Share

Bagian 80

Penulis: Nay Azzikra
last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-17 11:59:35

Hingga beberapa saat kemudian, mereka bertiga berjalan ke tempat dimana Nia duduk.

"Sudah?" tanya Nia pada anak-anaknya.

"Ayah mau pulang katanya, Bu. Adek Bilal sakit," jawab Dinta sedih.

"Kita jenguk ya, Bu?" pinta Danis.

"Gak bisa sekarang, ya?" tolak Nia halus. Kedua anaknya bergumam kecewa.

"Mau beli kembang gula, Bu," ujar Dinta saat melihat pedagang lewat di pinggir jalan.

"Ini, beli sana!" sahut Agam sembari mengulurkan uang. Kedua anaknya girang dan saling lomba lari menuju pria yang menjajakan makanan dengan bahan dasar gula pasir.

"Tadi siapa?" tanya Agam pada Anti. Dirinya mencari tempat duduk yang jauh dari Nia.

"Mas Agam melihat aku duduk dengan seseorang?" tanya Nia memastikan.

"Iya, aku melihatnya. Kayak pernah lihat."

"Mas Agam benar-benar tidak tahu, dia siapa?" Agam menggeleng.

Nia menyadari akan hal yang sama, yang terjadi kemarin saat di rumah Yani. Kalau perempuan yang habis melahirkan

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (7)
goodnovel comment avatar
Wagirin
Seseorang jika sdh bertaubat, di terima tidaknya Taubatnya..
goodnovel comment avatar
Anantasya Farida
saya doain semoga kakak author nya sehat selalu, biar bisa update terus...
goodnovel comment avatar
Murni Aty
iya si agam mah pingin menang sendiri..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 81

    Hari berganti bulan, Anti tidak pernah lagi berjumpa dengan Agung. Entah ke mana perginya lelaki satu-satunya yang pernah dekat dengannya setelah kecelakaan.Suatu ketika, Umi menceritakan padanya tentang berita terakhir yang didengar dari ustadz. “Dia dipindah tugaskan karena kesalahan yang dia lakukan. Dan Mas Agung membawa wanita itu pindah. Terakhir mau pergi, Mas Agung pamit pada Ustadz. Semoga dia istiqomah dengan taubatnya.”Entah mengapa, mendengar kabar itu, Anti begitu sedih. Seburuk-buruknya Agung padanya dulu, pria itu pernah berjasa mengembalikan Nadia padanya.“Dia tidak bilang, ke mana piundah?” tanya Anti kemudian. Umi menggeleng.“Mungkin ingin benar-benar hidup di daerah yang baru. Tanpa ada yang mengenal latar belakang dia.” Anti mengangguk paham.Ada sebuah hampa yang ia rasa. Entah apa itu. Seseorang yang dulu selalu hadir setiap waktu, menawarkan tawa pada Nadia, kini menghilang bak di telan

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-18
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 82

    Sesampainya Anti di tempat yang dimaksud, dirinya mengirim pesan pada Agam yang belum ia ketahui dialah orangnya.[Dimana?][Dekat pohon besar] balas Agam.Dengan cepat Anti melajukan kendaraan kea rah pohon yang terletak di halaman samping gedung yang terlihat sepi. Ada rasa was-was. Namun, Anti bertekad, melihat siapa yang datang. Bila memang seseorang yang tidak ia kenal maka, ia akan segera membelokkan kendaraan dan pergi. Untung di sana, ada tukang kebun yang tengah enyapu. Sehingga dirinya tidak terlalu takut.Dan betapa terkejutnya, saat melihat pria yang terlihat semakin dewasa itu duduk dengan santai di lantai dengan kaki menjuntai ke halaman serta menatap ke arahnya. Agam mengamati penampilan Anti yang jauh berbeda. Pun dengan tubuhnya yang terlihat lebih kurus.“Maaf, apa nomer yang menghubungi aku, Mas Agam?” tanya Anti sopan. Namun, tidak bisa dipungkiri kalau dirinya begitu gugup. Bertemu tiba-tiba dengan seseorang yang pe

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-18
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 83

    Agam terus menerus memikirkan sikap Anti saat terakhir bertemu. Membuatnya memiliki sedikit rasa belas kasihan pada wanita yang dulu sangat ia benci. Laila tidak pernah menanyakan apapun tentang pertemuan suaminya dengan ibu kandung Bilal. Seolah takut dengan apa yang akan ia dengar.Sebagai seorang yang pernah menderita tekanan batin, Laila tentu memiliki fisik yang juga lemah. Akhir-akhir ini kondisinya sangat tidak stabil. Sering demam bila di malam hari. Menjadikan Bilal terpaksa mereka titipkan pada ibunya.“Mas,” panggil Laila suatu malam.“Ya,” jawab Agam sembari mendekatkan tubuh pada Laila yang menggigil.“Apa Mbak Anti akan mengambil Bilal dari kita?” tanyanya cemas.“Aku belum cerita, ya?” Laila menjawab pertanyaan suaminya dengan gelengan. “Anti minta maaf sama kita karena telah berusaha menemui Bilal. Dia juga minta maaf atas nama Nadia yang pernah datang ke sini. Dia berjanji

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-19
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 84

    Sesampainya di rumah sakit, ibu Laila hanya diperbolehkan menunggu di luar karena membawa anak kecil. Jadilah Agam menemani istrinya seorang diri. “Pasien harus masuk ICU,” ujar dokter membuat persendian Agam terasa lemas. Dia meras tidak dapat menunggu Laila seorang diri. Sembari menunggu dokter dan petugas medis menyiapkan Laila untuk dipindahkan ke ruang ICU, Agam melangkah gontai ke luar. Menemui mertuanya yang tengah mengajak Bilal bermain. Memberitahukan kabar yang sangat tidak menyenangkan itu. “Terus bagaimana?” Wanita yang berpakaian sederhana itu bertanya dengan diiringi isakan. “Aku akan menghubungi seseorang untuk menjaga Bilal,” ujar Agam mantap. Dirogohnya ponsel yang ada dalam saku dan menekan nomer seseorang. Terdengar salam dari ujung telepon. “Waalaikumsalam,” jawab Agam. “Tolong, datanglah ke rumah sakit, sekarang. Aku butuh bantuan kamu,” ujarnya lagi. “Ini Mas Agam?” Wanita di seberang telepon bertanya.

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-19
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 85

    “Anti, titip Bilal. Aku harus menjaga Laila,” ujar Agam memecah keharuan yang Anti rasa.“Iya, Mas. Akan aku jagakan dia,” jawab Anti terlihat bahagia.“Aku akan mengambilnya bila keadaan ibunya sudah membaik.” Ucapan Agam dengan menyebut Laila adalah ibunya Bilal, membuat Anti seakan tersisih. Terlihat di sana, dirinya hanya dibutuhkan untuk sementara waktu. Namun, hati wanita itu sangat menerima, apapun yang Agam pikirkan.Tujuan menitipkan Bilal untuk apa, dirasa tidak penting. Karena yang ia butuhkan adalah waktu dan kesempatan untuk dapat bersama dengan anak yang pernah ia kandung.“Iya, Mas. Aku akan merawat dia sementara waktu. Jemputlah Bilal bila semua keadaan kamu telah membaik,” jawab Anti bijaksana.“Aku ke dalam. Takut bila ada sesuatu hal yang harus diurus atau keadaan Laila ….” Ucapan Agam terhenti.“Masuklah! Dia sangat membutuhkan kamu. Aku

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-20
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 86

    Motor Anti memasuki halaman rumah. Terlihat ibunya sedang menjemur baju di sana. Terpana kala melihat anak dan cucunya datang dengan membawa seorang balita. “Siapa itu, Nad?” tanya Ibu Anti. Meskipun fotonya terpampang besar, tetap saja belum tahu sosok yang didendong Nadia. Karena memang dalam hati wanita itu, tidak pernah mengingat Bilal. “Ajak masuk, Nad!” perintah Anti. Dia lalu mengangkat belanja yang ada di depannya. “Bu,” panggil Anti pada ibunya yang masih terpana dengan tatapan mengikuti tubuh Nadia masuk ke dalam. Tangannya masih memegang sehelai baju yang akan ia jemur. “An, dia siapa?” Ibunya bertanya dengan tatapan menyelidik. “Dia Bilal. Anakku,” jawab Anti. “Eh, kok bisa ada sama kamu?” “Istri Mas Agam masuk ICU. Dia tidak ada yang menjaga.” Selepas berkata demikian, Anti masuk begitu saja tanpa mempedulikan ibunya yang masih berdiri mematung. “Baaaak … itu poto atu, ya?” Bilal bertanya begitu mel

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-20
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 87

    Beberapa hari di rumah Anti, Bilal mulai bisa menyesuaikan diri. Sesekali, anak itu sudah mau memanggil dengan sebutan Ibu. Hal tersebut berkat Nadia yang selalu mengajari adiknya.Karena melihat ibunya yang kurang bersahabat terhadap Bilal, Anti terpaksa membaa anaknya ke kantor. Namun, wanita itu tidak pernah merasa repot. Justru seperti mendapat pengalaman baru baginya. Pun dengn Bilal, anak itu merasa bahagia bila diajak ibu kandungnya menaiki motor. Apalagi, yang ia lihatdi jalan, banyak sekali kendaraan besar. Hal yang jarang sekali ia saksikan di sekitar tempat tinggalnya yang terletak di daerah sepi.“Bu, tu apa?” tanya Bilal saat pertama kali melihat mobil tangki.“Itu mobil tangki,” jawab Anti.“Ilal mau beli obing tangki,” teriaknya girang.“Iya, nanti ya, sepulang Ibu bekerja, kita beli mobil tangki,” jawab Anti lagi.Jadilah setiap hal baru yang dilihat anaknya, dan anaknya ingin m

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-21
  • Istri Lima Belas Ribu   Bagian 88

    Agam termenung di atas kursi depan kamar rawat Laila pada suatu malam. Dia kemudian menelpon Anti untuk menanyakan anaknya. “Baik, Mas. Kemarin-kemarin sih, sering nangis panggil ibunya. Maklum, ‘kan lingkungan baru buat dia. Tapi sekarang sudah tidak lagi. Sudah agak bisa menyesuaikan diri. Dia juga sesekali masih Tanya ibunya di mana. Aku jawab saja, sedang sakit. Nanti kalau sudah sembuh, bakal jemput dia ke sini.” Jawaban yang disampaikan Anti membuat Agam tertegun. Selama ini, istrinya telah takut pada sesuatu yang salah. Nyatanya, Anti begitu legowo menyebut Laila sebagai ibu Bilal. “Terima kasih, ya? Maaf merepotkan kamu,” ujar Agam lagi. “Tidak apa-apa, Mas, sebagai orang yang pernah melahirkan Bilal, aku harus siap dimintai bantuan. Aku yang berterima kasih, sudah diberikan kesempatan untuk merawat dia.” “Anti, apa kamu tidak ingin tinggal selamanya dengan Bilal?” Entah bisikan dari mana, Agam bertanya demikian. Terdengar helaan napas panjang

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-21

Bab terbaru

  • Istri Lima Belas Ribu   Ending

    Part 11 POV Dania (Ending) Lelah hati tatkala harus menghadapi banyak hal. Akhirnya aku menyerah pada keadaan. Aku tidak akan memaksakan takdir apapun sekarang. Selalu bertemu dengan orang-orang yang membuat hati ini sakit hati, membuatku semakin sadar kalau hanya keluarga Laura saja yang baik padaku. Melihat penghianatan Nindi dan juga sikap Cika yang masih dingin dan membenciku, membuat hati ini sudah memutuskan. Aku akan menghilang dari hidup orang-orang yang mengenalku. Untuk apa mempedulikan Cika yang sangat membenciku? Baginya, Ines adalah ibunya. Setelah Nindi keluar dari rumah, Laura menelpon malam-malam dan menangis. Ia mengatakan kalau pacarnya ternyata selingkuh dan dia seorang diri. Laura menanyakan perkembangan hubunganku dengan Cika, dan aku menjawab apa adanya. “Cika tidak akan pernah bisa menerimaku. Itu kenyataannya,” jawabku sudah pasrah dengan keadaan. “Dania, aku minta maaf, bisakah kamu kembali kesini? Hidup bersamaku dan aku menarik semua ucapanku kemarin,” p

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 10

    Part 10Tiga hari tinggal bersama, dia tetap masih diam. Makananku tetap disiapkan, tetapi menunggu aku keluar untuk makan sendiri. Dia sama sekali tidak seperti dulu yang memanggilku, menyiapkan baju ganti dan segala keperluanku. Akhirnya, pagi ini kuberanikan diri untuk mengajaknya berbicara.“Apa aku akan diusir seperti Nindi?” tanyaku pelan. Dia yang lagi-lagi berkutat dengan laptop--mengangkat wajah.“Pilihlah mana dari milikku yang akan kamu ambil, Cika! Sisanya, bila kamu tidak mau, maka akan kujual. Kamu bisa gunakan untuk keperluan hidupmu. Itu jika kamu mau,” jawabnya tanpa ekspresi ramah.Aku memainkan jari jemariku. Bingung hendak menjawab apa. Ponselnya berdering dan dia langsung mengangkatnya. Aku masih berdiri mendengarkan dia berbicara dengan orang yang kukira ada di luar negeri.Meski sudah lama tidak pernah belajar bahasa asing lagi, tetapi aku tahu apa arti dari ucapan yang disampaikan seseorang dari seberang telepon sana. Speaker ponsel yang dihidupkan membuatku bi

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 9

    Part 9“Mbak Dania, aku minta maaf, Mbak, aku akui memang salah dan aku akan meminta dia untuk keluar dari rumah Mbak Dania asalkan Mbak Dania masih mengizinkan aku untuk tetap di sini. Aku akan menjaga Cika, Mbak, aku janji,” kata Nindi sambil bersimpuh dan memegang kaki dia.“Aku sudah tidak butuh siapapun lagi, Nindi. Aku akan membiarkan orang-orang yang hanya memanfaatkanku dan juga orang-orang yang tidak menyukaiku untuk pergi dari hidupku. Aku tidak akan memaksakan takdir bahagia bersamaku, jadi, kamu tidak perlu bersimpuh meminta, karena aku sudah akan menghapusmu dari daftar orang-orang yang kukenal,” jawab dia santai.Seketika aku memandang wajah cantik itu. Ada sebuah perasaan terluka di sana. Jika dia benar-benar tidak mau lagi mengurusku, maka, siapa yang akan mengurusku lagi? Tiba-tiba saja ketakutan besar menguasai hati.Wajah itu, dia tidak mau melihat padaku. Padahal, aku berharap itu.Nindi masih bersimpuh sambil menangis.“Dimana mobilku, Nindi?” tanya dia datar.“Ee

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 8

    Part 8POV CikaAku memilih masuk dan duduk di atas hamparan pasir meski terik matahari terasa sangat menyengat di kulit. Benar-benar bingung hendak minta tolong dan mengadu pada siapa, maka kuputuskan untuk menangis seorang diri.“Ya Allah, kirimkan bantuan untukku. Ya Allah, ampuni aku jika aku selama ini nakal dan banyak dosa. Ya Allah, aku janji, jika aku mendapatkan pertolongan untuk masalahku ini, aku akan kembali sholat seperti saat di pondok dulu. Jika ada orang yang menolongku, maka aku akan menjadikannya sahabat,” ucapku sambil menangis.Lama aku berada dalam posisi ini, hingga leher terasa pegal, lalu aku mengangkat kepala. Saat menoleh, ternyata ada seseorang yang duduk di sebelahku dan dia melakukan hal yang sama.Menatapku.Deg.Jantungku berpacu lebih cepat tatkala mendengar orang itu memanggil namaku. Dia sosok yang kurindu, tetapi juga kubenci.“Kenapa kamu berpanas-panasan sendirian di sini?” ucapnya sambil berteriak.Aku diam, enggan menjawab. Teringat olehku Nindi

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 7

    Part 7POV DaniaAku menatap tubuh Nyonya dan Tuan yang terbujur kaku di rumah sakit dengan darah bersimbah di sekujur tubuh mereka–dengan hati yang sangat hancur.Baru sebentar kembali bekerja bersama mereka yang sudah kuanggap seperti keluarga sendiri, tetapi harus merasakan sakitnya kehilangan. Nyonya dan Tuan tewas dalam kecelakaan tunggal. Mobil yang mereka tumpangi menabrak sebuah pohon dan nyawa mereka langsung hilang di tempat itu juga.Tak tahu lagi harus berusaha tegar seperti apa. Karena mereka berdua adalah keluarga yang kumiliki saat ini dan kenapa takdir selalu tidak berpihak padaku?Mayat Nyonya dan Tuan dimakamkan dua hari kemudian setelah berbagai prosesi keagamaan mereka berdua berlangsung. Kini, saat semua pelayat pergi, aku hanya berdua saja dengan anak semata wayang Nyonya yang berusia dua puluh tahun.“Aku akan melanjutkan kuliah di negara sebelah. Kamu jika masih mau di sini, maka harus mencari pekerjaan lain. Karena aku sudah tidak bisa membayarmu. Rumahku aka

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 6

    Part 6POV CIKAAku menatap rumah besar itu, mungkin untuk yang terakhir kalinya. Meski keberadaanku tidak diakui di sini, tetapi nyatanya, belasan tahun diriku hidup di sana.Walaupun tanpa kenangan indah, tetapi aku bisa melakukan apapun di rumah itu. Kini, aku harus melangkah pergi untuk yang terakhir kalinya. Hati benar-benar sadar, jika memang diri ini tiada lagi diharapkan oleh mereka. Kehadiranku di rumah itu hanya untuk mengukir kisah sedih.Hari ini aku pergi dengan naik taksi. Pulangnya, memilih berjalan menyusuri jalanan komplek perumahan elit yang semuanya memiliki pagar yang tinggi. Sengaja memilih berjalan kaki, hanya sekadar ingin menikmati rasa yang sangat menyesakkan dalam dada ini. Rencananya, nanti akan pulang dengan naik bus. Di dekat gerbang perumahan ini ada sebuah halte.Langkah kaki ini berjalan lambat. Aku sadar kini aku sudah benar-benar sendiri, dan sebentar lagi, bisa saja harus tiba-tiba hidup dengan sosok yangtidak kukenal sama sekali. Aku Cika, harus ber

  • Istri Lima Belas Ribu   Part 5

    Part 5Sebuah ketukan di luar pintu kamar membuat Cika beranjak dari tempat tidurnya. Ia yang sudah setengah mengantuk terpaksa bangun untuk menemui orang yang sudah pasti itu Nindi. Dengan memicingkan mata, Cika menatap perempuan yang masih lajang itu yang sudah siap dengan koper besar.“Mbak Nindi mau pergi?” Seketika mata Cika yang semula setengah mengantuk terbuka sempurna.“Iya,” jawab Nindi singkat dan ragu.Napas Cika mulai narik turun. Antara takut dan kaget.“Mbak Nindi, aku sama siapa di sini?” tanya Cika mulai menampakkan ketakutannya.“Sudah saatnya kamu belajar hidup mandiri , Cika. Tidak mungkin aku akan terus bersama dengan kamu. Ibu kamu saja sudah pergi. Dan keluarga kamu saja sudah tidak memperdulikan keberadaanmu lagi. Masa aku yang bukan siapa-siapa kamu harus bertahan di sini? Aku punya impian untuk menikah, aku punya keluarga yang harus aku rawat. Jadi, aku akan pergi sekarang dan mulai saat ini, kamu hidup di sini sendiri,” jelas Cika.“Mbak Nindi, tidak bisakah

  • Istri Lima Belas Ribu   Dania Part 4

    Part 4 Cika merasa sangat kesepian dengan hidup yang dijalani saat ini. Bingung karena setiap hari yang dilakukan hanyalah makan dan tidur saja. Hendak keluar untuk sekadar mencari kesenangan bersama teman-temannya pun susah dilakukan karena rumah yang ditempatinya saat ini cukup jauh dengan rumah kawan semasa ia sekolah. Bermain ponsel juga membuat kepalanya pusing. Nindi juga lebih banyak menghabiskan waktu di kantor. Jika malam minggu tiba, gadis yang sudah dewasa itu akan keluar bersama dengan sang kekasih dan pulang jika sudah dini hari saat Cika sudah terlelap dalam mimpi. Dua bulan sudah dilalui Cika hidup seorang diri di rumah besar peninggalan Dania. Di suatu pagi, Cika yang baru saja bangun menemui Nindi yang tengah sarapan pagi. Dengan langkah berat dan kepala tertunduk berjalan pelan menghampiri Nindi yang sedang sarapan. “Kenapa?” tanya Nindi saat Cika sudah sampai di hadapannya. “Pembantu yang katanya mau datang itu, apa tidak ada kabarnya?” tanya Cika ragu. Sikap ke

  • Istri Lima Belas Ribu   Dania Part 3

    Part 3Langit mulai gelap. Tidak ada bintang satupun di sana. Aku mulai menoleh ke kanan dan kiri mencari sebuah tumpangan yang bisa membawaku pulang. Entah pulang kemana. Dalam keadaan bimbang, aku membuka ponsel. Ternyata Rindi menelpon banyak ke nomorku. Ia juga berkirim pesan. Aku membukanya, tetapi hanya di bagian akhir yang kubaca.[Kamu kemana saja?][Kenapa belum pulang?][Cika, balas pesanku!][Cika, kamu kemana? Cepat pulang]Aku takut, tetapi tidak mungkin aku mengatakan kalau saat ini sedang di bandara. Akhirnya, aku memilih mencari taksi dengan berjalan keluar bandara. Tidak ada tempat lagi untuk pulang selain rumah Dania dan aku berharap Rindi sedang menungguku di sana. Aku sangat takut.Seketika bernapas lega saat kulihat Rindi tengah menungguku dengan cemas. “Dari mana saja kamu?” tanyanya cemas dengan wajah marah.Kali ini aku tidak akan melawannya. Dia satu-satunya orang yang masih peduli berada di sisiku. Aku diam sambil memainkan ujung kuku.“Cika, kamu dari mana?”

DMCA.com Protection Status