Sepanjang perjalanan pulang Nia dan Dion hanya diam saja, tak ada yang berbicara sama sekali.Tetapi percayalah saat ini perasaan Nia sedang tidak baik-baik saja.Rasa bersalah pun tidak dapat terelakkan lagi karena bepergiannya menuju Apartemen Raya tanpa seijin dari Dion."Mas, Nia minta maaf, ya. Tadi, pergi nggak ijin dulu," kata Nia dengan hati-hati.Melihat wajah suaminya itu dari samping, sedangkan Dion pun akhirnya perlahan mulai menatap dirinya.Keduanya duduk di jok belakang dan Barra yang mengemukakan mobil."Nia, salah Mas. Janji, nggak akan mengulangi lagi," kata Nia lagi.Bagaimanapun pun juga dirinya bersalah pada suaminya itu, karena pergi tanpa pamit dan beruntung Dion datang tepat pada waktunya.Jika tidak, maka nasibnya sekarang pasti sudah tak dapat lagi di katakan.Tersisa penyesalan yang akhirnya tidak ada gunanya.Sedangkan Dion memilih untuk tersenyum sambil mengangguk kecil, percuma saja memarahi Nia pun menurutnya.Sebab, semuanya sudah terjadi. Akan tetapi,
Akhirnya sampai juga di rumah sakit terdekat dengan keadaan yang masih bernyawa, artinya ketiga orang itu selamat dari berbagai macam kemungkinan pikiran buruk Nia yang penuh dengan ketakutan.Sebab, dari tadi dirinya terus saja berdoa untuk keselamatan mereka.Sebab, kecepatan kendaraan yang mereka tumpangi tidak main-main, siapa saja akan di buat sakit jantung dengan seketika. Jika berada di dalam mobil tersebut, terkecuali Dion.Karena pria itu malah menganggap terlalu pelan, menurutnya waktu yang diperlukan menuju rumah sakit sangat lambat."Aku merasa kau semakin tidak berguna saja," umpat Dion.Lihatlah pria itu, masih saja memarahi Barra. Padahal, dirinya saja yang tidak memiliki kesabaran sama sekali."Ya, ampun," Nia pun mengusap dadanya, benar-benar tidak mengerti seperti apa saat ini jalan pikiran suaminya tersebut.Sedangkan Barra memilih untuk diam, karena tahu Dion sedang sangat panik memikirkan keadaan istrinya.Hingga akhirnya beberapa perawat pun membawa kursi roda u
Peluh Nia semakin bercucuran, rasa sakit kian semakin menjadi-jadi.Rasanya saat ini dunia Nia sudah akan berakhir tanpa ada lagi lanjutannya.Sakitnya sangat di luar akal, namun kenyataan mengatakan ini adalah sebuah keharusan demi seorang wanita menjadi seorang Ibu.Melahirkan anak untuk kedua kalinya tentu saja tidak mengurangi rasa sakitnya.Karena yang namanya melahirkan itu tetap saja sakit.Meskipun dengan cara operasi ataupun normal, rasanya tidak perlu untuk di bandingkan.Sejatinya keduanya tetap saja memiliki kesan yang mendalam dan tak akan pernah dapat di lupakan."Mas," Nia pun semakin menggenggam erat tangan Dion.Ingin meluapkan bertapa kini rasa sakitnya menjadi lebih besar dari pada sebelumnya.Dion pun semakin merasa iba melihat keadaan Nia, mungkin ini untuk pertama kalinya Dion berada di posisi tersebut.Karena, dulunya saat Dila lahir, dia berada di luar negeri.Saat itu Dila harus lahir dalam keadaan prematur, operasi mendadak dilakukan demi menyelamatkan bayi y
Dirgantara Abraham Winata, nama bayi yang baru saja dilahirkan oleh Nia.Dion sendiri yang memberikan nama tersebut, sedangkan untuk nama panggilan adalah Dirga. Diambil dari nama depannya.Bayi itu kini sudah di bawa pulang ke rumah, semuanya tampak begitu bahagia dengan kehadiran seorang bayi laki-laki yang tentunya semakin membuat suasana rumah menjadi semakin ramai.Namun, saat ini Nia sedang memeluk Zaki. Tak lain adalah putra pertamanya dari Reza.Nia begitu merindukan anaknya tersebut, apa lagi sejak kemarin hari hanya bersama dengan Farah.Bahkan Zaki sedang demam, hingga membuat bocah yang baru berusia satu tahun itu tampak rewel."Zaki, mau tidur sama Ibu?" tanya Nia pada Zaki.Zaki pun hanya melihat Nia sambil tangannya memegang baju Nia dengan begitu kuatnya."Atau, Zaki mau sama, Papi?" tanya Dion sambil mengulurkan tangannya pada Zaki.Zaki pun langsung tersenyum, membuat Dion langsung mengambil alih putra sambungnya tersebut.Dion tidak mau membedakan anaknya, sekalipu
Pikiran Reza benar-benar hancur berantakan, karena mengingat kalimat yang diucapkan oleh Dion padanya.Bahkan setiap kalimat itu masih saja terngiang-ngiang di benaknya."Apapun alasannya aku adalah Ayahnya!" kata Reza dengan tegas.Perasaannya tak bisa tenang apa lagi saat melihat wajah bayi itu begitu mirip dengan dirinya, sungguh rasanya seperti tusukan belati yang tertancap di dada.Sakit.Namun, ada lagi yang lebih sakit. Yaitu, dirinya yang tak dapat memiliki anaknya sendiri.Pemilik tapi tidak memiliki.Sakit bukan?Oh, tentu!Bahkan untuk sekedar bermain saja Nia tidak mengijinkannya.Ada apa?Ini tidak adil bagi seorang Ayah yang juga ingin memiliki anaknya?Belum lagi kali ini Dion yang sudah berkuasa atas putranya, dirinya benar-benar bukan siapa-siapa bagi bayi tersebut.Miris!Tapi sepertinya itulah harga yang harus di bayar oleh Reza atas apa yang sudah dia perbuat.Apakah dia hanya diam dan menerima semuanya?Reza harus bisa untuk membuat bayi itu menjadi miliknya, lagi
Reza yang juga pergi setelah Dion, kini memutuskan pulang ke rumah.Dirinya tak tahu jika ternyata Dion kembali ke rumah juga.Bukannya pulang bisa membuat kepalanya lebih tenang, malah sebaliknya.Karena, melihat Dion yang begitu akrab dengan Zaki. Zaki dan Dion tampak seperti Ayah dan anak kandung yang sedang bermain.Sedangkan Deng dirinya?Pernah beberapa hari yang lalu Reza diam-diam masuk ke kamar Zaki, kemudian menggedong anaknya tersebut.Tetapi Zaki malah menangis karena tak ingin di gendong oleh dirinya.Mengapa bisa dengan Dion begitu berbeda?Zaki begitu tenang, bahkan meminta sendiri untuk Dion menggendongnya?Ini sungguh tidak adil bagi dirinya, siapa yang Ayah biologis dan siapa yang Ayah sambung, seakan keduanya begitu berbeda.Namun, yang menjadi kesayangan adalah seorang Ayah sambung.Bahkan sampai memutuskan hubungan antara Ayah biologis dan anaknya.Sungguh Ayah sambung yang begitu luar biasa, berkuasa atas anaknya.Belum lagi setelah itu menyaksikan sebuah kebaha
Raya sudah beberapa hari tidak kembali ke rumah, karena dirinya takut bertemu dengan Dion.Kejadian hari itu sungguh membekas di benaknya, bahkan menjadi pelajaran yang sangat berharga.Bahkan, Raya tak ingin lagi berbuat jahat pada siapapun juga.Hingga untuk hari ini memutuskan untuk mengambil semua barang-barang miliknya yang masih berada di rumah keluarga Reza.Seperti apa yang diinginkan oleh Dion sebelumnya, Raya pun akan memulai hidupnya kembali.Tanpa ada bayang-bayang Nia dan juga juga kejahatan di masa lalu.Raya ingin kembali ke rumah kedua orang tuanya, sekaligus ingin mengambil kembali anaknya yang pernah dia berikan pada orang lain, membesarkan anaknya yang sudah dia terlantarkan itu dengan penuh cinta.Namun, siapa sangka ternyata di tengah perjalanan tanpa sengaja bertemu dengan Reza.Tanpa ijin sekalipun Reza langsung saja membawanya dengan paksa tanpa tahu tujuannya.Hingga kini mereka berada di sebuah apartemen milik Reza.Menariknya dengan kasar, melemparnya dengan
Raya pun terduduk di lantai, dirinya menopang kepalanya dengan kedua tangannya.Tak menyangka jika hari ini, semua ini bisa terjadi.Reza kini benar-benar telah berbeda, jika kemarin hari masih bersikap dingin namun kini berbeda jauh.Karena bukan hanya mulutnya yang berbicara, melainkan juga tangannya ikut bersuara.Sungguh tak pernah terbayangkan jika hari ini dirinya akan menerima kekasaran dari Reza, di saat dirinya sudah memutuskan untuk pergi dari sana.Sisa-sisa penyesalan itu seakan terus menghantuinya, membuatnya terjebak dalam keadaan yang memaksa untuk tetap berada di posisinya.Namun, mengapa Reza bisa menjadi seperti ini padanya?Dan, kekasaran itu mengapa bisa terjadi dengan begitu mudahnya.Apakah benar semua karena dirinya?Raya hanya bisa bertanya-tanya dalam kepiluan dan air mata yang berlinang menahan perih di dada.Hingga tiba-tiba pintu pun terbuka, sebenarnya bukan tiba-tiba juga.Karena, Reza yang membukanya sendiri.Membuat Raya pun segera bangkit dan ingin per