"Semoga Mas Agam hatinya luluh dan mengijinkan Mbak Anti bertemu Bilal," ujar Nia menguatkan hati wanita di sampingnya. Karena Anti bersikap sopan, maka dirinya pun segan. Bila dulu memanggil Anti dengan namanya terasa biasa. Namun, tidak dengan sekarang.
"Kok tahu apa yang aku rasa?" Anti menyelidik.
"Dari tatapan Mbak Anti, aku bisa melihatnya. Dari cara memandang sama mereka. Aku tahu apa yang dirasa dalam hati Mbak Anti." Agak canggung menyebut Anti dengan Mbak. Namun, demi menghormati dia yang sudah lebih dulu menghormati, Nia harus membiasakan diri.
"Setiap orang memiliki hati yang berbeda, Mbak Nia. Meskipun aku sangat menginginkan itu, tapi aku sadar. Itu hal yang sangat sulit. Mas Agam mungkin tidak akan pernah memberikan maafnya untukku," sahut Anti lirih. Tatapannya berpindah tempat. Tidak kuat melihat hal indah yang ada di sana.
"Jangan seperti itu. Hati seseorang bisa saja berubah. Aku contohnya. Dulu sangat membenci Mas Agam. Namun, seiring
Hingga beberapa saat kemudian, mereka bertiga berjalan ke tempat dimana Nia duduk."Sudah?" tanya Nia pada anak-anaknya."Ayah mau pulang katanya, Bu. Adek Bilal sakit," jawab Dinta sedih."Kita jenguk ya, Bu?" pinta Danis."Gak bisa sekarang, ya?" tolak Nia halus. Kedua anaknya bergumam kecewa."Mau beli kembang gula, Bu," ujar Dinta saat melihat pedagang lewat di pinggir jalan."Ini, beli sana!" sahut Agam sembari mengulurkan uang. Kedua anaknya girang dan saling lomba lari menuju pria yang menjajakan makanan dengan bahan dasar gula pasir."Tadi siapa?" tanya Agam pada Anti. Dirinya mencari tempat duduk yang jauh dari Nia."Mas Agam melihat aku duduk dengan seseorang?" tanya Nia memastikan."Iya, aku melihatnya. Kayak pernah lihat.""Mas Agam benar-benar tidak tahu, dia siapa?" Agam menggeleng.Nia menyadari akan hal yang sama, yang terjadi kemarin saat di rumah Yani. Kalau perempuan yang habis melahirkan
Hari berganti bulan, Anti tidak pernah lagi berjumpa dengan Agung. Entah ke mana perginya lelaki satu-satunya yang pernah dekat dengannya setelah kecelakaan.Suatu ketika, Umi menceritakan padanya tentang berita terakhir yang didengar dari ustadz. “Dia dipindah tugaskan karena kesalahan yang dia lakukan. Dan Mas Agung membawa wanita itu pindah. Terakhir mau pergi, Mas Agung pamit pada Ustadz. Semoga dia istiqomah dengan taubatnya.”Entah mengapa, mendengar kabar itu, Anti begitu sedih. Seburuk-buruknya Agung padanya dulu, pria itu pernah berjasa mengembalikan Nadia padanya.“Dia tidak bilang, ke mana piundah?” tanya Anti kemudian. Umi menggeleng.“Mungkin ingin benar-benar hidup di daerah yang baru. Tanpa ada yang mengenal latar belakang dia.” Anti mengangguk paham.Ada sebuah hampa yang ia rasa. Entah apa itu. Seseorang yang dulu selalu hadir setiap waktu, menawarkan tawa pada Nadia, kini menghilang bak di telan
Sesampainya Anti di tempat yang dimaksud, dirinya mengirim pesan pada Agam yang belum ia ketahui dialah orangnya.[Dimana?][Dekat pohon besar] balas Agam.Dengan cepat Anti melajukan kendaraan kea rah pohon yang terletak di halaman samping gedung yang terlihat sepi. Ada rasa was-was. Namun, Anti bertekad, melihat siapa yang datang. Bila memang seseorang yang tidak ia kenal maka, ia akan segera membelokkan kendaraan dan pergi. Untung di sana, ada tukang kebun yang tengah enyapu. Sehingga dirinya tidak terlalu takut.Dan betapa terkejutnya, saat melihat pria yang terlihat semakin dewasa itu duduk dengan santai di lantai dengan kaki menjuntai ke halaman serta menatap ke arahnya. Agam mengamati penampilan Anti yang jauh berbeda. Pun dengan tubuhnya yang terlihat lebih kurus.“Maaf, apa nomer yang menghubungi aku, Mas Agam?” tanya Anti sopan. Namun, tidak bisa dipungkiri kalau dirinya begitu gugup. Bertemu tiba-tiba dengan seseorang yang pe
Agam terus menerus memikirkan sikap Anti saat terakhir bertemu. Membuatnya memiliki sedikit rasa belas kasihan pada wanita yang dulu sangat ia benci. Laila tidak pernah menanyakan apapun tentang pertemuan suaminya dengan ibu kandung Bilal. Seolah takut dengan apa yang akan ia dengar.Sebagai seorang yang pernah menderita tekanan batin, Laila tentu memiliki fisik yang juga lemah. Akhir-akhir ini kondisinya sangat tidak stabil. Sering demam bila di malam hari. Menjadikan Bilal terpaksa mereka titipkan pada ibunya.“Mas,” panggil Laila suatu malam.“Ya,” jawab Agam sembari mendekatkan tubuh pada Laila yang menggigil.“Apa Mbak Anti akan mengambil Bilal dari kita?” tanyanya cemas.“Aku belum cerita, ya?” Laila menjawab pertanyaan suaminya dengan gelengan. “Anti minta maaf sama kita karena telah berusaha menemui Bilal. Dia juga minta maaf atas nama Nadia yang pernah datang ke sini. Dia berjanji
Sesampainya di rumah sakit, ibu Laila hanya diperbolehkan menunggu di luar karena membawa anak kecil. Jadilah Agam menemani istrinya seorang diri. “Pasien harus masuk ICU,” ujar dokter membuat persendian Agam terasa lemas. Dia meras tidak dapat menunggu Laila seorang diri. Sembari menunggu dokter dan petugas medis menyiapkan Laila untuk dipindahkan ke ruang ICU, Agam melangkah gontai ke luar. Menemui mertuanya yang tengah mengajak Bilal bermain. Memberitahukan kabar yang sangat tidak menyenangkan itu. “Terus bagaimana?” Wanita yang berpakaian sederhana itu bertanya dengan diiringi isakan. “Aku akan menghubungi seseorang untuk menjaga Bilal,” ujar Agam mantap. Dirogohnya ponsel yang ada dalam saku dan menekan nomer seseorang. Terdengar salam dari ujung telepon. “Waalaikumsalam,” jawab Agam. “Tolong, datanglah ke rumah sakit, sekarang. Aku butuh bantuan kamu,” ujarnya lagi. “Ini Mas Agam?” Wanita di seberang telepon bertanya.
“Anti, titip Bilal. Aku harus menjaga Laila,” ujar Agam memecah keharuan yang Anti rasa.“Iya, Mas. Akan aku jagakan dia,” jawab Anti terlihat bahagia.“Aku akan mengambilnya bila keadaan ibunya sudah membaik.” Ucapan Agam dengan menyebut Laila adalah ibunya Bilal, membuat Anti seakan tersisih. Terlihat di sana, dirinya hanya dibutuhkan untuk sementara waktu. Namun, hati wanita itu sangat menerima, apapun yang Agam pikirkan.Tujuan menitipkan Bilal untuk apa, dirasa tidak penting. Karena yang ia butuhkan adalah waktu dan kesempatan untuk dapat bersama dengan anak yang pernah ia kandung.“Iya, Mas. Aku akan merawat dia sementara waktu. Jemputlah Bilal bila semua keadaan kamu telah membaik,” jawab Anti bijaksana.“Aku ke dalam. Takut bila ada sesuatu hal yang harus diurus atau keadaan Laila ….” Ucapan Agam terhenti.“Masuklah! Dia sangat membutuhkan kamu. Aku
Motor Anti memasuki halaman rumah. Terlihat ibunya sedang menjemur baju di sana. Terpana kala melihat anak dan cucunya datang dengan membawa seorang balita. “Siapa itu, Nad?” tanya Ibu Anti. Meskipun fotonya terpampang besar, tetap saja belum tahu sosok yang didendong Nadia. Karena memang dalam hati wanita itu, tidak pernah mengingat Bilal. “Ajak masuk, Nad!” perintah Anti. Dia lalu mengangkat belanja yang ada di depannya. “Bu,” panggil Anti pada ibunya yang masih terpana dengan tatapan mengikuti tubuh Nadia masuk ke dalam. Tangannya masih memegang sehelai baju yang akan ia jemur. “An, dia siapa?” Ibunya bertanya dengan tatapan menyelidik. “Dia Bilal. Anakku,” jawab Anti. “Eh, kok bisa ada sama kamu?” “Istri Mas Agam masuk ICU. Dia tidak ada yang menjaga.” Selepas berkata demikian, Anti masuk begitu saja tanpa mempedulikan ibunya yang masih berdiri mematung. “Baaaak … itu poto atu, ya?” Bilal bertanya begitu mel
Beberapa hari di rumah Anti, Bilal mulai bisa menyesuaikan diri. Sesekali, anak itu sudah mau memanggil dengan sebutan Ibu. Hal tersebut berkat Nadia yang selalu mengajari adiknya.Karena melihat ibunya yang kurang bersahabat terhadap Bilal, Anti terpaksa membaa anaknya ke kantor. Namun, wanita itu tidak pernah merasa repot. Justru seperti mendapat pengalaman baru baginya. Pun dengn Bilal, anak itu merasa bahagia bila diajak ibu kandungnya menaiki motor. Apalagi, yang ia lihatdi jalan, banyak sekali kendaraan besar. Hal yang jarang sekali ia saksikan di sekitar tempat tinggalnya yang terletak di daerah sepi.“Bu, tu apa?” tanya Bilal saat pertama kali melihat mobil tangki.“Itu mobil tangki,” jawab Anti.“Ilal mau beli obing tangki,” teriaknya girang.“Iya, nanti ya, sepulang Ibu bekerja, kita beli mobil tangki,” jawab Anti lagi.Jadilah setiap hal baru yang dilihat anaknya, dan anaknya ingin m