Pagi harinya Nia pun terbangun, melihat jam yang terpasang di dinding yang ternyata sudah tidak bisa di sebut sebagai pagi.Karena, matahari pun sudah memancarkan sinarnya dengan begitu terang."Dila, udah makan?" tanya Nia yang melihat Dila yang duduk di kursi meja makan sambil memainkan boneka kecil milik Nia."Udah, Mami. Mbak Asih yang nyuapin," kata Dila."Syukurlah," Nia pun merasa lebih tenang, sebab Dila tidak boleh telat minum obat."Cie, telat bangun ya. Enak ya di kelonin sama suami," goda Asih yang baru saja keluar dari kamar mandi."CK! Minggir!" Nia langsung menyenggol Asih, kemudian masuk ke dalam kamar mandi.Sedangkan Dion entah di mana, sebab saat Nia terbangun pun sudah tidak ada di sampingnya.Dan sama sekali tidak membuat Nia penasaran kemana perginya Dion.Setelah menyelesaikan ritual paginya, Nia pun kini duduk di kursi meja makan.Sarapan pagi dengan nasi goreng kampung dan juga telur mata sapi kesukaannya, tampaknya pagi ini Asih yang memasak."Dila, nggak bos
"Kamu sedang apa?" tiba-tiba saja Dion muncul, membuat Nia tersentak seketika."Mas, kamu itu bisa nggak jangan ngagetin aku?" Nia tampak begitu kesal, bahkan tatapannya begitu tajam mengarah pada Dion.Sedangkan Dion hanya diam saja sambil berjalan mendekati ranjang dan duduk di bagian sisinya.Membuat Nia semakin kesal saja, dirinya sangat lelah seharian ini membuat kue pesanan.Tapi Dion malah semakin membuatnya emosi."Kamu ngapain di sini?""Memangnya kenapa?"Ya ampun, Nia pun mengepalkan kedua tangannya yang menggantung."Mas, aku mau pakai baju!""Lalu, masalahnya di mana?" Dion hanya biasa saja dan tidak terpancing amarah sama sekali.Matanya hanya melihat Nia yang hanya berbalut handuk, setelah selesai mandi.Dada wanita itu tampak semakin membesar saja, mungkin karena kehamilannya.Dion sangat hapal dengan lekuk tubuh Nia."Mas, keluar. Aku mau pakai baju baju!" Nia pun menunjuk arah pintu, meminta Dion untuk keluar dengan segera.Sungguh tidak nyaman berpakaian dengan adan
Keesokan harinya Nia merasa lebih baik, namun Nia tersadar jika ada Dion di sampingnya bahkan memeluk dirinya.Dengan segera Nia pun bangkit, kesal karena mengetahui Dion memeluknya.rasanya terlalu lancang melakukan hal itu.Tidur Dion pun terusik karena pergerakan Nia, "Kamu sudah bangun?" tanya Dion melihat Nia yang sudah turun dari ranjang.Membuatnya juga ikut bangun, dengan segera memegang dahi Nia.Merasa suhu tubuh Nia sudah kembali normal setelah sempat mengalami demam tinggi. Membuat Dion merasa lebih tenang."Apaan sih!" kesal Nia saat Dion memegang dahinya.Membuat Dion pun mengerutkan keningnya, karena perubahan sikap Nia begitu berubah drastis.Sebenarnya ada apa dengan istrinya itu, Dion pun diam sambil bertanya-tanya."Ngapain pegang-pegang, ngapalin di sini? Ngapain juga meluk aku?" cerca Nia dengan berbagai pertanyaan.Dirinya terlalu kesal mengetahui bahwa Dion tidur lagi bersamanya untuk malam ini pun.Sedangkan kini mendadak Dion tersenyum mendengar pertanyaan Nia
"Jantung aku kenapa?" Nia terus saja menegang dadanya yang bergemuruh hebat, menahan rasa aneh yang membuatnya menjadi hampir sulit untuk bernapas."Nia!" seru Asih.Nia pun terkejut mendengarnya, dengan segera mengelus dadanya yang terasa berdebar kencang antara bingung dengan Dion dan juga terkejut melihat Asih yang sudah berada di hadapannya."Kamu bisa nggak, kalau ngomong pelan-pelan!""Kamu yang aneh, waktu tadi melewati Dila dan dia memanggil kamu nggak dengar, setelah itu keluar dari kamar mandi. Aku juga manggil kamu, sampai aku menyusul masuk karena aku tahu Tuan Dion di kamar mandi. Yang jadi pertanyaannya kamu kenapa? Masih sakit?" tanya Asih setelah menyelesaikan penjelasan yang begitu panjang lebar sebab Nia yang begitu aneh.Sedangkan Nia malah cengengesan, dirinya benar-benar tidak menyadari semua itu."Apa begitu?" tanya Nia sambil terus berdebat dengan pikirannya."Mungkin kamu masih sakit, makanya begini. Sampai-sampai Tuan Dion saja tidak bisa bergerak dari tempatn
"Saya mau menawarkan kerja sama dengan kamu, kamu tahukan saya adalah seorang janda yang baru saja ditinggal suami. Sedangkan anak saya butuh uang untuk sekolah. Uang yang di tinggalkan oleh mendiang suami saya memang tidak terlalu banyak, akan tetapi bisa untuk dijadikan modal usaha. Maka dari itu saya ingin mengajak kamu untuk bekerja sama."Jelas Bu Rumi akan maksud dari kedatangannya menemui Nia."Kerja sama Bu?""Iya, saya rasa kue buatan kamu itu layak di pasaran dan saya kira bisa kita jadikan sebagai peluang bisnis, saya yang memberikan modal dan ruko sedangkan kamu yang bekerja, kita bagi keuntungan," lanjut Bu Rumi lagi.Nia pun tersadar dari lamunanya akan beberapa saat yang lalu, tawaran yang datang membuatnya begitu bersemangat untuk ikut dalam kerja sama dengan wanita paruh baya itu.Bahkan Nia pun menyetujui tawaran tersebut tanpa berpikir panjang lagi.Karena peluang tidak datang untuk kedua kalinya, berharap ini adalah awal dari segalanya.Nia sudah memimpikan sejak d
Malam harinya Nia pun memilih untuk segera masuk ke dalam kamarnya, malam ini mungkin dirinya bisa lebih baik.Sebab, tidak ada Dion.Karena Nia sangat tidak menyukai Dion sampai saat ini pun.Sampai akhirnya malam pun semakin larut, namun mata Nia belum juga bisa terpejam. Mendadak dirinya merasa ada yang kurang, tapi apa itu.Nia pun bangun dan berjalan ke arah jendela kaca, membukanya dengan selebar mungkin hingga menampakan arah luar yang begitu gelap gulita.Bahkan cahaya rembulan pun tampak begitu redup, tertutup awan tebal hingga hanya separuh yang terlihat.Mungkin seperti perasaan Nia saat ini, rasanya ada yang tidak ada.Tapi apa?Nia pun tampak kebingungan dengan perasaannya yang kosong.Malam kian semakin larut, rasa dingin pun mulai semakin terasa. Membuatnya kembali menutup jendela dan membaringkan tubuhnya pada ranjang.Namun, tetap saja matanya juga belum bisa terpejam juga.Hingga akhirnya perkataan Asih saat beberapa waktu lalu kembali melintasi di benaknya.--Berda
Nia pun mengerjapkan matanya, saat cahaya matahari mulai masuk melalui celah-celah jendela. Namun sesaat kemudian menyadari sesuatu merasa letih di sekujur tubuhnya.Seperti Nia habis berlari jauh, dan itu seakan membuat tubuhnya remuk.Mencoba untuk merenggangkan kedua tangan dan kakinya mungkin bisa menjadi sedikit lebih baik.Hingga akhirnya matanya pun terbuka lebar dan melihat Dion yang masih terlelap di sampingnya.Nia pun segera mendudukkan dirinya, sambil memijat tengkuk yang juga begitu tidak nyaman, kemudian menyadari sesuatu yang tampak begitu janggal.Perlahan Nia melihat ke bawah, ternyata dirinya hanya menggunakan selimut untuk menutupi tubuhnya.Ini membuatnya bertanya-tanya, hingga kembali melihat ke dalam selimut untuk beberapa kali. Demi memastikan benar atau tidak jika apa yang dilihatnya barusan.Ternyata memang benar-benar tanpa sehelai benang pun, seketika itu Nia pun panik dan melihat ke sampingnya.Dia yakin jika laki-laki itu sudah melakukan sesuatu hal padany
"Ya ampun, yang semalam abis ehem-ehem. Berapa ronde woy?" Nia pun menghentikan langkah kakinya yang hendak berjalan menuju kamar mandi, menoleh beralih menatap asal suara yang sepertinya baru saja terdengar di telinganya.Asih tampak duduk di kursi meja makan, sambil menyuapi Dila sarapan pagi ini.Tapi mengapa pertanyaan Asih seakan aneh, membuat Nia bingung dan bertanya-tanya akan maksud sahabatnya tersebut."Mami, semalam Dila dengar suara Mami. Pas Dila mau ke kamar Mami, tapi nggak di ijinin sama sama Mbak Asih," kata Dila dengan wajah polosnya."Se-semalam? Suara aneh?" tanya Nia dengan muka yang memucat dan juga suaranya yang gelagapan karena sepertinya ada yang sedang tidak beres."Ya, semalam itu kami sulit tidur. Soalnya ada suara. Suara orang sedang olah rasa sepertinya," ujar Asih menyindir Nia.Tubuh Nia semakin menegang saja, dia bingung dengan dirinya dan juga kejadian malam tadi.Awalnya mengira itu hanya sebuah mimpi semata hingga begitu menikmatinya, namun siapa sa
Satu Pesan dari Ibu[Kau tidak pulang? Jika tidak, Adinda akan menggantikan posisimu sebagai Presiden Direktur!] Membaca itu, Dimas segera mencengkram ponsel di tangannya.Sesaat kemudian ponsel itupun melayang dan berakhir hancur di lantai.Jika sebelumnya Laras mengancam akan menyumbangkan semua kekayaanya pada panti asuhan, maka kini Laras malah lebih gila lagi! Ibunya itu sampai mengatakan Adinda yang akan menggantikan posisinya.Ini gila!Dimas tidak habis pikir kenapa bisa Laras melakukan ini padanya.Dan jika Adinda yang menggantikan posisinya, itu akan jauh lebih membuatnya terhina di hadapan wanita jalang itu.Jelas tidak bisa dibiarkan!"Pak Presdir, Ibu Laras ingin berbicara," kata Gilang sambil memberikan ponsel di tangannya pada Dimas.Tentunya karena ponsel Dimas tak lagi bisa terhubung sebab sudah hancur berantakan di lantai."Katakan padanya saya akan pulang!" Dimas tak menerima ponsel yang diarahkan padanya.Dia menyambar jasnya dan langsung pergi.Jika bukan karen
Setiap kisah dan waktu yang sudah terlewati tak akan bisa diulang kembali.Namun, semua kisah itu seakan lekat dalam ingatan tanpa bisa untuk terlupakan oleh ingatan.Aku Nia putri, menjalin kisah dengan takdir yang kujalani.Harapan ku hanya satu, bisa mendapatkan suatu harapan untuk bisa membuat ibu ku terus bersama ku setelah aku kehilangan ayah ku.Namun, siapa sangka bonus dari semua perjuangkan ku justru hal yang tak terduga.Justru kebahagiaan itu menghampiri ku.Dion seorang pria duda dengan satu anak dan usianya jauh lebih tua dari ku.Kami menjalin hubungan yang rumit karena sebuah alasan yang kuat namun penuh dengan air mata.Tujuan saling menguntungkan malah berakhir dengan saling mendapatkan kenyamanan.Tapi aku katakan aku bahagia.Awal kisah yang ku alami malah membawaku padanya.Meskipun banyak yang tidak aku inginkan dalam kisah ini.Tapi tetap saja aku tidak bisa bisa menolak takdir ku yang rumit itu.Terlepas dari itu semua aku adalah wanita penuh dengan kesalahan y
Di tempat lainnya ada juga yang sedang berbahagia.Raya kembali melahirkan seorang anak laki-laki Dan kini anak itu diberi nama 'Raza' perpaduan antara nama Raya dan Reza.Itu adalah saran nama dari Dion.Reza dan Raya pun setuju saja."Itu nama dari, Opa Dion," kata Reza sambil tersenyum pada bayinya."Benar, dan ini adalah, Oma," Raya pun menunjuk Nia.Nia pun tersenyum karena merasa lucu, tapi bagaimana pun juga itu memang benar dan tidak masalah juga menjadi Oma diusia yang masih muda ini."Aduh, cucu Oma," Nia pun menggendong bayi lucu itu.Dia melihat wajah anak itu yang sangat mirip dengan Reza.Bahkan sedikit mirip dengan Zaki."Nia, berikan pada, Opanya," Dion pun menunjuk ke arah Chandra.Chandra pun tersenyum karena kini sudah memiliki seorang cucu."Bagaimana kalau berikan pada, Oma Kiara," celetuk Nia.Kiara yang dari tadi hanya diam pun seketika terkejut mendengar ucapan Nia."Ibu Nia, saya masih ting-ting. Saya masih mahasiswa, saya masih kecil, saya dipanggil, Kak Kia
Beberapa bulan kemudian...Niko dan Ranti menyambut bahagia saat kelahiran putra mereka yang diberi nama 'Fatih Niko Adiguna'Sesuai dengan keinginan Niko, mereka hanya memiliki satu orang anak saja.Niko tidak ingin serakah, dia sudah merasa cukup dengan kehadiran seorang anak laki-laki untuk menjadi pewarisnya.Terlebih lagi tidak ingin melihat Ranti harus berada dalam sebuah keadaan yang menegangkan.Dia tak mau mengambil resiko.Meskipun keadaan rahim Ranti masih memungkinkan untuk mengandung lagi.Dia sangat mencintai istrinya dalam keadaan apapun.Menurutnya memiliki anak adalah sebuah hadiah.Tapi memiliki Ranti adalah anugerah.Jadi, dia sudah sangat bahagia dengan satu putra saja.Selebihnya dia menganggap anak Barra juga anaknya.Apa lagi Barra memiliki 3 orang anak, membuat Niko merasa anaknya sudah memiliki Kakak walaupun hanya sepupu saja."Wajahnya lebih mirip, Mama," kata Ranti.Dia pun melihat wajah Mama mertuanya dan lagi-lagi melihat wajah putranya.Putra kecil yang
"Dokter Niko, lihat ini," Adam menunjuk layar monitor.Saat itu Niko pun melihat ke arah yang ditunjuk oleh Dokter Adam.Tapi Niko yang sedang tidak baik-baik saja tidak mengerti."Ada apa?" tanya Niko.Bodoh?Ya, Niko akan sangat bodoh jika sudah menyangkut tentang Ranti.Begitu juga dengan saat ini.Bahkan dia sendiri tidak dapat berpikir jernih, padahal Dokter Adam sudah menunjukkan dengan jelas.Namun, Niko masih bertanya.Dia butuh jawaban, sekaligus penjelasan yang pasti.Jangan memintanya untuk menyimpulkan sendiri, dia tidak bisa.Otaknya sedang sulit untuk bisa berpikir jernih."Tidak ada masalah dengan rahim istri anda, janinnya juga sudah berada di dalam rahim," terang Dokter Adam.Niko pun terkejut mendengarnya dia pun segera mendekat dan melihat dengan jelas."Ini keajaiban, Dokter Niko. Lihat ini," Dokter Adam pun kembali memperlihatkan bagian lainya, rasanya pemeriksaan sebelumnya dan saat ini jauh lebih baik."Apakah ini mungkin?" tanya Niko yang belum percaya."Iya, i
"Aku pun akan mati, jika kamu mati," tambah Niko lagi.Ranti terdiam mendengar ucapan suaminya itu."Tapi aku akan tetap mempertahankan anak ku," kata Ranti dengan penuh keyakinan.Siapa pun ibu tak akan tega membunuh anaknya, begitu juga dengan Ranti."Vina, panggil, Dokter Winda!" pinta Niko.Untuk kaki ini dia tak bisa lagi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.Dia tidak memiliki keberanian untuk mengetahui keadaan Ranti saat ini.Dia butuh bantuan dokter lain untuk bisa membantunya, sedangkan Dokter Winda adalah dokter senior yang sudah banyak menangani pasien dan Niko sudah tak tahu dengan kehebatannya.Meskipun perasannya begitu was-was akan keadaan Ranti saat ini.Tapi jelas terlihat bahwa Ranti akan dengan kerasnya pendiriannya yang tak akan menggugurkan kandungannya."Selamat siang, anda memanggil saya, Dok?" Dokter Winda pun telah tiba seperti yang di sampaikan oleh Vina untuk segera menemui Niko.Niko pun mulai tersadar dari pikirannya yang kacau, sambil melihat wajah
"Hamil?" Niko terdiam saat menyaksikan sendiri ada janin di rahim istrinya.Dia pun mengingat kembali saat itu Ranti menggodanya dan hal itu pun terjadi sebelum dia berpikir untuk membuat sel telurnya tidak bekerja.Bahkan saat itu tidak hanya satu kaki, namun berkali-kali.Lantas bagaimana ini?"Kamu ngomong apa tadi?" tanya Ranti yang mendengar ucapan Niko.Niko pun kini melihat Ranti dengan pikirannya yang kacau."Niko, aku hamil?" tanya Ranti memastikan, "berarti testpack yang aku gunakan tadi tidak keliru," tambah Ranti.Ranti terus saja tersenyum bahagia membayangkan sebentar lagi anak menjadi seorang ibu.Dia langsung saja memeluk Niko dengan penuh kebahagiaan.Tak tahu harus bagaimana untuk meluapkannya tapi Ranti benar-benar tidak akan pernah bisa melupakan saat ini."Tuh, kan, nggak perlu adopsi anak. Buktinya sekarang aku hamil, artinya kita akan jadi orang tua," Ranti semakin mempererat pelukannya.Begitu larut dalam kebahagiaan yang tak bisa teralihkan sama sekali.Kemud
Beberapa hari kemudian.....Ranti menatap alat uji kehamilan di tangannya dengan malas.Entah sudah berapa kali dia menggunakannya demi mengetahui apakah ada janin yang tumbuh di rahimnya atau tidak.Mungkin saja ini sudah testpack yang ke 50.Dan hasilnya masih saja garis satu, sungguh membuatnya merasa sedih.Dia pun akhirnya segera menuju ranjang, hari ini dia sangat malas melakukan hal apapun.Sedangkan Niko sedang berada di rumah sakit.Dan seharusnya Ranti selalu mengantar makan siang untuk suaminya itu, sekaligus akan makan bersama-sama.Tapi dia pun malah tertidur pulas dan lupa untuk mengantarkan makanan siang untuk Niko.Hingga ponselnya pun berdering, tidurnya pun terusik dan dengan rasa malas menjawab panggilan itu."Halo," Ranti tak melihat terlebih dahulu nama siapa yang ada di layar ponselnya.Dia langsung saja menjawabnya."Sayang, kamu sudah di mana?" tanya Niko.Ranti pun baru tersadar jika yang menghubungi dirinya adalah Niko.Kemudian dia melihat jam dinding, dia p
Keesokan harinya."Kamu nggak ke kantor?" Ranti melihat Niko tampak santai di atas ranjang sambil memeluk dirinya.Ini tidak biasanya terjadi, karena kebiasaan Niko jika pagi begini pergi bekerja."Aku mau di rumah aja sama kamu," jawab Niko."Kenapa begitu?""Libur untuk satu hari rasanya tidak salah," kata Niko lagi.Ranti pun mengangguk mengerti.Mungkin Niko juga kelelahan dan butuh waktu untuk beristirahat.Mengingat selama ini Niko selalu saja disibukkan dengan pekerjaan yang tidak ada habisnya."Ranti, bagaikan kalau kita mengadopsi anak."Deg!Jantung Ranti rasanya keluar dari dadanya.Dia begitu shock mendengar pertanyaan Niko barusan.Tunggu dulu.Itu pertanyaan atau pernyataan?Ranti tak pernah berpikir jika Niko akan berkata demikian.Apakah Niko sudah sangat ingin memiliki anak sehingga dia mengatakan demikian."Tapi aku juga bisa hamil, kenapa harus mengadopsi anak?" tanya Ranti yang bingung.Niko pun menutup matanya dia pun segera bangkit dari atas ranjangnya berjalan