Keesokan harinya Nia merasa lebih baik, namun Nia tersadar jika ada Dion di sampingnya bahkan memeluk dirinya.Dengan segera Nia pun bangkit, kesal karena mengetahui Dion memeluknya.rasanya terlalu lancang melakukan hal itu.Tidur Dion pun terusik karena pergerakan Nia, "Kamu sudah bangun?" tanya Dion melihat Nia yang sudah turun dari ranjang.Membuatnya juga ikut bangun, dengan segera memegang dahi Nia.Merasa suhu tubuh Nia sudah kembali normal setelah sempat mengalami demam tinggi. Membuat Dion merasa lebih tenang."Apaan sih!" kesal Nia saat Dion memegang dahinya.Membuat Dion pun mengerutkan keningnya, karena perubahan sikap Nia begitu berubah drastis.Sebenarnya ada apa dengan istrinya itu, Dion pun diam sambil bertanya-tanya."Ngapain pegang-pegang, ngapalin di sini? Ngapain juga meluk aku?" cerca Nia dengan berbagai pertanyaan.Dirinya terlalu kesal mengetahui bahwa Dion tidur lagi bersamanya untuk malam ini pun.Sedangkan kini mendadak Dion tersenyum mendengar pertanyaan Nia
"Jantung aku kenapa?" Nia terus saja menegang dadanya yang bergemuruh hebat, menahan rasa aneh yang membuatnya menjadi hampir sulit untuk bernapas."Nia!" seru Asih.Nia pun terkejut mendengarnya, dengan segera mengelus dadanya yang terasa berdebar kencang antara bingung dengan Dion dan juga terkejut melihat Asih yang sudah berada di hadapannya."Kamu bisa nggak, kalau ngomong pelan-pelan!""Kamu yang aneh, waktu tadi melewati Dila dan dia memanggil kamu nggak dengar, setelah itu keluar dari kamar mandi. Aku juga manggil kamu, sampai aku menyusul masuk karena aku tahu Tuan Dion di kamar mandi. Yang jadi pertanyaannya kamu kenapa? Masih sakit?" tanya Asih setelah menyelesaikan penjelasan yang begitu panjang lebar sebab Nia yang begitu aneh.Sedangkan Nia malah cengengesan, dirinya benar-benar tidak menyadari semua itu."Apa begitu?" tanya Nia sambil terus berdebat dengan pikirannya."Mungkin kamu masih sakit, makanya begini. Sampai-sampai Tuan Dion saja tidak bisa bergerak dari tempatn
"Saya mau menawarkan kerja sama dengan kamu, kamu tahukan saya adalah seorang janda yang baru saja ditinggal suami. Sedangkan anak saya butuh uang untuk sekolah. Uang yang di tinggalkan oleh mendiang suami saya memang tidak terlalu banyak, akan tetapi bisa untuk dijadikan modal usaha. Maka dari itu saya ingin mengajak kamu untuk bekerja sama."Jelas Bu Rumi akan maksud dari kedatangannya menemui Nia."Kerja sama Bu?""Iya, saya rasa kue buatan kamu itu layak di pasaran dan saya kira bisa kita jadikan sebagai peluang bisnis, saya yang memberikan modal dan ruko sedangkan kamu yang bekerja, kita bagi keuntungan," lanjut Bu Rumi lagi.Nia pun tersadar dari lamunanya akan beberapa saat yang lalu, tawaran yang datang membuatnya begitu bersemangat untuk ikut dalam kerja sama dengan wanita paruh baya itu.Bahkan Nia pun menyetujui tawaran tersebut tanpa berpikir panjang lagi.Karena peluang tidak datang untuk kedua kalinya, berharap ini adalah awal dari segalanya.Nia sudah memimpikan sejak d
Malam harinya Nia pun memilih untuk segera masuk ke dalam kamarnya, malam ini mungkin dirinya bisa lebih baik.Sebab, tidak ada Dion.Karena Nia sangat tidak menyukai Dion sampai saat ini pun.Sampai akhirnya malam pun semakin larut, namun mata Nia belum juga bisa terpejam. Mendadak dirinya merasa ada yang kurang, tapi apa itu.Nia pun bangun dan berjalan ke arah jendela kaca, membukanya dengan selebar mungkin hingga menampakan arah luar yang begitu gelap gulita.Bahkan cahaya rembulan pun tampak begitu redup, tertutup awan tebal hingga hanya separuh yang terlihat.Mungkin seperti perasaan Nia saat ini, rasanya ada yang tidak ada.Tapi apa?Nia pun tampak kebingungan dengan perasaannya yang kosong.Malam kian semakin larut, rasa dingin pun mulai semakin terasa. Membuatnya kembali menutup jendela dan membaringkan tubuhnya pada ranjang.Namun, tetap saja matanya juga belum bisa terpejam juga.Hingga akhirnya perkataan Asih saat beberapa waktu lalu kembali melintasi di benaknya.--Berda
Nia pun mengerjapkan matanya, saat cahaya matahari mulai masuk melalui celah-celah jendela. Namun sesaat kemudian menyadari sesuatu merasa letih di sekujur tubuhnya.Seperti Nia habis berlari jauh, dan itu seakan membuat tubuhnya remuk.Mencoba untuk merenggangkan kedua tangan dan kakinya mungkin bisa menjadi sedikit lebih baik.Hingga akhirnya matanya pun terbuka lebar dan melihat Dion yang masih terlelap di sampingnya.Nia pun segera mendudukkan dirinya, sambil memijat tengkuk yang juga begitu tidak nyaman, kemudian menyadari sesuatu yang tampak begitu janggal.Perlahan Nia melihat ke bawah, ternyata dirinya hanya menggunakan selimut untuk menutupi tubuhnya.Ini membuatnya bertanya-tanya, hingga kembali melihat ke dalam selimut untuk beberapa kali. Demi memastikan benar atau tidak jika apa yang dilihatnya barusan.Ternyata memang benar-benar tanpa sehelai benang pun, seketika itu Nia pun panik dan melihat ke sampingnya.Dia yakin jika laki-laki itu sudah melakukan sesuatu hal padany
"Ya ampun, yang semalam abis ehem-ehem. Berapa ronde woy?" Nia pun menghentikan langkah kakinya yang hendak berjalan menuju kamar mandi, menoleh beralih menatap asal suara yang sepertinya baru saja terdengar di telinganya.Asih tampak duduk di kursi meja makan, sambil menyuapi Dila sarapan pagi ini.Tapi mengapa pertanyaan Asih seakan aneh, membuat Nia bingung dan bertanya-tanya akan maksud sahabatnya tersebut."Mami, semalam Dila dengar suara Mami. Pas Dila mau ke kamar Mami, tapi nggak di ijinin sama sama Mbak Asih," kata Dila dengan wajah polosnya."Se-semalam? Suara aneh?" tanya Nia dengan muka yang memucat dan juga suaranya yang gelagapan karena sepertinya ada yang sedang tidak beres."Ya, semalam itu kami sulit tidur. Soalnya ada suara. Suara orang sedang olah rasa sepertinya," ujar Asih menyindir Nia.Tubuh Nia semakin menegang saja, dia bingung dengan dirinya dan juga kejadian malam tadi.Awalnya mengira itu hanya sebuah mimpi semata hingga begitu menikmatinya, namun siapa sa
"Caelah, udah selesai nih," kata Asih saat melihat Nia melewati dirinya, sudah jelas terlihat bahwa wanita itu sudah selesai dengan mandinya.Tapi Nia memilih untuk tidak perduli, dirinya segera masuk ke dalam kamar.Seketika itu tatapan matanya dan Dion bertemu."Ngapain masih di sini? Pergi sana!" Dion hanya diam saja, biarkan saja bocah itu berbicara dengan sesukanya.Karena tidak penting bibirnya berkata apa, karena tahu berbeda dengan hatinya.Dengan segera Dion pun mengambil ponselnya dan memainkannya.Membuat Nia merasa diacuhkan dengan begitu saja, dengan segera berjalan menuju almari dan kini sudah selesai dengan dress sederhana miliknya.Nia pun memilih untuk segera ke luar, namun saat di ambang pintu mendadak langkah kakinya terhenti karena suara Dion."Nia!""CK!" dengan malas Nia pun memutar tubuhnya dan melihat Dion yang juga ternyata melihat ke arahnya.Dion tersenyum melihat tengkuk wanita itu yang dipenuhi dengan tanda, itu adalah hasil dari karyanya semalam.Mungkin
Ini adalah hari pertamanya mempersipkan toko kue, ada banyak kue yang harus dia buat hari ini.Jika memungkinkan maka besok toko itu akan resmi di buka dan semoga saja mendapatkan hasil seperti yang diinginkan.Nia akan sangat bangga bisa sukses dengan hasil dari usahanya sendiri.Menjadi mandiri adalah impian Nia sejak dulu."Ini rukonya?" Dion pun melihat sekitarnya, ruko itu tampak begitu kecil di matanya.Tapi masih cukup layak untuk dijadikan sebagai tempat berjualan, hanya saja Dion merasa bisa memberikan lebih dari ruko tersebut jika saja Nia mau.Masalahnya saat ini apakah Nia mau, padahal Nia juga bisa membuka toko kue sendiri tanpa harus ada ikatan kerja sama dengan orang lain.Tapi lagi-lagi Nia tak akan mau."Sombong amat sih, nggak suka ya udah. Pergi sana, ngapain masih di sini! Nggak ada yang ajak juga!" jawab Nia dengan ketus.Kemudian masuk ke dalam, karena Asih dan juga Dila sudah terlebih dahulu berada di sana.Dion pun ikut menyusul masuk, terserah kepada istrinya