Ini adalah hari pertamanya mempersipkan toko kue, ada banyak kue yang harus dia buat hari ini.Jika memungkinkan maka besok toko itu akan resmi di buka dan semoga saja mendapatkan hasil seperti yang diinginkan.Nia akan sangat bangga bisa sukses dengan hasil dari usahanya sendiri.Menjadi mandiri adalah impian Nia sejak dulu."Ini rukonya?" Dion pun melihat sekitarnya, ruko itu tampak begitu kecil di matanya.Tapi masih cukup layak untuk dijadikan sebagai tempat berjualan, hanya saja Dion merasa bisa memberikan lebih dari ruko tersebut jika saja Nia mau.Masalahnya saat ini apakah Nia mau, padahal Nia juga bisa membuka toko kue sendiri tanpa harus ada ikatan kerja sama dengan orang lain.Tapi lagi-lagi Nia tak akan mau."Sombong amat sih, nggak suka ya udah. Pergi sana, ngapain masih di sini! Nggak ada yang ajak juga!" jawab Nia dengan ketus.Kemudian masuk ke dalam, karena Asih dan juga Dila sudah terlebih dahulu berada di sana.Dion pun ikut menyusul masuk, terserah kepada istrinya
"Kenapa?" Dion melihat Nia yang tampaknya cukup terkejut dengan apa yang dia katakan barusan.Bagaimana tak terkejut, pernyataan yang sepertinya cukup mustahil bagi Nia tapi malah terucap dari bibir Dion.Hingga membuat wanita itu tampaknya kebingungan untuk sejenak."Nggak lucu!" Nia pun mengambil mineral yang sudah tersedia di hadapannya, kemudian meneguknya.Sambil otaknya menepis apa yang telah dikatakan oleh Dion barusan."Tentu saja tidak lucu, ini kan bukan lawakan. Mas, serius!" kata Dion lagi dengan yakin sambil menatap wajah Nia.Tampaknya tak ada keraguan hingga terus saja menatap Nia penuh dengan kepastian.Sedangkan Nia seakan memilih untuk menghindari tatapan mata Dion, mencoba untuk tidak perduli, apa lagi percaya pada apa yang di ucapkan oleh Dion padanya.Karena nalurinya terus saja mengatakan untuk tidak percaya pada apa yang dikatakan oleh Dion.Rasanya seperti ada setan yang menghasut untuk tidak percaya pada apa yang dikatakan oleh Dion.Atau mungkin karena Nia y
Akhirnya untuk hari ini Nia pun selesai membuat kue kering hingga beberapa kue ulang tahun.Bibirnya tersenyum bahagia saat memandangi hasil karyanya tersebut, begitu pun juga dengan Asih yang tak kalah bahagia."Besok, toko kue kita sudah bisa diresmikan," kata Nia."Wah, semoga bisa berhasil dan sukses," kata Buk Rumi yang juga tidak kalah bahagia.Saat itu Nia merasakan tubuhnya mulai ringan, indra penglihatannya mendadak menjadi buram.Nia pun melihat sekiranya yang tampak berputar, dirinya juga bingung mengapa bisa itu terjadi.Hingga tangannya pun memegang kepalanya dan saat itu Nia pun kehilangan kesadaran.Beberapa saat kemudian Nia pun membuka matanya, tersadar dirinya sudah berada di rumah sakit."Kamu kelelahan," kata Dion yang berdiri di dekat Nia.Nia pun menyadari bahwa dirinya memang terlalu sibuk untuk membuat kue, sehingga melupakan jika dirinya juga butuh waktu sedikit untuk beristirahat.Mungkin karena terlalu semangat, sehingga lupa dengan badannya yang juga merasa
Pagi harinya Nia merasa lebih baik, karena semalam benar-benar beristirahat.Bahkan untuk hari ini dirinya juga belum diperbolehkan untuk pulang.Sedangkan toko kue hari ini pun sudah di buka, tanpa dirinya tentunya.Sungguh hal yang sangat menyedikan bagi seorang Nia, sebab sejak kemarin sudah sangat menantikan hari ini.Meskipun begitu tetap saja Nia merasa bahagia, karena sudah bisa membuka toko kue.Memang toko tersebut bukan miliknya, akan tetapi kerja kerasnya juga bisa menjadi kebahagiaan untuk anaknya dan juga Ibunya, karena Nia yang ingin hidup mandiri."Mas, besok Nia udah bisa pulang belum sih? Nia pengen ke toko.""Istirahat dulu, setelah itu barulah kita pikirkan masalah toko," kata Dion."Mas, kamu ngerti perasaan aku nggak sih? Kamu kenapa nggak pernah tahu gimana rasanya jadi aku? Aku pengen banget pulang dan melayani pembeli di toko!" "Iya, aku tahu. Tapi, keadaan kamu belum pulih.""Kamu nggak pernah bisa mengerti perasaan aku! Udahlah, mendingan kamu pergi aja!"Di
Dion tak ingin merasakan penderitaan sendiri, hingga dia pun mengambil alih sendok dari tangan Nia.Kemudian menyuapi istrinya tersebut, "Mami, juga suka, ayo Mami, buka mulut," kali ini Dion yang tersenyum puas melihat wajah Nia yang memerah.Nia sudah tahu tentunya akan rasa asin itu, jika dirinya tersiksa. Maka biar mereka tersiksa bersama.Ada saja cara Dion untuk membuat Nia juga merasakan apa yang dia rasakan."Mami, udah kenyang Papi, kan Mami baru makan. Sedangkan Papi belum, ayo Mami suapin lagi, buka mulut Papi," Nia pun kembali merebut sendok dari tangan Dion.Kembali berbalik pada Dion, sepertinya Dion yang harus menghabiskan nasi goreng spesial buatan Dila.Dion pun melihat wajah Dila, yang tampaknya menunggu untuk melihat Dion memakan nasi goreng itu."Ayo, Papi. Itu Dila, buat sendiri," wajah Dila benar-benar berharap, karena itu adalah hal yang pertama kali dilakukannya."Papi, ayo habiskan. Kasihan Dila, udah repot-repot masak. Papi, sayang Dila dong?""Iya dong Papi,
Sesaat kemudian Nia pun melepaskan Dion, sebab itu memang hukuman untuk Dion yang hari ini mendadak menjadi aneh.Bahkan membuatnya kesal bukan main.Tapi, Dion pun lagi-lagi ingin membuat Nia kesal. Apa lagi tawa Nia yang menggelegar mampu membuat dirinya menjadi bahagia.Dengan segera Dion menggelitik ketiak Nia kembali, benar saja tawa wanita itu kembali terdengar dengan kerasnya."Ahahahhaha.""Rasakan ini, mau yang lebih keras?""Mas, geli," kata Nia yang sudah tak dapat menahannya.Nia sangat berharap Dion menghentikan apa yang dia lakukan.Tetapi sepertinya terlalu sulit, Dion masih terlalu bersemangat untuk membuatnya menjerit lebih keras lagi."Mas, cukup!""Kenapa? Kamu juga usil sekali!""Ampun!""Rasakan ini!""Ahahahhaha, Mas aku bisa ngompol nanti!""Biarkan saja, ayo keluarkan!"Sedangkan Niko yang sudah berdiri di depan pintu dan bersiap untuk masuk pun akhirnya terdiam sejenak.Padahal dirinya hanya ingin memeriksa keadaan Nia saja, tapi malah mendadak mendengar sua
Satu Minggu ini adalah hal yang sangat membahagiakan bagi seorang Nia. Selain sudah pulih kembali dan juga sudah bisa beraktivitas seperti biasa.Toko kuenya juga kini sudah memiliki banyak pelanggan, bahkan Nia sudah tidak lagi sendirian membuat kue.Ada Mila dan juga Rara, seorang karyawan yang baru saja bekerja beberapa hari ini dengannya.Tugas Nia hanya meracik bahan-bahan, kemudian dia hanya memantau dua orang wanita itu untuk bekerja sesuai dengan perintahnya.Sedangkan Asih masih menjadi bagian dari orang kepercayaan Nia, dia pun bertugas sebagai seorang pelayan.Sekaligus kasir.Usaha ini memang masih terbilang cukup kecil, akan tetapi ada harapan yang besar untuk membuatnya menjadi maju pesat."Gimana dengan penjualan hari ini?" tanya Nia pada Asih yang sedang menghitung jumlah uang pendapatan penjualan untuk hari ini."Lumayan, lebih banyak dari pada kemarin," jawab Asih dengan penuh semangat."Syukurlah kalau begitu.""Nia, tapi kemaren itu uang yang pakai untuk sekolah ad
"Sayang, kita pulang ke rumah, ya. Mas, mau kita sama-sama lagi," pinta Dion.Nia pun terdiam mendengarkan apa yang diinginkan oleh Dion.Menimbang keinginan suaminya itu untuk pulang ke rumah bersama."Kamu belum yakin sama Mas?"Kini Nia duduk di samping Dion yang sedang mengemudikan mobilnya menuju rumah, tapi sepertinya Dion ingin membicarakan tentang hal ini karena wajah pria itu tampak begitu serius.Nia pun melihat wajah Dion dari samping, sejenak menimbang keinginan Dion."Coba, pikirkan lagi, Mas janji nggak akan mengulangi kesalahan yang dulu lagi. Mas, sayang sama kamu," jelas Dion lagi."Nia, mau sih Mas. Cuman, Nia nggak mau ketemu sama Reza lagi," jawab Nia.Masa lalu yang kelam itu tak mudah untuk dilupakan.Meskipun sebenarnya Nia sudah tak lagi merasa terbebani dengan semua kejadian yang sangat menghancurkan hidupnya.Namun, rasanya untuk bertemu setiap harinya tentunya akan sangat terbebani."Justru itu, sekarang kamu tunjukkan pada dia."Nia pun menatap Dion penuh t
Satu Pesan dari Ibu[Kau tidak pulang? Jika tidak, Adinda akan menggantikan posisimu sebagai Presiden Direktur!] Membaca itu, Dimas segera mencengkram ponsel di tangannya.Sesaat kemudian ponsel itupun melayang dan berakhir hancur di lantai.Jika sebelumnya Laras mengancam akan menyumbangkan semua kekayaanya pada panti asuhan, maka kini Laras malah lebih gila lagi! Ibunya itu sampai mengatakan Adinda yang akan menggantikan posisinya.Ini gila!Dimas tidak habis pikir kenapa bisa Laras melakukan ini padanya.Dan jika Adinda yang menggantikan posisinya, itu akan jauh lebih membuatnya terhina di hadapan wanita jalang itu.Jelas tidak bisa dibiarkan!"Pak Presdir, Ibu Laras ingin berbicara," kata Gilang sambil memberikan ponsel di tangannya pada Dimas.Tentunya karena ponsel Dimas tak lagi bisa terhubung sebab sudah hancur berantakan di lantai."Katakan padanya saya akan pulang!" Dimas tak menerima ponsel yang diarahkan padanya.Dia menyambar jasnya dan langsung pergi.Jika bukan karen
Setiap kisah dan waktu yang sudah terlewati tak akan bisa diulang kembali.Namun, semua kisah itu seakan lekat dalam ingatan tanpa bisa untuk terlupakan oleh ingatan.Aku Nia putri, menjalin kisah dengan takdir yang kujalani.Harapan ku hanya satu, bisa mendapatkan suatu harapan untuk bisa membuat ibu ku terus bersama ku setelah aku kehilangan ayah ku.Namun, siapa sangka bonus dari semua perjuangkan ku justru hal yang tak terduga.Justru kebahagiaan itu menghampiri ku.Dion seorang pria duda dengan satu anak dan usianya jauh lebih tua dari ku.Kami menjalin hubungan yang rumit karena sebuah alasan yang kuat namun penuh dengan air mata.Tujuan saling menguntungkan malah berakhir dengan saling mendapatkan kenyamanan.Tapi aku katakan aku bahagia.Awal kisah yang ku alami malah membawaku padanya.Meskipun banyak yang tidak aku inginkan dalam kisah ini.Tapi tetap saja aku tidak bisa bisa menolak takdir ku yang rumit itu.Terlepas dari itu semua aku adalah wanita penuh dengan kesalahan y
Di tempat lainnya ada juga yang sedang berbahagia.Raya kembali melahirkan seorang anak laki-laki Dan kini anak itu diberi nama 'Raza' perpaduan antara nama Raya dan Reza.Itu adalah saran nama dari Dion.Reza dan Raya pun setuju saja."Itu nama dari, Opa Dion," kata Reza sambil tersenyum pada bayinya."Benar, dan ini adalah, Oma," Raya pun menunjuk Nia.Nia pun tersenyum karena merasa lucu, tapi bagaimana pun juga itu memang benar dan tidak masalah juga menjadi Oma diusia yang masih muda ini."Aduh, cucu Oma," Nia pun menggendong bayi lucu itu.Dia melihat wajah anak itu yang sangat mirip dengan Reza.Bahkan sedikit mirip dengan Zaki."Nia, berikan pada, Opanya," Dion pun menunjuk ke arah Chandra.Chandra pun tersenyum karena kini sudah memiliki seorang cucu."Bagaimana kalau berikan pada, Oma Kiara," celetuk Nia.Kiara yang dari tadi hanya diam pun seketika terkejut mendengar ucapan Nia."Ibu Nia, saya masih ting-ting. Saya masih mahasiswa, saya masih kecil, saya dipanggil, Kak Kia
Beberapa bulan kemudian...Niko dan Ranti menyambut bahagia saat kelahiran putra mereka yang diberi nama 'Fatih Niko Adiguna'Sesuai dengan keinginan Niko, mereka hanya memiliki satu orang anak saja.Niko tidak ingin serakah, dia sudah merasa cukup dengan kehadiran seorang anak laki-laki untuk menjadi pewarisnya.Terlebih lagi tidak ingin melihat Ranti harus berada dalam sebuah keadaan yang menegangkan.Dia tak mau mengambil resiko.Meskipun keadaan rahim Ranti masih memungkinkan untuk mengandung lagi.Dia sangat mencintai istrinya dalam keadaan apapun.Menurutnya memiliki anak adalah sebuah hadiah.Tapi memiliki Ranti adalah anugerah.Jadi, dia sudah sangat bahagia dengan satu putra saja.Selebihnya dia menganggap anak Barra juga anaknya.Apa lagi Barra memiliki 3 orang anak, membuat Niko merasa anaknya sudah memiliki Kakak walaupun hanya sepupu saja."Wajahnya lebih mirip, Mama," kata Ranti.Dia pun melihat wajah Mama mertuanya dan lagi-lagi melihat wajah putranya.Putra kecil yang
"Dokter Niko, lihat ini," Adam menunjuk layar monitor.Saat itu Niko pun melihat ke arah yang ditunjuk oleh Dokter Adam.Tapi Niko yang sedang tidak baik-baik saja tidak mengerti."Ada apa?" tanya Niko.Bodoh?Ya, Niko akan sangat bodoh jika sudah menyangkut tentang Ranti.Begitu juga dengan saat ini.Bahkan dia sendiri tidak dapat berpikir jernih, padahal Dokter Adam sudah menunjukkan dengan jelas.Namun, Niko masih bertanya.Dia butuh jawaban, sekaligus penjelasan yang pasti.Jangan memintanya untuk menyimpulkan sendiri, dia tidak bisa.Otaknya sedang sulit untuk bisa berpikir jernih."Tidak ada masalah dengan rahim istri anda, janinnya juga sudah berada di dalam rahim," terang Dokter Adam.Niko pun terkejut mendengarnya dia pun segera mendekat dan melihat dengan jelas."Ini keajaiban, Dokter Niko. Lihat ini," Dokter Adam pun kembali memperlihatkan bagian lainya, rasanya pemeriksaan sebelumnya dan saat ini jauh lebih baik."Apakah ini mungkin?" tanya Niko yang belum percaya."Iya, i
"Aku pun akan mati, jika kamu mati," tambah Niko lagi.Ranti terdiam mendengar ucapan suaminya itu."Tapi aku akan tetap mempertahankan anak ku," kata Ranti dengan penuh keyakinan.Siapa pun ibu tak akan tega membunuh anaknya, begitu juga dengan Ranti."Vina, panggil, Dokter Winda!" pinta Niko.Untuk kaki ini dia tak bisa lagi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.Dia tidak memiliki keberanian untuk mengetahui keadaan Ranti saat ini.Dia butuh bantuan dokter lain untuk bisa membantunya, sedangkan Dokter Winda adalah dokter senior yang sudah banyak menangani pasien dan Niko sudah tak tahu dengan kehebatannya.Meskipun perasannya begitu was-was akan keadaan Ranti saat ini.Tapi jelas terlihat bahwa Ranti akan dengan kerasnya pendiriannya yang tak akan menggugurkan kandungannya."Selamat siang, anda memanggil saya, Dok?" Dokter Winda pun telah tiba seperti yang di sampaikan oleh Vina untuk segera menemui Niko.Niko pun mulai tersadar dari pikirannya yang kacau, sambil melihat wajah
"Hamil?" Niko terdiam saat menyaksikan sendiri ada janin di rahim istrinya.Dia pun mengingat kembali saat itu Ranti menggodanya dan hal itu pun terjadi sebelum dia berpikir untuk membuat sel telurnya tidak bekerja.Bahkan saat itu tidak hanya satu kaki, namun berkali-kali.Lantas bagaimana ini?"Kamu ngomong apa tadi?" tanya Ranti yang mendengar ucapan Niko.Niko pun kini melihat Ranti dengan pikirannya yang kacau."Niko, aku hamil?" tanya Ranti memastikan, "berarti testpack yang aku gunakan tadi tidak keliru," tambah Ranti.Ranti terus saja tersenyum bahagia membayangkan sebentar lagi anak menjadi seorang ibu.Dia langsung saja memeluk Niko dengan penuh kebahagiaan.Tak tahu harus bagaimana untuk meluapkannya tapi Ranti benar-benar tidak akan pernah bisa melupakan saat ini."Tuh, kan, nggak perlu adopsi anak. Buktinya sekarang aku hamil, artinya kita akan jadi orang tua," Ranti semakin mempererat pelukannya.Begitu larut dalam kebahagiaan yang tak bisa teralihkan sama sekali.Kemud
Beberapa hari kemudian.....Ranti menatap alat uji kehamilan di tangannya dengan malas.Entah sudah berapa kali dia menggunakannya demi mengetahui apakah ada janin yang tumbuh di rahimnya atau tidak.Mungkin saja ini sudah testpack yang ke 50.Dan hasilnya masih saja garis satu, sungguh membuatnya merasa sedih.Dia pun akhirnya segera menuju ranjang, hari ini dia sangat malas melakukan hal apapun.Sedangkan Niko sedang berada di rumah sakit.Dan seharusnya Ranti selalu mengantar makan siang untuk suaminya itu, sekaligus akan makan bersama-sama.Tapi dia pun malah tertidur pulas dan lupa untuk mengantarkan makanan siang untuk Niko.Hingga ponselnya pun berdering, tidurnya pun terusik dan dengan rasa malas menjawab panggilan itu."Halo," Ranti tak melihat terlebih dahulu nama siapa yang ada di layar ponselnya.Dia langsung saja menjawabnya."Sayang, kamu sudah di mana?" tanya Niko.Ranti pun baru tersadar jika yang menghubungi dirinya adalah Niko.Kemudian dia melihat jam dinding, dia p
Keesokan harinya."Kamu nggak ke kantor?" Ranti melihat Niko tampak santai di atas ranjang sambil memeluk dirinya.Ini tidak biasanya terjadi, karena kebiasaan Niko jika pagi begini pergi bekerja."Aku mau di rumah aja sama kamu," jawab Niko."Kenapa begitu?""Libur untuk satu hari rasanya tidak salah," kata Niko lagi.Ranti pun mengangguk mengerti.Mungkin Niko juga kelelahan dan butuh waktu untuk beristirahat.Mengingat selama ini Niko selalu saja disibukkan dengan pekerjaan yang tidak ada habisnya."Ranti, bagaikan kalau kita mengadopsi anak."Deg!Jantung Ranti rasanya keluar dari dadanya.Dia begitu shock mendengar pertanyaan Niko barusan.Tunggu dulu.Itu pertanyaan atau pernyataan?Ranti tak pernah berpikir jika Niko akan berkata demikian.Apakah Niko sudah sangat ingin memiliki anak sehingga dia mengatakan demikian."Tapi aku juga bisa hamil, kenapa harus mengadopsi anak?" tanya Ranti yang bingung.Niko pun menutup matanya dia pun segera bangkit dari atas ranjangnya berjalan