"Apa Nia menuju tempat ini?" tanya Dion.Dion diam-diam sudah menyadap ponsel Nia, sehingga apapun yang masuk ke ponsel Nia akan terhubung langsung dengan ponselnya.Dion juga melihat begitu banyak panggilan yang masuk, sayangnya ponselnya baru memiliki baterai.Sehingga baru mengetahui itu semua, kemudian kembali lagi Dion melihat isi percakapan di bawah alamat yang di kirimkan.Dion pun langsung bangkit dari duduknya, dia pun menatap Asistennya yang bernama Barra."Barra, cepat suruh orang untuk mendatangi tempat ini. Pastikan mereka sudah sampai sebelum kita!"Pikiran Dion tak bisa tenang, karena di sana ada percakapan dengan seseorang yang tak lain adalah Raya.Membuat Dion merasa ada yang janggal, pagi tadi mendadak Raya meminta maaf pada Nia.Kemudian saat ini pula mendadak Raya meminta Nia untuk datang ke alamat yang dikirimkan oleh Raya.Sesuatu yang tak beres dengan itu semua seakan semakin membuat Dion curiga.Rasanya tak mungkin semuanya bisa berjalan dengan begitu saja jik
Raya merasa tidak baik-baik saja, dia pun mencoba untuk melarikan diri dengan secepat mungkin.Tapi, sepertinya tidak semudah itu. Karena, justru ada banyak pria bertubuh tegap yang berdiri di ambang pintu.Bersiap untuk menahannya untuk tidak melarikan diri.Benar saja dengan secepat mungkin dia pun di pegang oleh dua orang pria itu."Lepaskan!" Raya pun meronta-ronta, berusaha melepaskan diri agar bisa pergi secepat mungkin."Bawa wanita itu kemari!" titah Dion."Om, aku minta maaf," kata Raya dengan panik.Sebab kini tubuhnya diseret paksa oleh dua orang pria dengan kasarnya.Kemudian di lemparkan hingga terjatuh tepat di kaki Dion yang juga ada Nia di sampingnya.Tubuh Raya benar-benar bergetar hebat, tidak menyangka bahwa dirinya yang akan mengalami hal ini.Seperti senjata makan tuan dan dia tidak akan dapat melarikan diri.Air mata seiring dengan peluh terus saja bercucuran dengan derasnya, tak dapat di bohongi tentang perasaan wanita itu saat ini.Hingga akhirnya Dion pun mene
"Lihatlah, dia. Sama seperti saat dia yang menonton mu tadi," kata Dion pada Nia.Nia pun menggelengkan kepalanya karena dia tak akan bisa melakukan hal tersebut."Kenapa?" tanya Dion.Lagi-lagi Nia hanya menjawab dengan menggelengkan kepalanya, sambil tangganya yang semakin kuat mencengkram lengan Dion, karena bibirnya terlalu sulit untuk berucap sesuatu."Jangan, aku mohon," pinta Raya dengan penuh harap untuk dikasihani, padahal sudah jelas bahwa dua orang pria itu tidak akan mungkin menghentikan semuanya tanpa perintah dari Dion.Sedangkan Dion tak akan mungkin meminta dua pria itu untuk berhenti begitu saja, karena hampir saja Nia yang berada di posisi itu."Sayang, kenapa kamu diam dan memilih untuk menutup mata. Seharusnya kamu jadikan ini sebagai tontonan menarik, karena membalaskan dendam pada orang yang sudah membuat mu hampir saja di lecehkan itu adalah hal yang di tunggu-tunggu bukan?" tanya Dion lagi."Om, tolong jangan. Aku mohon, aku menyesal," kata Raya di sela-sela ta
"Sayang, tontonan ini belum berakhir. Kita masih harus duduk santai, untuk menyaksikan semuanya," kata Dion.Degh!Jantung Raya yang sudah berdetak kencang kini malah dibuat semakin kencang, awalnya mengira semuanya sudah selesai.Tetapi mendengar apa yang dikatakan oleh Dion kali ini malah membuatnya semakin takut.Raya pun berjalan cepat menuju Nia dan Dion.Dirinya bersujud di bawah kaki Dion dan Nia, dengan sebaik mungkin, untuk bisa dikasihani.Tetapi, percayalah ini buka sebuah sandiwara, melainkan karena memang begitu nyatanya.Hari ini apa yang terjadi padanya benar-benar memberikan sebuah pelajaran yang sangat penting dalam kehidupannya, bahkan akan menjadi kenangan saat dia mencoba untuk menjadi seorang wanita jahat lagi.Tidak, Raya tak akan mau jadi wanita jahat lagi. Hukuman ini sangat membuatnya jera."Nia, tolong selamatkan aku. Aku berjanji tidak akan pernah melakukan perbuatan jahat lagi pada mu," kata Raya lagi di sela-sela tangisnya yang terus saja terdengar."Bagun
Sepanjang perjalanan pulang Nia dan Dion hanya diam saja, tak ada yang berbicara sama sekali.Tetapi percayalah saat ini perasaan Nia sedang tidak baik-baik saja.Rasa bersalah pun tidak dapat terelakkan lagi karena bepergiannya menuju Apartemen Raya tanpa seijin dari Dion."Mas, Nia minta maaf, ya. Tadi, pergi nggak ijin dulu," kata Nia dengan hati-hati.Melihat wajah suaminya itu dari samping, sedangkan Dion pun akhirnya perlahan mulai menatap dirinya.Keduanya duduk di jok belakang dan Barra yang mengemukakan mobil."Nia, salah Mas. Janji, nggak akan mengulangi lagi," kata Nia lagi.Bagaimanapun pun juga dirinya bersalah pada suaminya itu, karena pergi tanpa pamit dan beruntung Dion datang tepat pada waktunya.Jika tidak, maka nasibnya sekarang pasti sudah tak dapat lagi di katakan.Tersisa penyesalan yang akhirnya tidak ada gunanya.Sedangkan Dion memilih untuk tersenyum sambil mengangguk kecil, percuma saja memarahi Nia pun menurutnya.Sebab, semuanya sudah terjadi. Akan tetapi,
Akhirnya sampai juga di rumah sakit terdekat dengan keadaan yang masih bernyawa, artinya ketiga orang itu selamat dari berbagai macam kemungkinan pikiran buruk Nia yang penuh dengan ketakutan.Sebab, dari tadi dirinya terus saja berdoa untuk keselamatan mereka.Sebab, kecepatan kendaraan yang mereka tumpangi tidak main-main, siapa saja akan di buat sakit jantung dengan seketika. Jika berada di dalam mobil tersebut, terkecuali Dion.Karena pria itu malah menganggap terlalu pelan, menurutnya waktu yang diperlukan menuju rumah sakit sangat lambat."Aku merasa kau semakin tidak berguna saja," umpat Dion.Lihatlah pria itu, masih saja memarahi Barra. Padahal, dirinya saja yang tidak memiliki kesabaran sama sekali."Ya, ampun," Nia pun mengusap dadanya, benar-benar tidak mengerti seperti apa saat ini jalan pikiran suaminya tersebut.Sedangkan Barra memilih untuk diam, karena tahu Dion sedang sangat panik memikirkan keadaan istrinya.Hingga akhirnya beberapa perawat pun membawa kursi roda u
Peluh Nia semakin bercucuran, rasa sakit kian semakin menjadi-jadi.Rasanya saat ini dunia Nia sudah akan berakhir tanpa ada lagi lanjutannya.Sakitnya sangat di luar akal, namun kenyataan mengatakan ini adalah sebuah keharusan demi seorang wanita menjadi seorang Ibu.Melahirkan anak untuk kedua kalinya tentu saja tidak mengurangi rasa sakitnya.Karena yang namanya melahirkan itu tetap saja sakit.Meskipun dengan cara operasi ataupun normal, rasanya tidak perlu untuk di bandingkan.Sejatinya keduanya tetap saja memiliki kesan yang mendalam dan tak akan pernah dapat di lupakan."Mas," Nia pun semakin menggenggam erat tangan Dion.Ingin meluapkan bertapa kini rasa sakitnya menjadi lebih besar dari pada sebelumnya.Dion pun semakin merasa iba melihat keadaan Nia, mungkin ini untuk pertama kalinya Dion berada di posisi tersebut.Karena, dulunya saat Dila lahir, dia berada di luar negeri.Saat itu Dila harus lahir dalam keadaan prematur, operasi mendadak dilakukan demi menyelamatkan bayi y
Dirgantara Abraham Winata, nama bayi yang baru saja dilahirkan oleh Nia.Dion sendiri yang memberikan nama tersebut, sedangkan untuk nama panggilan adalah Dirga. Diambil dari nama depannya.Bayi itu kini sudah di bawa pulang ke rumah, semuanya tampak begitu bahagia dengan kehadiran seorang bayi laki-laki yang tentunya semakin membuat suasana rumah menjadi semakin ramai.Namun, saat ini Nia sedang memeluk Zaki. Tak lain adalah putra pertamanya dari Reza.Nia begitu merindukan anaknya tersebut, apa lagi sejak kemarin hari hanya bersama dengan Farah.Bahkan Zaki sedang demam, hingga membuat bocah yang baru berusia satu tahun itu tampak rewel."Zaki, mau tidur sama Ibu?" tanya Nia pada Zaki.Zaki pun hanya melihat Nia sambil tangannya memegang baju Nia dengan begitu kuatnya."Atau, Zaki mau sama, Papi?" tanya Dion sambil mengulurkan tangannya pada Zaki.Zaki pun langsung tersenyum, membuat Dion langsung mengambil alih putra sambungnya tersebut.Dion tidak mau membedakan anaknya, sekalipu