Saat tengah malam tiba-tiba saja perut Nia berbunyi, sepertinya dia sedang merasakan lapar hingga tidurnya terasa tidak nyaman lagi.Namun, lagi-lagi rasa kesal itu datang melanda, penyebabnya adalah Dion yang masih memeluknya dengan erat.Hingga akhirnya dengan paksa Nia pun melepaskan diri.Dan saat itu Dion pun ikut terbangun dari tidurnya."Kamu mau kemana?" Melihat Nia yang menuruni ranjang, membuat Dion pun penasaran dan bertanya.Tapi, Nia hanya diam saja. Tidak ingin menjawab pertanyaan Dion barusan.Dengan segera memakai sendalnya dan keluar dari kamar.Dion pun segera menyusul Nia yang ternyata sedang membuka pintu, sesaat kemudian mengeluarkan sepeda motornya."Kamu mau ke mana? Ini sudah tengah malam?" tanya Dion lagi.Tapi, lagi-lagi Nia memilih untuk mengacuhkannya, karena perutnya sudah sangat lapar butuh diisi dengan sepiring nasi goreng yang biasanya dia makan di penjual kaki lima yang ada di persimpangan jalan sana.Bukan dengan menjawab pertanyaan Dion yang sama se
Pagi harinya Nia pun terbangun, melihat jam yang terpasang di dinding yang ternyata sudah tidak bisa di sebut sebagai pagi.Karena, matahari pun sudah memancarkan sinarnya dengan begitu terang."Dila, udah makan?" tanya Nia yang melihat Dila yang duduk di kursi meja makan sambil memainkan boneka kecil milik Nia."Udah, Mami. Mbak Asih yang nyuapin," kata Dila."Syukurlah," Nia pun merasa lebih tenang, sebab Dila tidak boleh telat minum obat."Cie, telat bangun ya. Enak ya di kelonin sama suami," goda Asih yang baru saja keluar dari kamar mandi."CK! Minggir!" Nia langsung menyenggol Asih, kemudian masuk ke dalam kamar mandi.Sedangkan Dion entah di mana, sebab saat Nia terbangun pun sudah tidak ada di sampingnya.Dan sama sekali tidak membuat Nia penasaran kemana perginya Dion.Setelah menyelesaikan ritual paginya, Nia pun kini duduk di kursi meja makan.Sarapan pagi dengan nasi goreng kampung dan juga telur mata sapi kesukaannya, tampaknya pagi ini Asih yang memasak."Dila, nggak bos
"Kamu sedang apa?" tiba-tiba saja Dion muncul, membuat Nia tersentak seketika."Mas, kamu itu bisa nggak jangan ngagetin aku?" Nia tampak begitu kesal, bahkan tatapannya begitu tajam mengarah pada Dion.Sedangkan Dion hanya diam saja sambil berjalan mendekati ranjang dan duduk di bagian sisinya.Membuat Nia semakin kesal saja, dirinya sangat lelah seharian ini membuat kue pesanan.Tapi Dion malah semakin membuatnya emosi."Kamu ngapain di sini?""Memangnya kenapa?"Ya ampun, Nia pun mengepalkan kedua tangannya yang menggantung."Mas, aku mau pakai baju!""Lalu, masalahnya di mana?" Dion hanya biasa saja dan tidak terpancing amarah sama sekali.Matanya hanya melihat Nia yang hanya berbalut handuk, setelah selesai mandi.Dada wanita itu tampak semakin membesar saja, mungkin karena kehamilannya.Dion sangat hapal dengan lekuk tubuh Nia."Mas, keluar. Aku mau pakai baju baju!" Nia pun menunjuk arah pintu, meminta Dion untuk keluar dengan segera.Sungguh tidak nyaman berpakaian dengan adan
Keesokan harinya Nia merasa lebih baik, namun Nia tersadar jika ada Dion di sampingnya bahkan memeluk dirinya.Dengan segera Nia pun bangkit, kesal karena mengetahui Dion memeluknya.rasanya terlalu lancang melakukan hal itu.Tidur Dion pun terusik karena pergerakan Nia, "Kamu sudah bangun?" tanya Dion melihat Nia yang sudah turun dari ranjang.Membuatnya juga ikut bangun, dengan segera memegang dahi Nia.Merasa suhu tubuh Nia sudah kembali normal setelah sempat mengalami demam tinggi. Membuat Dion merasa lebih tenang."Apaan sih!" kesal Nia saat Dion memegang dahinya.Membuat Dion pun mengerutkan keningnya, karena perubahan sikap Nia begitu berubah drastis.Sebenarnya ada apa dengan istrinya itu, Dion pun diam sambil bertanya-tanya."Ngapain pegang-pegang, ngapalin di sini? Ngapain juga meluk aku?" cerca Nia dengan berbagai pertanyaan.Dirinya terlalu kesal mengetahui bahwa Dion tidur lagi bersamanya untuk malam ini pun.Sedangkan kini mendadak Dion tersenyum mendengar pertanyaan Nia
"Jantung aku kenapa?" Nia terus saja menegang dadanya yang bergemuruh hebat, menahan rasa aneh yang membuatnya menjadi hampir sulit untuk bernapas."Nia!" seru Asih.Nia pun terkejut mendengarnya, dengan segera mengelus dadanya yang terasa berdebar kencang antara bingung dengan Dion dan juga terkejut melihat Asih yang sudah berada di hadapannya."Kamu bisa nggak, kalau ngomong pelan-pelan!""Kamu yang aneh, waktu tadi melewati Dila dan dia memanggil kamu nggak dengar, setelah itu keluar dari kamar mandi. Aku juga manggil kamu, sampai aku menyusul masuk karena aku tahu Tuan Dion di kamar mandi. Yang jadi pertanyaannya kamu kenapa? Masih sakit?" tanya Asih setelah menyelesaikan penjelasan yang begitu panjang lebar sebab Nia yang begitu aneh.Sedangkan Nia malah cengengesan, dirinya benar-benar tidak menyadari semua itu."Apa begitu?" tanya Nia sambil terus berdebat dengan pikirannya."Mungkin kamu masih sakit, makanya begini. Sampai-sampai Tuan Dion saja tidak bisa bergerak dari tempatn
"Saya mau menawarkan kerja sama dengan kamu, kamu tahukan saya adalah seorang janda yang baru saja ditinggal suami. Sedangkan anak saya butuh uang untuk sekolah. Uang yang di tinggalkan oleh mendiang suami saya memang tidak terlalu banyak, akan tetapi bisa untuk dijadikan modal usaha. Maka dari itu saya ingin mengajak kamu untuk bekerja sama."Jelas Bu Rumi akan maksud dari kedatangannya menemui Nia."Kerja sama Bu?""Iya, saya rasa kue buatan kamu itu layak di pasaran dan saya kira bisa kita jadikan sebagai peluang bisnis, saya yang memberikan modal dan ruko sedangkan kamu yang bekerja, kita bagi keuntungan," lanjut Bu Rumi lagi.Nia pun tersadar dari lamunanya akan beberapa saat yang lalu, tawaran yang datang membuatnya begitu bersemangat untuk ikut dalam kerja sama dengan wanita paruh baya itu.Bahkan Nia pun menyetujui tawaran tersebut tanpa berpikir panjang lagi.Karena peluang tidak datang untuk kedua kalinya, berharap ini adalah awal dari segalanya.Nia sudah memimpikan sejak d
Malam harinya Nia pun memilih untuk segera masuk ke dalam kamarnya, malam ini mungkin dirinya bisa lebih baik.Sebab, tidak ada Dion.Karena Nia sangat tidak menyukai Dion sampai saat ini pun.Sampai akhirnya malam pun semakin larut, namun mata Nia belum juga bisa terpejam. Mendadak dirinya merasa ada yang kurang, tapi apa itu.Nia pun bangun dan berjalan ke arah jendela kaca, membukanya dengan selebar mungkin hingga menampakan arah luar yang begitu gelap gulita.Bahkan cahaya rembulan pun tampak begitu redup, tertutup awan tebal hingga hanya separuh yang terlihat.Mungkin seperti perasaan Nia saat ini, rasanya ada yang tidak ada.Tapi apa?Nia pun tampak kebingungan dengan perasaannya yang kosong.Malam kian semakin larut, rasa dingin pun mulai semakin terasa. Membuatnya kembali menutup jendela dan membaringkan tubuhnya pada ranjang.Namun, tetap saja matanya juga belum bisa terpejam juga.Hingga akhirnya perkataan Asih saat beberapa waktu lalu kembali melintasi di benaknya.--Berda
Nia pun mengerjapkan matanya, saat cahaya matahari mulai masuk melalui celah-celah jendela. Namun sesaat kemudian menyadari sesuatu merasa letih di sekujur tubuhnya.Seperti Nia habis berlari jauh, dan itu seakan membuat tubuhnya remuk.Mencoba untuk merenggangkan kedua tangan dan kakinya mungkin bisa menjadi sedikit lebih baik.Hingga akhirnya matanya pun terbuka lebar dan melihat Dion yang masih terlelap di sampingnya.Nia pun segera mendudukkan dirinya, sambil memijat tengkuk yang juga begitu tidak nyaman, kemudian menyadari sesuatu yang tampak begitu janggal.Perlahan Nia melihat ke bawah, ternyata dirinya hanya menggunakan selimut untuk menutupi tubuhnya.Ini membuatnya bertanya-tanya, hingga kembali melihat ke dalam selimut untuk beberapa kali. Demi memastikan benar atau tidak jika apa yang dilihatnya barusan.Ternyata memang benar-benar tanpa sehelai benang pun, seketika itu Nia pun panik dan melihat ke sampingnya.Dia yakin jika laki-laki itu sudah melakukan sesuatu hal padany