Nia pun mengerjapkan matanya, saat cahaya matahari mulai masuk melalui celah-celah jendela. Namun sesaat kemudian menyadari sesuatu merasa letih di sekujur tubuhnya.Seperti Nia habis berlari jauh, dan itu seakan membuat tubuhnya remuk.Mencoba untuk merenggangkan kedua tangan dan kakinya mungkin bisa menjadi sedikit lebih baik.Hingga akhirnya matanya pun terbuka lebar dan melihat Dion yang masih terlelap di sampingnya.Nia pun segera mendudukkan dirinya, sambil memijat tengkuk yang juga begitu tidak nyaman, kemudian menyadari sesuatu yang tampak begitu janggal.Perlahan Nia melihat ke bawah, ternyata dirinya hanya menggunakan selimut untuk menutupi tubuhnya.Ini membuatnya bertanya-tanya, hingga kembali melihat ke dalam selimut untuk beberapa kali. Demi memastikan benar atau tidak jika apa yang dilihatnya barusan.Ternyata memang benar-benar tanpa sehelai benang pun, seketika itu Nia pun panik dan melihat ke sampingnya.Dia yakin jika laki-laki itu sudah melakukan sesuatu hal padany
"Ya ampun, yang semalam abis ehem-ehem. Berapa ronde woy?" Nia pun menghentikan langkah kakinya yang hendak berjalan menuju kamar mandi, menoleh beralih menatap asal suara yang sepertinya baru saja terdengar di telinganya.Asih tampak duduk di kursi meja makan, sambil menyuapi Dila sarapan pagi ini.Tapi mengapa pertanyaan Asih seakan aneh, membuat Nia bingung dan bertanya-tanya akan maksud sahabatnya tersebut."Mami, semalam Dila dengar suara Mami. Pas Dila mau ke kamar Mami, tapi nggak di ijinin sama sama Mbak Asih," kata Dila dengan wajah polosnya."Se-semalam? Suara aneh?" tanya Nia dengan muka yang memucat dan juga suaranya yang gelagapan karena sepertinya ada yang sedang tidak beres."Ya, semalam itu kami sulit tidur. Soalnya ada suara. Suara orang sedang olah rasa sepertinya," ujar Asih menyindir Nia.Tubuh Nia semakin menegang saja, dia bingung dengan dirinya dan juga kejadian malam tadi.Awalnya mengira itu hanya sebuah mimpi semata hingga begitu menikmatinya, namun siapa sa
"Caelah, udah selesai nih," kata Asih saat melihat Nia melewati dirinya, sudah jelas terlihat bahwa wanita itu sudah selesai dengan mandinya.Tapi Nia memilih untuk tidak perduli, dirinya segera masuk ke dalam kamar.Seketika itu tatapan matanya dan Dion bertemu."Ngapain masih di sini? Pergi sana!" Dion hanya diam saja, biarkan saja bocah itu berbicara dengan sesukanya.Karena tidak penting bibirnya berkata apa, karena tahu berbeda dengan hatinya.Dengan segera Dion pun mengambil ponselnya dan memainkannya.Membuat Nia merasa diacuhkan dengan begitu saja, dengan segera berjalan menuju almari dan kini sudah selesai dengan dress sederhana miliknya.Nia pun memilih untuk segera ke luar, namun saat di ambang pintu mendadak langkah kakinya terhenti karena suara Dion."Nia!""CK!" dengan malas Nia pun memutar tubuhnya dan melihat Dion yang juga ternyata melihat ke arahnya.Dion tersenyum melihat tengkuk wanita itu yang dipenuhi dengan tanda, itu adalah hasil dari karyanya semalam.Mungkin
Ini adalah hari pertamanya mempersipkan toko kue, ada banyak kue yang harus dia buat hari ini.Jika memungkinkan maka besok toko itu akan resmi di buka dan semoga saja mendapatkan hasil seperti yang diinginkan.Nia akan sangat bangga bisa sukses dengan hasil dari usahanya sendiri.Menjadi mandiri adalah impian Nia sejak dulu."Ini rukonya?" Dion pun melihat sekitarnya, ruko itu tampak begitu kecil di matanya.Tapi masih cukup layak untuk dijadikan sebagai tempat berjualan, hanya saja Dion merasa bisa memberikan lebih dari ruko tersebut jika saja Nia mau.Masalahnya saat ini apakah Nia mau, padahal Nia juga bisa membuka toko kue sendiri tanpa harus ada ikatan kerja sama dengan orang lain.Tapi lagi-lagi Nia tak akan mau."Sombong amat sih, nggak suka ya udah. Pergi sana, ngapain masih di sini! Nggak ada yang ajak juga!" jawab Nia dengan ketus.Kemudian masuk ke dalam, karena Asih dan juga Dila sudah terlebih dahulu berada di sana.Dion pun ikut menyusul masuk, terserah kepada istrinya
"Kenapa?" Dion melihat Nia yang tampaknya cukup terkejut dengan apa yang dia katakan barusan.Bagaimana tak terkejut, pernyataan yang sepertinya cukup mustahil bagi Nia tapi malah terucap dari bibir Dion.Hingga membuat wanita itu tampaknya kebingungan untuk sejenak."Nggak lucu!" Nia pun mengambil mineral yang sudah tersedia di hadapannya, kemudian meneguknya.Sambil otaknya menepis apa yang telah dikatakan oleh Dion barusan."Tentu saja tidak lucu, ini kan bukan lawakan. Mas, serius!" kata Dion lagi dengan yakin sambil menatap wajah Nia.Tampaknya tak ada keraguan hingga terus saja menatap Nia penuh dengan kepastian.Sedangkan Nia seakan memilih untuk menghindari tatapan mata Dion, mencoba untuk tidak perduli, apa lagi percaya pada apa yang di ucapkan oleh Dion padanya.Karena nalurinya terus saja mengatakan untuk tidak percaya pada apa yang dikatakan oleh Dion.Rasanya seperti ada setan yang menghasut untuk tidak percaya pada apa yang dikatakan oleh Dion.Atau mungkin karena Nia y
Akhirnya untuk hari ini Nia pun selesai membuat kue kering hingga beberapa kue ulang tahun.Bibirnya tersenyum bahagia saat memandangi hasil karyanya tersebut, begitu pun juga dengan Asih yang tak kalah bahagia."Besok, toko kue kita sudah bisa diresmikan," kata Nia."Wah, semoga bisa berhasil dan sukses," kata Buk Rumi yang juga tidak kalah bahagia.Saat itu Nia merasakan tubuhnya mulai ringan, indra penglihatannya mendadak menjadi buram.Nia pun melihat sekiranya yang tampak berputar, dirinya juga bingung mengapa bisa itu terjadi.Hingga tangannya pun memegang kepalanya dan saat itu Nia pun kehilangan kesadaran.Beberapa saat kemudian Nia pun membuka matanya, tersadar dirinya sudah berada di rumah sakit."Kamu kelelahan," kata Dion yang berdiri di dekat Nia.Nia pun menyadari bahwa dirinya memang terlalu sibuk untuk membuat kue, sehingga melupakan jika dirinya juga butuh waktu sedikit untuk beristirahat.Mungkin karena terlalu semangat, sehingga lupa dengan badannya yang juga merasa
Pagi harinya Nia merasa lebih baik, karena semalam benar-benar beristirahat.Bahkan untuk hari ini dirinya juga belum diperbolehkan untuk pulang.Sedangkan toko kue hari ini pun sudah di buka, tanpa dirinya tentunya.Sungguh hal yang sangat menyedikan bagi seorang Nia, sebab sejak kemarin sudah sangat menantikan hari ini.Meskipun begitu tetap saja Nia merasa bahagia, karena sudah bisa membuka toko kue.Memang toko tersebut bukan miliknya, akan tetapi kerja kerasnya juga bisa menjadi kebahagiaan untuk anaknya dan juga Ibunya, karena Nia yang ingin hidup mandiri."Mas, besok Nia udah bisa pulang belum sih? Nia pengen ke toko.""Istirahat dulu, setelah itu barulah kita pikirkan masalah toko," kata Dion."Mas, kamu ngerti perasaan aku nggak sih? Kamu kenapa nggak pernah tahu gimana rasanya jadi aku? Aku pengen banget pulang dan melayani pembeli di toko!" "Iya, aku tahu. Tapi, keadaan kamu belum pulih.""Kamu nggak pernah bisa mengerti perasaan aku! Udahlah, mendingan kamu pergi aja!"Di
Dion tak ingin merasakan penderitaan sendiri, hingga dia pun mengambil alih sendok dari tangan Nia.Kemudian menyuapi istrinya tersebut, "Mami, juga suka, ayo Mami, buka mulut," kali ini Dion yang tersenyum puas melihat wajah Nia yang memerah.Nia sudah tahu tentunya akan rasa asin itu, jika dirinya tersiksa. Maka biar mereka tersiksa bersama.Ada saja cara Dion untuk membuat Nia juga merasakan apa yang dia rasakan."Mami, udah kenyang Papi, kan Mami baru makan. Sedangkan Papi belum, ayo Mami suapin lagi, buka mulut Papi," Nia pun kembali merebut sendok dari tangan Dion.Kembali berbalik pada Dion, sepertinya Dion yang harus menghabiskan nasi goreng spesial buatan Dila.Dion pun melihat wajah Dila, yang tampaknya menunggu untuk melihat Dion memakan nasi goreng itu."Ayo, Papi. Itu Dila, buat sendiri," wajah Dila benar-benar berharap, karena itu adalah hal yang pertama kali dilakukannya."Papi, ayo habiskan. Kasihan Dila, udah repot-repot masak. Papi, sayang Dila dong?""Iya dong Papi,