Satu Minggu ini adalah hal yang sangat membahagiakan bagi seorang Nia. Selain sudah pulih kembali dan juga sudah bisa beraktivitas seperti biasa.Toko kuenya juga kini sudah memiliki banyak pelanggan, bahkan Nia sudah tidak lagi sendirian membuat kue.Ada Mila dan juga Rara, seorang karyawan yang baru saja bekerja beberapa hari ini dengannya.Tugas Nia hanya meracik bahan-bahan, kemudian dia hanya memantau dua orang wanita itu untuk bekerja sesuai dengan perintahnya.Sedangkan Asih masih menjadi bagian dari orang kepercayaan Nia, dia pun bertugas sebagai seorang pelayan.Sekaligus kasir.Usaha ini memang masih terbilang cukup kecil, akan tetapi ada harapan yang besar untuk membuatnya menjadi maju pesat."Gimana dengan penjualan hari ini?" tanya Nia pada Asih yang sedang menghitung jumlah uang pendapatan penjualan untuk hari ini."Lumayan, lebih banyak dari pada kemarin," jawab Asih dengan penuh semangat."Syukurlah kalau begitu.""Nia, tapi kemaren itu uang yang pakai untuk sekolah ad
"Sayang, kita pulang ke rumah, ya. Mas, mau kita sama-sama lagi," pinta Dion.Nia pun terdiam mendengarkan apa yang diinginkan oleh Dion.Menimbang keinginan suaminya itu untuk pulang ke rumah bersama."Kamu belum yakin sama Mas?"Kini Nia duduk di samping Dion yang sedang mengemudikan mobilnya menuju rumah, tapi sepertinya Dion ingin membicarakan tentang hal ini karena wajah pria itu tampak begitu serius.Nia pun melihat wajah Dion dari samping, sejenak menimbang keinginan Dion."Coba, pikirkan lagi, Mas janji nggak akan mengulangi kesalahan yang dulu lagi. Mas, sayang sama kamu," jelas Dion lagi."Nia, mau sih Mas. Cuman, Nia nggak mau ketemu sama Reza lagi," jawab Nia.Masa lalu yang kelam itu tak mudah untuk dilupakan.Meskipun sebenarnya Nia sudah tak lagi merasa terbebani dengan semua kejadian yang sangat menghancurkan hidupnya.Namun, rasanya untuk bertemu setiap harinya tentunya akan sangat terbebani."Justru itu, sekarang kamu tunjukkan pada dia."Nia pun menatap Dion penuh t
"Mami!" seru Dila sambil berlari masuk ke dalam kamar.Seketika itu juga Nia dan Dion panik bukan main, Dion bahkan sampai jatuh dari atas ranjang.Itu karena, Nia yang mendorongnya sendiri. Terlalu panik membuatnya menjadi tidak sadar dan melakukan itu."Aduh," Dion pun memegang pinggangnya, rasanya cukup sakit karena benturan pada lantai cukup keras.Sedangkan Nia menutup kedua matanya dengan telapak tangannya sendiri, tidak menyangka jika Dion sampai terjatuh di lantai."Maaf, Mas. Nia, nggak sengaja," kata Nia dengan tersenyum kikuk.Dirinya benar-benar tidak percaya bisa melakukan itu semuanya, mungkin karena tak ingin Dila melihat jika Dion dan dirinya sedang bermesraan di hari yang masih terang ini.Anak itu masih sangat kecil, tentunya tidak baik melihat itu semua."Mami sama Papi ngapain?" Dila yang bingung melihat kedua orang tuanya saat ini pun hanya berdiri di tempatnya.Menyaksikan keanehan yang mungkin cukup menimbulkan tanya."Apa Papi, tidur di lantai?" tanya Dila lagi
Tidak di sangka akhirnya kini Nia kembali menjejakkan kakinya di rumah ini lagi, rumah yang membuatnya harus hidup satu atap dengan seorang pria yang tak lain adalah Ayah dari anaknya Zaki.Nia sebenarnya tidak ingin lagi melihatnya wajah pria itu tampak di depan kedua matanya, tetapi juga dirinya tidak bisa jika menolak keinginan Dion.Alasan kenapa harus kembali ke rumah itu, Nia pun tak bisa egois setelah tahu alasan Dion adalah Bunga.Sebagai seorang anak yang mencintai Ibunya, tentu dapat merasakan apa yang dirasakan oleh Dion saat ini.Juga dirinya yang sudah terlanjur nyaman di pelukan Dion tak mampu untuk menjauh lagi, terlalu banyak drama atau bagaimana. Tapi, Nia memang begitu ingin berada di dekat Dion.Hatinya juga ingin bahagia, menutup kenangan pahit yang pernah dilaluinya dan membuka lembaran baru kembali."Sayang, ini kehidupan. Kamu tidak boleh takut, buktikan bahwa kamu adalah wanita yang kuat," bisik Dion yang kini berdiri di samping Nia.Nia yang menghentikan langk
Dion pun mengangkat dagu Nia, hingga masing-masing dari kedua bola mata pun saling bertemu.Ada rasa, ada gairah yang tak dapat di ucapkan oleh masing-masing dari keduanya.Tapi, biarkan saja, anggap saja keduanya sedang menikmati apa itu pernikahan.Menikmati saat-saat bahagia yang tak dapat hanya di ungkapkan dengan sekedar kata saja.Usia yang terpaut begitu jauh, tampaknya tak dapat menjadi alasan.Nyatanya kini Nia begitu suka dan nyaman berada di pelukan Dion.Hingga akhirnya Dion pun semakin mendekatkan wajahnya, meraih bibir Nia tampak selalu menggodanya.Membuat dirinya selalu mabuk cinta jika sudah menyentuh bibir itu."Kenapa kamu seperti selalu menggoda ku?""Menggoda?" Nia pun bingung dengan maksud Dion.Menggoda?Padahal tidak sama sekali, mungkin pria itu yang terlalu menganggap demikian.Atau mungkin juga karena dirinya adalah seorang pria dewasa yang selama ini pun sudah lama tak merasakan sebuah kehangatan seorang istri.Lihat saja dengan sekejap meraih bibir Nia.Ni
"Bentar, Mas. Ponsel, Nia bunyi terus."Nia pun segera turun dari ranjang membuat Dion merasa kecewa.Siapa pun yang menghubungi istrinya tersebut sungguh membuatnya merasa kesal, sumpah serapah pun tak dapat tertahankan lagi.Sesaat setelah selesai berbicara dengan seseorang dari balik sambungan telepon, Nia pun kembali melihat Dion yang mendudukkan tubuhnya di atas ranjang.Entah apa yang dipikirkan oleh Dion di sana, Nia tak tahu dan tak juga bertanya."Mas, Nia ke toko sebentar, ya. Katanya ada sedikit masalah."Dion pun ikut turun dari ranjang, kemudian berdiri di hadapan Nia."Masalah apa?""Katanya, kue pesanan yang dikirim pagi tadi busuk semua. Padahal itu tidak mungkin, kan kuenya baru di buat. Terus, dia minta bertemu langsung sama Nia.""Mas, antar kalau begitu."Nia pun mengangguk, keduanya pun segera pergi.Berpegangan tangan dengan saling menggenggam erat, seiring langkah kaki yang melangkah beriringan pula.Hingga tiba-tiba saja langkah kaki keduanya terhenti, karena s
"Mas, udahlah," Nia pun menggosok lengan Dion, dirinya sedang tak ingin ada masalah.Ini adalah saat-saat yang membahagiakan kenapa harus merusaknya bukan?"CK!""Lagian juga dia nggak merugikan, Mas juga, 'kan?""Rugi dong, Mbak. Soalnya, tadi pas wanita itu awal datang marah-marah. Dan, semua pelanggan yang sedang memilih kue pada pulang," kata Dewi.Seorang karyawati baru Nia.Nia pun terdiam mendengarkan apa yang dikatakan oleh wanita tersebut."Apa begitu?" "Iya, Mbak. Soalnya dia tadi ngamuk-ngamuk minta orang-orang buat nggak beli kue di toko kita.""Ya sudah, tidak apa. Lagian juga dia udah takut tadi, dia nggak akan berani kembali ke sini lagi pastinya," kata Nia dengan yakin, "ayo tutup saja tokonya, ini sudah sore. Kalian juga butuh istirahat."Kemudian Nia pun kembali melihat suaminya, Dion masih tampak cemberut karena Nia tak menyetujui apa yang diinginkan oleh Dion.Yaitu memberikan sebuah hukuman pada wanita tadi."Mas," Nia pun memeluk lengan Dion, berharap bisa meray
Tatapan mata Reza tertuju pada seseorang yang sedang asik menyirami tanaman di bawah sana, awalnya dia hanya ingin membuka gorden untuk menikmati pagi yang indah ini.Namun, siapa sangka ternyata ada yang jauh lebih indah yang tampak di pandangan matanya.Yaitu seorang wanita yang pernah memohon untuk sebuah tanggung jawab pada beberapa bulan lalu.Nia.Sudah dua hari berlalu, Nia tampak begitu menikmati kehidupannya.Di rumah milik keluarga Dion yang kini menjadi tempat tinggalnya.Perhatian Dion pun mampu membuatnya semakin merasa di cintai.Mungkin luka yang dulu benar-benar sudah menepi, berganti dengan kebahagiaan yang siap menghiasi kehidupan sehari-hari."Kenapa kamu mengerjakan semua ini?" Dion langsung saja memeluknya dari belakang, rasa cinta itu seakan semakin menggebu setiap harinya.Ada apa?Entahlah, tapi pada kenyataannya tidak bisa berjauhan walaupun hanya sekejap saja.Buktinya saat ini pun Dion langsung mencari keberadaan Nia, itu karena saat bangun dari tidurnya tak
Satu Pesan dari Ibu[Kau tidak pulang? Jika tidak, Adinda akan menggantikan posisimu sebagai Presiden Direktur!] Membaca itu, Dimas segera mencengkram ponsel di tangannya.Sesaat kemudian ponsel itupun melayang dan berakhir hancur di lantai.Jika sebelumnya Laras mengancam akan menyumbangkan semua kekayaanya pada panti asuhan, maka kini Laras malah lebih gila lagi! Ibunya itu sampai mengatakan Adinda yang akan menggantikan posisinya.Ini gila!Dimas tidak habis pikir kenapa bisa Laras melakukan ini padanya.Dan jika Adinda yang menggantikan posisinya, itu akan jauh lebih membuatnya terhina di hadapan wanita jalang itu.Jelas tidak bisa dibiarkan!"Pak Presdir, Ibu Laras ingin berbicara," kata Gilang sambil memberikan ponsel di tangannya pada Dimas.Tentunya karena ponsel Dimas tak lagi bisa terhubung sebab sudah hancur berantakan di lantai."Katakan padanya saya akan pulang!" Dimas tak menerima ponsel yang diarahkan padanya.Dia menyambar jasnya dan langsung pergi.Jika bukan karen
Setiap kisah dan waktu yang sudah terlewati tak akan bisa diulang kembali.Namun, semua kisah itu seakan lekat dalam ingatan tanpa bisa untuk terlupakan oleh ingatan.Aku Nia putri, menjalin kisah dengan takdir yang kujalani.Harapan ku hanya satu, bisa mendapatkan suatu harapan untuk bisa membuat ibu ku terus bersama ku setelah aku kehilangan ayah ku.Namun, siapa sangka bonus dari semua perjuangkan ku justru hal yang tak terduga.Justru kebahagiaan itu menghampiri ku.Dion seorang pria duda dengan satu anak dan usianya jauh lebih tua dari ku.Kami menjalin hubungan yang rumit karena sebuah alasan yang kuat namun penuh dengan air mata.Tujuan saling menguntungkan malah berakhir dengan saling mendapatkan kenyamanan.Tapi aku katakan aku bahagia.Awal kisah yang ku alami malah membawaku padanya.Meskipun banyak yang tidak aku inginkan dalam kisah ini.Tapi tetap saja aku tidak bisa bisa menolak takdir ku yang rumit itu.Terlepas dari itu semua aku adalah wanita penuh dengan kesalahan y
Di tempat lainnya ada juga yang sedang berbahagia.Raya kembali melahirkan seorang anak laki-laki Dan kini anak itu diberi nama 'Raza' perpaduan antara nama Raya dan Reza.Itu adalah saran nama dari Dion.Reza dan Raya pun setuju saja."Itu nama dari, Opa Dion," kata Reza sambil tersenyum pada bayinya."Benar, dan ini adalah, Oma," Raya pun menunjuk Nia.Nia pun tersenyum karena merasa lucu, tapi bagaimana pun juga itu memang benar dan tidak masalah juga menjadi Oma diusia yang masih muda ini."Aduh, cucu Oma," Nia pun menggendong bayi lucu itu.Dia melihat wajah anak itu yang sangat mirip dengan Reza.Bahkan sedikit mirip dengan Zaki."Nia, berikan pada, Opanya," Dion pun menunjuk ke arah Chandra.Chandra pun tersenyum karena kini sudah memiliki seorang cucu."Bagaimana kalau berikan pada, Oma Kiara," celetuk Nia.Kiara yang dari tadi hanya diam pun seketika terkejut mendengar ucapan Nia."Ibu Nia, saya masih ting-ting. Saya masih mahasiswa, saya masih kecil, saya dipanggil, Kak Kia
Beberapa bulan kemudian...Niko dan Ranti menyambut bahagia saat kelahiran putra mereka yang diberi nama 'Fatih Niko Adiguna'Sesuai dengan keinginan Niko, mereka hanya memiliki satu orang anak saja.Niko tidak ingin serakah, dia sudah merasa cukup dengan kehadiran seorang anak laki-laki untuk menjadi pewarisnya.Terlebih lagi tidak ingin melihat Ranti harus berada dalam sebuah keadaan yang menegangkan.Dia tak mau mengambil resiko.Meskipun keadaan rahim Ranti masih memungkinkan untuk mengandung lagi.Dia sangat mencintai istrinya dalam keadaan apapun.Menurutnya memiliki anak adalah sebuah hadiah.Tapi memiliki Ranti adalah anugerah.Jadi, dia sudah sangat bahagia dengan satu putra saja.Selebihnya dia menganggap anak Barra juga anaknya.Apa lagi Barra memiliki 3 orang anak, membuat Niko merasa anaknya sudah memiliki Kakak walaupun hanya sepupu saja."Wajahnya lebih mirip, Mama," kata Ranti.Dia pun melihat wajah Mama mertuanya dan lagi-lagi melihat wajah putranya.Putra kecil yang
"Dokter Niko, lihat ini," Adam menunjuk layar monitor.Saat itu Niko pun melihat ke arah yang ditunjuk oleh Dokter Adam.Tapi Niko yang sedang tidak baik-baik saja tidak mengerti."Ada apa?" tanya Niko.Bodoh?Ya, Niko akan sangat bodoh jika sudah menyangkut tentang Ranti.Begitu juga dengan saat ini.Bahkan dia sendiri tidak dapat berpikir jernih, padahal Dokter Adam sudah menunjukkan dengan jelas.Namun, Niko masih bertanya.Dia butuh jawaban, sekaligus penjelasan yang pasti.Jangan memintanya untuk menyimpulkan sendiri, dia tidak bisa.Otaknya sedang sulit untuk bisa berpikir jernih."Tidak ada masalah dengan rahim istri anda, janinnya juga sudah berada di dalam rahim," terang Dokter Adam.Niko pun terkejut mendengarnya dia pun segera mendekat dan melihat dengan jelas."Ini keajaiban, Dokter Niko. Lihat ini," Dokter Adam pun kembali memperlihatkan bagian lainya, rasanya pemeriksaan sebelumnya dan saat ini jauh lebih baik."Apakah ini mungkin?" tanya Niko yang belum percaya."Iya, i
"Aku pun akan mati, jika kamu mati," tambah Niko lagi.Ranti terdiam mendengar ucapan suaminya itu."Tapi aku akan tetap mempertahankan anak ku," kata Ranti dengan penuh keyakinan.Siapa pun ibu tak akan tega membunuh anaknya, begitu juga dengan Ranti."Vina, panggil, Dokter Winda!" pinta Niko.Untuk kaki ini dia tak bisa lagi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.Dia tidak memiliki keberanian untuk mengetahui keadaan Ranti saat ini.Dia butuh bantuan dokter lain untuk bisa membantunya, sedangkan Dokter Winda adalah dokter senior yang sudah banyak menangani pasien dan Niko sudah tak tahu dengan kehebatannya.Meskipun perasannya begitu was-was akan keadaan Ranti saat ini.Tapi jelas terlihat bahwa Ranti akan dengan kerasnya pendiriannya yang tak akan menggugurkan kandungannya."Selamat siang, anda memanggil saya, Dok?" Dokter Winda pun telah tiba seperti yang di sampaikan oleh Vina untuk segera menemui Niko.Niko pun mulai tersadar dari pikirannya yang kacau, sambil melihat wajah
"Hamil?" Niko terdiam saat menyaksikan sendiri ada janin di rahim istrinya.Dia pun mengingat kembali saat itu Ranti menggodanya dan hal itu pun terjadi sebelum dia berpikir untuk membuat sel telurnya tidak bekerja.Bahkan saat itu tidak hanya satu kaki, namun berkali-kali.Lantas bagaimana ini?"Kamu ngomong apa tadi?" tanya Ranti yang mendengar ucapan Niko.Niko pun kini melihat Ranti dengan pikirannya yang kacau."Niko, aku hamil?" tanya Ranti memastikan, "berarti testpack yang aku gunakan tadi tidak keliru," tambah Ranti.Ranti terus saja tersenyum bahagia membayangkan sebentar lagi anak menjadi seorang ibu.Dia langsung saja memeluk Niko dengan penuh kebahagiaan.Tak tahu harus bagaimana untuk meluapkannya tapi Ranti benar-benar tidak akan pernah bisa melupakan saat ini."Tuh, kan, nggak perlu adopsi anak. Buktinya sekarang aku hamil, artinya kita akan jadi orang tua," Ranti semakin mempererat pelukannya.Begitu larut dalam kebahagiaan yang tak bisa teralihkan sama sekali.Kemud
Beberapa hari kemudian.....Ranti menatap alat uji kehamilan di tangannya dengan malas.Entah sudah berapa kali dia menggunakannya demi mengetahui apakah ada janin yang tumbuh di rahimnya atau tidak.Mungkin saja ini sudah testpack yang ke 50.Dan hasilnya masih saja garis satu, sungguh membuatnya merasa sedih.Dia pun akhirnya segera menuju ranjang, hari ini dia sangat malas melakukan hal apapun.Sedangkan Niko sedang berada di rumah sakit.Dan seharusnya Ranti selalu mengantar makan siang untuk suaminya itu, sekaligus akan makan bersama-sama.Tapi dia pun malah tertidur pulas dan lupa untuk mengantarkan makanan siang untuk Niko.Hingga ponselnya pun berdering, tidurnya pun terusik dan dengan rasa malas menjawab panggilan itu."Halo," Ranti tak melihat terlebih dahulu nama siapa yang ada di layar ponselnya.Dia langsung saja menjawabnya."Sayang, kamu sudah di mana?" tanya Niko.Ranti pun baru tersadar jika yang menghubungi dirinya adalah Niko.Kemudian dia melihat jam dinding, dia p
Keesokan harinya."Kamu nggak ke kantor?" Ranti melihat Niko tampak santai di atas ranjang sambil memeluk dirinya.Ini tidak biasanya terjadi, karena kebiasaan Niko jika pagi begini pergi bekerja."Aku mau di rumah aja sama kamu," jawab Niko."Kenapa begitu?""Libur untuk satu hari rasanya tidak salah," kata Niko lagi.Ranti pun mengangguk mengerti.Mungkin Niko juga kelelahan dan butuh waktu untuk beristirahat.Mengingat selama ini Niko selalu saja disibukkan dengan pekerjaan yang tidak ada habisnya."Ranti, bagaikan kalau kita mengadopsi anak."Deg!Jantung Ranti rasanya keluar dari dadanya.Dia begitu shock mendengar pertanyaan Niko barusan.Tunggu dulu.Itu pertanyaan atau pernyataan?Ranti tak pernah berpikir jika Niko akan berkata demikian.Apakah Niko sudah sangat ingin memiliki anak sehingga dia mengatakan demikian."Tapi aku juga bisa hamil, kenapa harus mengadopsi anak?" tanya Ranti yang bingung.Niko pun menutup matanya dia pun segera bangkit dari atas ranjangnya berjalan