Hari-hari berikutnya, Agung lebih bersemangat mengadakan pendekatan dengan Nadia. Karena pria itu tahu, kebahagiaan Anti hanya ada pada anaknya. Maka bila anaknya bahagia, dirinya akan ikut bahagia.
“Terimalah, Anti. Kamu masih muda dan harus meneruskan hidup. Bukankah Agung sesuai dengan kriteria kamu dulu? Serang polisi.” Ucapan bapaknya membuat Anti meradang. Kalimat itu seolah membuka luka kelam masa lalu yang ingin ia kubur dalam-dalam.
“Jangan ingatkan apapun tentang hal yang dulu, Pak. Bahkan aku sendiri sangat malu bila mengingatnya.” Usai berkata demikian, ibu Nadia itu beranjak dari kursi dan memilih menjauh dari kedua orang tuanya.
Setiap malam Anti sholat dan berusaha meminta petunjuk atas apa yang telah terlanjur ia katakana pada Agung.
“Ya Allah, bila ENGKAU tidak menghendaki aku dengannya maka, buatlah sebuah keputusan yang tidak menyakiti perasaan dia. Hanya kepadaMu hamba memohon pertolongan ya, Rabb ….” Lirih Anti dalam doanya.
Assalamualaikum semuanya .... Bagaimana puasanya? Lancar? Oh iya, mau tahu dong, dari cerita Nia, Agam, Anti, mana yang paling berkesan? Dan jika mau tahu cerita Fani, mampir di Balada Cinta fani, ya? Di sana ada pertengkaran Nia dengan Irsya lho .... Sudah tamat season satu, dan insya Allah, akan dilanjut season 2 Balada Cinta Fani dalam waktu dekat ini.
“Pilihannya ada dua, Mas. Kamu tanggung jawab, atau aku melakukan aborsi,” tukas Sesil.Agung masih terpaku tak bergerak dalam duduknya. Hatinya sangat sakit dengan buah perilakunya di masa lalu.“Mas,” panggil Sesil, membuat Agung tersadar dari lamunan.“Beri aku waktu berpikir, Sesil. Aku sangat kaget dengan berita yang kamu sampaikan. Beri aku waktu untuk memngambil keputusan,” jawab Agung dengan tatapan nanar.“Apa yang akan kamu pikirkan, Mas? Ini adalah buah dari perbuatan kita selama ini. Lima bulan aku menanggungnya sendiri. Dan sekarang, kamu masih mau berpikir? Atau, kamu mau lari?” tuduh Sesil geram.“Sesil, aku sangat kaget dengan berita ini. Berbulan-bulan aku sudah berusaha keluar dari lembah hitam, dari kehidupan yang penuh hura-hura dan kemaksiatan, tapi tiba-tiba kamu datang dengan membawa berita ini. Aku sangat kaget. Aku perlu waktu untuk berpikir, memutuskan den
“Terus, kamu masih mempertimbangkan dua pilihan itu?” Anti bertanya serius. Tatapan tajam ia lemparkan pada Agung. “Ok, aku bukan orang yang baik. Aku pernah melakukan kesalahan dan dosa besar pada anakku. Tapi, itu dulu, saat aku belum mengenal dekat dengan siapa Rabb-ku. Sekarang ini, bukankah kamu sedang berusaha bertaubat? Mencari ridho-Nya Allah? Mengapa kamu berpikir untuk mempertimbangkan hal aborsi? Di luar sana, banyak orang yang menginginkan seorang anak. Dan kamu berpikir untuk itu?” tanya Anti lagi bertubi-tubi.Agung meremas rambut dengan kedua tangan. Terlihat sekali kalau dirinya frustasi.“Anti, apa kamu bahagia dengan kabar ini?”“Maksud kamu?”“Aku tahu, kamu tidak menyukai aku. Maksudnya, kamu tidak suka dengan ajakan aku untuk kita menikah,” ujar Agung lirih. “Jadi, dengan hal ini menimpa aku, kamu pasti merasa punya alasan untuk menolak, ‘kan?” tuduh A
“Om Agung kenapa tidak pernah ada kabar, Bu? Biasanya dia sering main ke sini,” ujar Nadia suatu hari.“Om Agung akan menikah, Nad,” jawab Anti membuat anak gadisnya kaget.“Kenapa menikah? Bukankah Om Agung sepertinya mendekati Ibu?” tanya Nadia lagi.“Karena Om Agung sebenarnya sudah berjanji sama seseorang akan menikahinya. Dia datang menagih janji itu,” jawab Anti berbohong. Dirinya tidak ingin, Nadia yang terlanjur menganggap Agung sosok yang baik, tiba-tiba mengetahui keburukan masa lalu pria itu. Biarlah, apa yang terjadi sebenarnya menjadi rahasia mereka berdua.Gadis itu memperlihatkan wajah yang sedih. “Bila suatu ketika nanti Ibu menikah, aku takut, aku tidak bisa dekat dengan orang itu, Bu.”“Nad, Ibu tidak ingin menikah lagi. Kamu tidak usah khawatir, ya?” Anti berusaha meyakinkan Nadia.“Tapi Ibu butuh teman bila aku harus pergi kuliah besok,”
Tanpa diduga wanita yang telah dua kali menjanda itu, keesokan harinya, Erina datang ke kantor dengan membawa surat rumah tersebut. Istri Tohir sengaja langsung mendatangi karena tahu, Anti tidak akan pernah mau bila diajak bertemu. Mereka duduk di musholla yang sepi. Karena hari masih belum siang sehingga, tempat ibadah itu belum ada yang mengunjungi. “Mas Tohir menitipkan ini, Mbak,” ucap Erina sembari mengulurkan kertas. “Kenapa kamu mau, Erina? Kenapa kamu mengijinkan Mas Tohir melakukan ini?” tanya Anti kesal. “Mbak, mungkin Mas Tohir kesepian karena aku tidak kunjung bisa memberikan anak, Jadi, apapun yang ia bisa lakukan untuk Nadia, dia akan melakukannya. Mas Tohir bilang, rumah itu, rumah orang tuanya menjadi hak miliknya. Dan akan diberikan kepada anak kami, bila suatu saat kami punya anak. Jadi, dia berusaha mendapatkan rumah Mbak Anti untuk Nadia.” Dengan penuh rasa was-was, Erina menjawab. “Aku tahu, Mbak, kalau Mbak Anti menolak. A
Hari semakin berganti. Tanpa Anti pernah tahu lagi, bagaimana kabar lelaki itu. Perihal rumah yang diberikan Tohir, dirinya sama sekali tidak berniat menempati. Namun, wanita itu tetap mengatakan pada anaknya tentang apa yang ayahnya berikan.“Suatu saat kamu menikah, kamu boleh tinggal di sana, Nad,” ucap Anti sesaat setelah Nadia tahu, kalau rumah masa kecilnya telah menjadi miliknya kembali.“Kenapa harus suatu saat, Bu. Kalau aku ingin tidur di sana, apa tidak boleh? Aku merindukan kamarku yang dulu, Bu,” ungkap Nadia jujur. Di wajahnya terlihat sebuah kesedihan.“Tapi Ibu rasanya tidak nyaman, Nad.”“Aku ingin ke rumah itu, sebentar saja, Bu. Boleh, ya?” Permintaan Nadia tidak bisa ia tolak.Hingga akhirnya, sore itu, kedua ibu anak berjalan beriringan menuju rumah yang hanya berjarak sepuluh menit dengan berjalan kaki dari rumah orang tua Anti.Terlihat lapuk karena tidak terurus. Seketik
“Mbak Nia, apa kabar?” sapa Anti sopan. Sejenak Nia bergeming. Kaget dengan sikap sopan Anti. Mereka berjabat tangan, tapi Nia tetap saja acuh.“Lhah, kamu kenal, An sama bu Nia?” tanya Yani kaget, membuat Nia tidak punya kesempatan menjawab pertanyaan dari wanita yang telah menghancurkan rumah tangganya dulu.“Iya, kenal.” Anti menjawab ssingkat.“Silakan, duduk, An. Di sini, di kasur bareng sama bu Nia, gak papa, ya? Belum sempat beres-beres,” ujar Yani yang masih menyusui anaknya.“Ah, iya, aku duduk di sini saja. Panas, sambil ngadem,” sahut Anti sembari mendaratkan tubuh di atas lantai dan bersandar pada tembok dngan menghadap kasur busa tinggi di hadapannya.“Eh, jangan! Kok di bawah gitu. Sini, ah,” ajak Yani tidak enak. Karena Yani dan Nia duduk di atas sementara Anti di bawah.“Gak papa, Yan. Udah santai saja. Kayak sama siapa,” sahut Anti berusaha t
Nia berpamitan setelah lama mengobrol dengan Yani. Topik mereka kali itu adalah Anti. Entah mengapa meskipun sudah diberitahu kalau Anti sudah berubah, dirinya tetap saja belum bisa move on dari kejadian tempo dulu. Ditambah lagi, saat melihat Bilal yang terlantar di pelataran rumah sakit."Itu bukan urusan aku," gumamnya lirih sembari menyetir mobil.Sebelum pulang, Nia mampir ke sebuah toko sembako untuk membeli segala kebutuhan dapurnya yang habis.Entah kebetulan macam apa, di sana, Anti juga sedang berbelanja. Ada begitu banyak toko, tapi keduanya harus berada dalam satu tempat yang sama. Beriringan memilih sendiri benda yang akan dibeli, membuat Nia merasa canggung. Namun, tidak dengan Anti. Ibu Nadia itu sudah bisa menetralisir perasaan yang ada dalam hati.Semua hal telah berlalu. Apabila Nia masih membenci, itu hal yang wajar dan dirinya menerima. Itu yang ada dalam pikiran Anti. Wanita itu tetap asyik memilih semua barang kebutuhan yang ia beli.
"Apa salah bila aku masih membencinya, Mas, bila melihat Anti?" tanya Nia pada suaminya setelah menjelaskan apa yang ia temui di rumah Yani."Tidak salah, itu hak kamu. Tapi, Anti juga berhak berubah. Setiap orang pasti punya kesalahan. Setiap orang diciptakan unik dengan karakter masing-masing. Itu sebabnya, sebagai orang dekat, siapapun yang berbuat salah, wajib menasehati." Irsyad menjawab sembari merangkul pundak Nia. Mereka duduk di kursi ruang tamu."Hatiku masih ada rasa yang entahlah, Mas." Nia berkeluh kesah."Kenapa kamu memikirkan dia kalau kamu masih tidak suka sama Anti? Jangan bahas apapun kalau memang kamu masih ada rasa benci terhadap dia," jawab Irsya enteng."Tapi kenapa aku kepikiran perilaku dia tadi, Mas?" Irsya tertawa mendengar kalimat aneh yang diucapkan istrinya."Kamu memang aneh. Kenapa harus memusingkan hal-hal yang tidak penting? Memang bagaimana sikap Anti tadi? Adakah yang membuat kamu tersinggung sehingga berpikir sa