"Mas, itu serius tidak di bayar?""Biarkan saja dokter gila itu yang membayarnya!""Mas, Niko hanya bercanda. Mana mungkin juga dia sama putri kita," kata Nia.Nia tak ingin suaminya itu terus larut dalam kekesalannya, sehingga sedikit menjelaskan rasanya tidak masalah."Sejak kapan kamu membela dia? Suami mu aku atau dia?"Nia pun memilih untuk diam saja, sepertinya mood suaminya itu benar-benar sedang tidak baik-baik saja.Sampai-sampai tak bisa untuk diajak untuk berbicara saja."Kita belanja keperluan Zaki, Dila dan juga calon anak kita sekaligus," kata Dion.Dion pun memarkirnya mobilnya di salah satu mall terbesar di Jakarta.Kemudian mengajak Nia untuk ikut turun, hari ini Dion benar-benar memberikan waktunya hanya yang Nia saja.Nia pun langsung mengikuti Dion untuk segera menuju toko perlengkapan bayi.Nia tampak kebingungan untuk memilih beberapa barang.Sebab, semuanya tampak begitu indah dan ingin memilikinya juga."Kamu bingung?" tebak Dion yang bisa menebak apa yang ada
"Mas, gimana kalau nama bayi kita nanti di kasih nama Dini, Dion dan Nia, bagus nggak, Mas," kata Nia memberikan sebuah usulan."Otaknya masih miring, sini Mas betulkan lagi. Biar lebih baik dari ini," Dion pun kembali menyentil kepala Nia.Membuat kepala Nia terasa sakit, tapi tetap saja wanita itu tertawa oleh kelakukan suaminya itu."Sakit, Mas!""Kamu lebih sakit, anak cowok kok di kasih nama cewek!" jawab Dion."Iya, juga, ya. Tapi, kan nggak ada larangan nama buat cowok harus gimana. Nama buat cewek harus gimana juga.""Ya udah, nama kamu di ganti aja gimana," kata Dion memberikan saran."Di ganti?""Iya, jadi Nino!" "Ahahahhaha," tawa Nia kembali pecah, karena nama yang di sarankan untuknya terasa lucu."Gimana perasaannya? Kok, ketawa?" tanya Dion."Berarti Mas, pencinta sesama jenis!" kata Nia lagi di sela-sela tawanya.Keduanya tampak begitu hangat, hanya karena pembicaraan yang sederhana saja bisa membuat keadaan menjadi begitu bahagia."Makanya! Jadi orang itu jangan aneh
Nia melihat jam yang menggantung di dinding, malam semakin larut. Namun, Dion belum juga pulang.Membuatnya bertanya-tanya mengapa bisa Dion belum juga pulang.Kini Nia memang sedikit berbeda dari sebelumnya, bahkan terkadang dia juga bingung mengapa bisa seperti ini.Seperti ada yang berubah namun apa?Jika dulunya tidak perduli dengan waktu pulang Dion, maka kini tidak.Dia tampak sangat merindukan suaminya tersebut, beberapa jam tak bertemu sungguh sangat menyiksa, bahkan sampai tak bisa terlelap dalam tidur.Di tambah lagi ponsel Dion tak bisa di hubungi, mungkin karena kehabisan baterai. Sebab, Dion memang kurang perduli dengan ponselnya selama ini.Hingga tiba-tiba saja ponsel Nia berdering, bibirnya sudah tersenyum bahagia.Namun, mendadak memudar begitu saja. Sebab, bukan Dion yang menghubunginya.Tapi siapa?Nia juga tak tahu, karena tak ada nama kontaknya.Membuat Nia pun memutuskan untuk mengabaikan dengan begitu saja, namun karena sudah sering kali berbunyi dirinya pun men
Kini Nia berdiri di depan Apartemen dengan alamat yang sudah dikirimkan oleh Raya sebenarnya padanya, Nia pun menekan bel hingga akhirnya pintu pun terbuka.Tampak Raya di sana, dengan rasa bahagia menyambut baik kedatangan Nia."Masuk, yuk," belum juga Nia mengangguk. Raya sudah menarik lengan Nia untuk ikut masuk dengannya.Nia pun memperhatikan sekitarnya, ada dua lelaki di sana.Membuat Nia merasa tidak nyaman untuk ikut bergabung di sana."Raya, katanya kamu cuma sendiri. Kok, ada cowoknya, sih?" tanya Nia dengan bingung.Raya pun melihat dua lelaki itu dengan senyuman, entah apa yang kini di pikiran wanita itu.Tapi, Nia pun seketika berpikir untuk pulang saja. Sebab, dirinya tak mau jika ada laki-laki juga yang ikut bergabung bersama.Karena, bagaimana pun Nia sudah memiliki suami, Dion bisa marah jika dia tahu ini semua.Di tambah lagi saat ini Nia keluar dari rumah tidak dengan ijin dari suaminya itu."Aku pulang aja, ya. Nanti, kita bisa rayakan bersama kembali, kapan aja ak
"Apa Nia menuju tempat ini?" tanya Dion.Dion diam-diam sudah menyadap ponsel Nia, sehingga apapun yang masuk ke ponsel Nia akan terhubung langsung dengan ponselnya.Dion juga melihat begitu banyak panggilan yang masuk, sayangnya ponselnya baru memiliki baterai.Sehingga baru mengetahui itu semua, kemudian kembali lagi Dion melihat isi percakapan di bawah alamat yang di kirimkan.Dion pun langsung bangkit dari duduknya, dia pun menatap Asistennya yang bernama Barra."Barra, cepat suruh orang untuk mendatangi tempat ini. Pastikan mereka sudah sampai sebelum kita!"Pikiran Dion tak bisa tenang, karena di sana ada percakapan dengan seseorang yang tak lain adalah Raya.Membuat Dion merasa ada yang janggal, pagi tadi mendadak Raya meminta maaf pada Nia.Kemudian saat ini pula mendadak Raya meminta Nia untuk datang ke alamat yang dikirimkan oleh Raya.Sesuatu yang tak beres dengan itu semua seakan semakin membuat Dion curiga.Rasanya tak mungkin semuanya bisa berjalan dengan begitu saja jik
Raya merasa tidak baik-baik saja, dia pun mencoba untuk melarikan diri dengan secepat mungkin.Tapi, sepertinya tidak semudah itu. Karena, justru ada banyak pria bertubuh tegap yang berdiri di ambang pintu.Bersiap untuk menahannya untuk tidak melarikan diri.Benar saja dengan secepat mungkin dia pun di pegang oleh dua orang pria itu."Lepaskan!" Raya pun meronta-ronta, berusaha melepaskan diri agar bisa pergi secepat mungkin."Bawa wanita itu kemari!" titah Dion."Om, aku minta maaf," kata Raya dengan panik.Sebab kini tubuhnya diseret paksa oleh dua orang pria dengan kasarnya.Kemudian di lemparkan hingga terjatuh tepat di kaki Dion yang juga ada Nia di sampingnya.Tubuh Raya benar-benar bergetar hebat, tidak menyangka bahwa dirinya yang akan mengalami hal ini.Seperti senjata makan tuan dan dia tidak akan dapat melarikan diri.Air mata seiring dengan peluh terus saja bercucuran dengan derasnya, tak dapat di bohongi tentang perasaan wanita itu saat ini.Hingga akhirnya Dion pun mene
"Lihatlah, dia. Sama seperti saat dia yang menonton mu tadi," kata Dion pada Nia.Nia pun menggelengkan kepalanya karena dia tak akan bisa melakukan hal tersebut."Kenapa?" tanya Dion.Lagi-lagi Nia hanya menjawab dengan menggelengkan kepalanya, sambil tangganya yang semakin kuat mencengkram lengan Dion, karena bibirnya terlalu sulit untuk berucap sesuatu."Jangan, aku mohon," pinta Raya dengan penuh harap untuk dikasihani, padahal sudah jelas bahwa dua orang pria itu tidak akan mungkin menghentikan semuanya tanpa perintah dari Dion.Sedangkan Dion tak akan mungkin meminta dua pria itu untuk berhenti begitu saja, karena hampir saja Nia yang berada di posisi itu."Sayang, kenapa kamu diam dan memilih untuk menutup mata. Seharusnya kamu jadikan ini sebagai tontonan menarik, karena membalaskan dendam pada orang yang sudah membuat mu hampir saja di lecehkan itu adalah hal yang di tunggu-tunggu bukan?" tanya Dion lagi."Om, tolong jangan. Aku mohon, aku menyesal," kata Raya di sela-sela ta
"Sayang, tontonan ini belum berakhir. Kita masih harus duduk santai, untuk menyaksikan semuanya," kata Dion.Degh!Jantung Raya yang sudah berdetak kencang kini malah dibuat semakin kencang, awalnya mengira semuanya sudah selesai.Tetapi mendengar apa yang dikatakan oleh Dion kali ini malah membuatnya semakin takut.Raya pun berjalan cepat menuju Nia dan Dion.Dirinya bersujud di bawah kaki Dion dan Nia, dengan sebaik mungkin, untuk bisa dikasihani.Tetapi, percayalah ini buka sebuah sandiwara, melainkan karena memang begitu nyatanya.Hari ini apa yang terjadi padanya benar-benar memberikan sebuah pelajaran yang sangat penting dalam kehidupannya, bahkan akan menjadi kenangan saat dia mencoba untuk menjadi seorang wanita jahat lagi.Tidak, Raya tak akan mau jadi wanita jahat lagi. Hukuman ini sangat membuatnya jera."Nia, tolong selamatkan aku. Aku berjanji tidak akan pernah melakukan perbuatan jahat lagi pada mu," kata Raya lagi di sela-sela tangisnya yang terus saja terdengar."Bagun