah menarik lengan Nia untuk ikut masuk dengannya.Nia pun memperhatikan sekitarnya, ada dua lelaki di sana.Membuat Nia merasa tidak nyaman untuk ikut bergabung di sana."Raya, katanya kamu cuma sendiri. Kok, ada cowoknya, sih?" tanya Nia dengan bingung.Raya pun melihat dua lelaki itu dengan senyuman, entah apa yang kini di pikiran wanita itu.Tapi, Nia pun seketika berpikir untuk pulang saja. Sebab, dirinya tak mau jika ada laki-laki juga yang ikut bergabung bersama.Karena, bagaimana pun Nia sudah memiliki suami, Dion bisa marah jika dia tahu ini semua.Di tambah lagi saat ini Nia keluar dari rumah tidak dengan ijin dari suaminya itu."Aku pulang aja, ya. Nanti, kita bisa rayakan bersama kembali, kapan aja ak
"Apa Nia menuju tempat ini?" tanya Dion.Dion diam-diam sudah menyadap ponsel Nia, sehingga apapun yang masuk ke ponsel Nia akan terhubung langsung dengan ponselnya.Dion juga melihat begitu banyak panggilan yang masuk, sayangnya ponselnya baru memiliki baterai.Sehingga baru mengetahui itu semua, kemudian kembali lagi Dion melihat isi percakapan di bawah alamat yang di kirimkan.Dion pun langsung bangkit dari duduknya, dia pun menatap Asistennya yang bernama Barra."Barra, cepat suruh orang untuk mendatangi tempat ini. Pastikan mereka sudah sampai sebelum kita!"Pikiran Dion tak bisa tenang, karena di sana ada percakapan dengan seseorang yang tak lain adalah Raya.Membuat Dion merasa ada yang janggal, pagi tadi mendadak Raya meminta maaf pada Nia.Kemudian saat ini pula mendadak Raya meminta Nia untuk datang ke alamat yang dikirimkan oleh Raya.Sesuatu yang tak beres dengan itu semua seakan semakin membuat Dion curiga.Rasanya tak mungkin semuanya bisa berjalan dengan begitu saja jik
Raya merasa tidak baik-baik saja, dia pun mencoba untuk melarikan diri dengan secepat mungkin.Tapi, sepertinya tidak semudah itu. Karena, justru ada banyak pria bertubuh tegap yang berdiri di ambang pintu.Bersiap untuk menahannya untuk tidak melarikan diri.Benar saja dengan secepat mungkin dia pun di pegang oleh dua orang pria itu."Lepaskan!" Raya pun meronta-ronta, berusaha melepaskan diri agar bisa pergi secepat mungkin."Bawa wanita itu kemari!" titah Dion."Om, aku minta maaf," kata Raya dengan panik.Sebab kini tubuhnya diseret paksa oleh dua orang pria dengan kasarnya.Kemudian di lemparkan hingga terjatuh tepat di kaki Dion yang juga ada Nia di sampingnya.Tubuh Raya benar-benar bergetar hebat, tidak menyangka bahwa dirinya yang akan mengalami hal ini.Seperti senjata makan tuan dan dia tidak akan dapat melarikan diri.Air mata seiring dengan peluh terus saja bercucuran dengan derasnya, tak dapat di bohongi tentang perasaan wanita itu saat ini.Hingga akhirnya Dion pun mene
"Lihatlah, dia. Sama seperti saat dia yang menonton mu tadi," kata Dion pada Nia.Nia pun menggelengkan kepalanya karena dia tak akan bisa melakukan hal tersebut."Kenapa?" tanya Dion.Lagi-lagi Nia hanya menjawab dengan menggelengkan kepalanya, sambil tangganya yang semakin kuat mencengkram lengan Dion, karena bibirnya terlalu sulit untuk berucap sesuatu."Jangan, aku mohon," pinta Raya dengan penuh harap untuk dikasihani, padahal sudah jelas bahwa dua orang pria itu tidak akan mungkin menghentikan semuanya tanpa perintah dari Dion.Sedangkan Dion tak akan mungkin meminta dua pria itu untuk berhenti begitu saja, karena hampir saja Nia yang berada di posisi itu."Sayang, kenapa kamu diam dan memilih untuk menutup mata. Seharusnya kamu jadikan ini sebagai tontonan menarik, karena membalaskan dendam pada orang yang sudah membuat mu hampir saja di lecehkan itu adalah hal yang di tunggu-tunggu bukan?" tanya Dion lagi."Om, tolong jangan. Aku mohon, aku menyesal," kata Raya di sela-sela ta
Satu Pesan dari Ibu[Kau tidak pulang? Jika tidak, Adinda akan menggantikan posisimu sebagai Presiden Direktur!] Membaca itu, Dimas segera mencengkram ponsel di tangannya.Sesaat kemudian ponsel itupun melayang dan berakhir hancur di lantai.Jika sebelumnya Laras mengancam akan menyumbangkan semua kekayaanya pada panti asuhan, maka kini Laras malah lebih gila lagi! Ibunya itu sampai mengatakan Adinda yang akan menggantikan posisinya.Ini gila!Dimas tidak habis pikir kenapa bisa Laras melakukan ini padanya.Dan jika Adinda yang menggantikan posisinya, itu akan jauh lebih membuatnya terhina di hadapan wanita jalang itu.Jelas tidak bisa dibiarkan!"Pak Presdir, Ibu Laras ingin berbicara," kata Gilang sambil memberikan ponsel di tangannya pada Dimas.Tentunya karena ponsel Dimas tak lagi bisa terhubung sebab sudah hancur berantakan di lantai."Katakan padanya saya akan pulang!" Dimas tak menerima ponsel yang diarahkan padanya.Dia menyambar jasnya dan langsung pergi.Jika bukan karen
Setiap kisah dan waktu yang sudah terlewati tak akan bisa diulang kembali.Namun, semua kisah itu seakan lekat dalam ingatan tanpa bisa untuk terlupakan oleh ingatan.Aku Nia putri, menjalin kisah dengan takdir yang kujalani.Harapan ku hanya satu, bisa mendapatkan suatu harapan untuk bisa membuat ibu ku terus bersama ku setelah aku kehilangan ayah ku.Namun, siapa sangka bonus dari semua perjuangkan ku justru hal yang tak terduga.Justru kebahagiaan itu menghampiri ku.Dion seorang pria duda dengan satu anak dan usianya jauh lebih tua dari ku.Kami menjalin hubungan yang rumit karena sebuah alasan yang kuat namun penuh dengan air mata.Tujuan saling menguntungkan malah berakhir dengan saling mendapatkan kenyamanan.Tapi aku katakan aku bahagia.Awal kisah yang ku alami malah membawaku padanya.Meskipun banyak yang tidak aku inginkan dalam kisah ini.Tapi tetap saja aku tidak bisa bisa menolak takdir ku yang rumit itu.Terlepas dari itu semua aku adalah wanita penuh dengan kesalahan y
Di tempat lainnya ada juga yang sedang berbahagia.Raya kembali melahirkan seorang anak laki-laki Dan kini anak itu diberi nama 'Raza' perpaduan antara nama Raya dan Reza.Itu adalah saran nama dari Dion.Reza dan Raya pun setuju saja."Itu nama dari, Opa Dion," kata Reza sambil tersenyum pada bayinya."Benar, dan ini adalah, Oma," Raya pun menunjuk Nia.Nia pun tersenyum karena merasa lucu, tapi bagaimana pun juga itu memang benar dan tidak masalah juga menjadi Oma diusia yang masih muda ini."Aduh, cucu Oma," Nia pun menggendong bayi lucu itu.Dia melihat wajah anak itu yang sangat mirip dengan Reza.Bahkan sedikit mirip dengan Zaki."Nia, berikan pada, Opanya," Dion pun menunjuk ke arah Chandra.Chandra pun tersenyum karena kini sudah memiliki seorang cucu."Bagaimana kalau berikan pada, Oma Kiara," celetuk Nia.Kiara yang dari tadi hanya diam pun seketika terkejut mendengar ucapan Nia."Ibu Nia, saya masih ting-ting. Saya masih mahasiswa, saya masih kecil, saya dipanggil, Kak Kia
Beberapa bulan kemudian...Niko dan Ranti menyambut bahagia saat kelahiran putra mereka yang diberi nama 'Fatih Niko Adiguna'Sesuai dengan keinginan Niko, mereka hanya memiliki satu orang anak saja.Niko tidak ingin serakah, dia sudah merasa cukup dengan kehadiran seorang anak laki-laki untuk menjadi pewarisnya.Terlebih lagi tidak ingin melihat Ranti harus berada dalam sebuah keadaan yang menegangkan.Dia tak mau mengambil resiko.Meskipun keadaan rahim Ranti masih memungkinkan untuk mengandung lagi.Dia sangat mencintai istrinya dalam keadaan apapun.Menurutnya memiliki anak adalah sebuah hadiah.Tapi memiliki Ranti adalah anugerah.Jadi, dia sudah sangat bahagia dengan satu putra saja.Selebihnya dia menganggap anak Barra juga anaknya.Apa lagi Barra memiliki 3 orang anak, membuat Niko merasa anaknya sudah memiliki Kakak walaupun hanya sepupu saja."Wajahnya lebih mirip, Mama," kata Ranti.Dia pun melihat wajah Mama mertuanya dan lagi-lagi melihat wajah putranya.Putra kecil yang
"Dokter Niko, lihat ini," Adam menunjuk layar monitor.Saat itu Niko pun melihat ke arah yang ditunjuk oleh Dokter Adam.Tapi Niko yang sedang tidak baik-baik saja tidak mengerti."Ada apa?" tanya Niko.Bodoh?Ya, Niko akan sangat bodoh jika sudah menyangkut tentang Ranti.Begitu juga dengan saat ini.Bahkan dia sendiri tidak dapat berpikir jernih, padahal Dokter Adam sudah menunjukkan dengan jelas.Namun, Niko masih bertanya.Dia butuh jawaban, sekaligus penjelasan yang pasti.Jangan memintanya untuk menyimpulkan sendiri, dia tidak bisa.Otaknya sedang sulit untuk bisa berpikir jernih."Tidak ada masalah dengan rahim istri anda, janinnya juga sudah berada di dalam rahim," terang Dokter Adam.Niko pun terkejut mendengarnya dia pun segera mendekat dan melihat dengan jelas."Ini keajaiban, Dokter Niko. Lihat ini," Dokter Adam pun kembali memperlihatkan bagian lainya, rasanya pemeriksaan sebelumnya dan saat ini jauh lebih baik."Apakah ini mungkin?" tanya Niko yang belum percaya."Iya, i
"Aku pun akan mati, jika kamu mati," tambah Niko lagi.Ranti terdiam mendengar ucapan suaminya itu."Tapi aku akan tetap mempertahankan anak ku," kata Ranti dengan penuh keyakinan.Siapa pun ibu tak akan tega membunuh anaknya, begitu juga dengan Ranti."Vina, panggil, Dokter Winda!" pinta Niko.Untuk kaki ini dia tak bisa lagi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.Dia tidak memiliki keberanian untuk mengetahui keadaan Ranti saat ini.Dia butuh bantuan dokter lain untuk bisa membantunya, sedangkan Dokter Winda adalah dokter senior yang sudah banyak menangani pasien dan Niko sudah tak tahu dengan kehebatannya.Meskipun perasannya begitu was-was akan keadaan Ranti saat ini.Tapi jelas terlihat bahwa Ranti akan dengan kerasnya pendiriannya yang tak akan menggugurkan kandungannya."Selamat siang, anda memanggil saya, Dok?" Dokter Winda pun telah tiba seperti yang di sampaikan oleh Vina untuk segera menemui Niko.Niko pun mulai tersadar dari pikirannya yang kacau, sambil melihat wajah
"Hamil?" Niko terdiam saat menyaksikan sendiri ada janin di rahim istrinya.Dia pun mengingat kembali saat itu Ranti menggodanya dan hal itu pun terjadi sebelum dia berpikir untuk membuat sel telurnya tidak bekerja.Bahkan saat itu tidak hanya satu kaki, namun berkali-kali.Lantas bagaimana ini?"Kamu ngomong apa tadi?" tanya Ranti yang mendengar ucapan Niko.Niko pun kini melihat Ranti dengan pikirannya yang kacau."Niko, aku hamil?" tanya Ranti memastikan, "berarti testpack yang aku gunakan tadi tidak keliru," tambah Ranti.Ranti terus saja tersenyum bahagia membayangkan sebentar lagi anak menjadi seorang ibu.Dia langsung saja memeluk Niko dengan penuh kebahagiaan.Tak tahu harus bagaimana untuk meluapkannya tapi Ranti benar-benar tidak akan pernah bisa melupakan saat ini."Tuh, kan, nggak perlu adopsi anak. Buktinya sekarang aku hamil, artinya kita akan jadi orang tua," Ranti semakin mempererat pelukannya.Begitu larut dalam kebahagiaan yang tak bisa teralihkan sama sekali.Kemud
Beberapa hari kemudian.....Ranti menatap alat uji kehamilan di tangannya dengan malas.Entah sudah berapa kali dia menggunakannya demi mengetahui apakah ada janin yang tumbuh di rahimnya atau tidak.Mungkin saja ini sudah testpack yang ke 50.Dan hasilnya masih saja garis satu, sungguh membuatnya merasa sedih.Dia pun akhirnya segera menuju ranjang, hari ini dia sangat malas melakukan hal apapun.Sedangkan Niko sedang berada di rumah sakit.Dan seharusnya Ranti selalu mengantar makan siang untuk suaminya itu, sekaligus akan makan bersama-sama.Tapi dia pun malah tertidur pulas dan lupa untuk mengantarkan makanan siang untuk Niko.Hingga ponselnya pun berdering, tidurnya pun terusik dan dengan rasa malas menjawab panggilan itu."Halo," Ranti tak melihat terlebih dahulu nama siapa yang ada di layar ponselnya.Dia langsung saja menjawabnya."Sayang, kamu sudah di mana?" tanya Niko.Ranti pun baru tersadar jika yang menghubungi dirinya adalah Niko.Kemudian dia melihat jam dinding, dia p
Keesokan harinya."Kamu nggak ke kantor?" Ranti melihat Niko tampak santai di atas ranjang sambil memeluk dirinya.Ini tidak biasanya terjadi, karena kebiasaan Niko jika pagi begini pergi bekerja."Aku mau di rumah aja sama kamu," jawab Niko."Kenapa begitu?""Libur untuk satu hari rasanya tidak salah," kata Niko lagi.Ranti pun mengangguk mengerti.Mungkin Niko juga kelelahan dan butuh waktu untuk beristirahat.Mengingat selama ini Niko selalu saja disibukkan dengan pekerjaan yang tidak ada habisnya."Ranti, bagaikan kalau kita mengadopsi anak."Deg!Jantung Ranti rasanya keluar dari dadanya.Dia begitu shock mendengar pertanyaan Niko barusan.Tunggu dulu.Itu pertanyaan atau pernyataan?Ranti tak pernah berpikir jika Niko akan berkata demikian.Apakah Niko sudah sangat ingin memiliki anak sehingga dia mengatakan demikian."Tapi aku juga bisa hamil, kenapa harus mengadopsi anak?" tanya Ranti yang bingung.Niko pun menutup matanya dia pun segera bangkit dari atas ranjangnya berjalan