“Pasti Mbak yang ngambil kalung aku, kan!” tuduh Salsabila-adik kedua Alex.
“Kalung? Mbak nggak ada ngambil apa-apa Bila,” bantah Aleana.
Perempuan keras kepala itu tentu saja tetap kekeh bahwa iparnya-Aleana yang mengambil kalungnya yang hilang, ia menggeledah kamar Aleana dan mengacak seisi kamar tanpa belas kasihan.
“Apa untungnya Mbak ngambil kalung kamu, sih! Kamu jangan seenaknya dong ngacak-ngacak kamar nanti mbak dimarahin Mas Alex!” Aleana mulai meradang.
“Heh kamu! Bisa diam? Mbak kan nggak pernah lagi dibeliin perhiasan sama Mas Alex, jadi bisa aja Mbak iri sama aku yang selalu dibeliin sama suami Mbak!” Tuduhan demi tuduhan terus dilontarkan Salsabila pada iparnya.
Salsabila terus saja melanjutkan penggeledahannya, alih-alih menemukan kalungnya yang hilang ia justru menemukan sekotak perhiasan Aleana yang tak sengaja ditemukan perempuan keras kepala itu di dalam lemari.
“Bil-Bil, Mbak minta tolong kembaliin itu mahar pernikahan Mbak Bila.” Aleana merengek meminta belas kasihan agar sekotak perhiasannya dikembalikan.
Senyum jahat muncul di wajah perempuan tanpa hati itu, ia membuka kotak perhiasan dan mengambil kalung yang ada di dalamnya, matanya kalap melihat kalung emas Aleana yang tampak lebih bagus daripada yang dimilikinya.
“Bagus juga, aku suka,” ucapnya, sembari menggantungkan kalung itu di lehernya.
“Tolong kembaliin itu punya Mbak! Kamu ke luar sekarang!” Aleana berusaha memaksa adik iparnya untuk ke luar dari kamar.
“Aku ambil ya! Sebagai ganti kalung aku yang hilang!” ujarnya tanpa rasa segan.
“Kamu jangan hilang akal gitu ya, itu punya mbak bukan punya kamu. Kembaliin Bila!” Aleana berusaha merebut kalungnya.
Pertikaian pun terjadi, aksi saling tarik menarik kalung pun berlangsung hal tersebut memunculkan keributan dalam rumah yang mengundang Kanjeng-mertua Aleana datang menghampiri mereka.
“STOP! Apa-apaan sih ini?” Kanjeng tampak geram melihat keributan yang terjadi dan kamar yang sudah seperti kandang karena dihancurkan oleh Salsabila si perempuan keras kepala.
Aleana sontak terkejut dan menghampiri mertuanya itu, “Ma, Lea minta tolong Ma. Bila ngambil kalung mahar pernikahanku sama Mas Alex.”
“Ka-kalung aku hilang Ma, Mbak Lea yang ngambil jadi aku ambil balik kalungnya sebagai ganti, jadi kan impas!” ucapnya tanpa rasa bersalah.
“Oh, lancang kamu ya Lea!” pekiknya, sembari melayangkan jari telunjuknya ke dahi Aleana.
“Ma, aku mohon Ma sekali ini aja tolong kembaliin kalung aku.” Aleana mencakupkan kedua tangannya di hadapan mertuanya untuk memohon membantunya membujuk Salsabila mengembalikan kalung itu.
“Kasi aja! Lagian kamu siapa suruh ngambil kalung anak saya, kamu sih cari gara-gara!” Kanjeng tak menghiraukan Aleana yang sudah memohon-mohon di hadapannya. “Mending sekarang kamu turun terus masak! Makanan di dapur udah habis,” titahnya.
Aleana tak berdaya, wanita itu hanya bisa pasrah dan menuruti kemauan mertuanya. Ia lekas melangkahkan kakinya dan menyeka air matanya. Aleana menahan semua rasa sakit hatinya walaupun ia sendiri sebenarnya sudah muak dengan perlakuan adik iparnya.
“Ada makanan nggak?” tanya seorang pria, yang tiba-tiba sudah ada di belakang Aleana.
Aleana terkejut, “Eh, Mas. Kapan datengnya?”
“Baru aja, ada makanan nggak?”
“Aku baru masak Mas, sebentar ya,” sahutnya lembut.
“Duh, gimana sih! Cepetan ya, aku udah laper,” titahnya.
“Iya, Mas.”
Si pria dingin itu lantas meninggalkan istrinya tanpa sepatah kata lagi, tak ada sambutan hangat ataupun ucapan sayang untuk menyemangati istrinya yang sudah lelah seharian mengurus pekerjaan rumah, seperti biasa Alex hanya bersikap acuh.
“LEAAA!” teriak Alex dari kamar.
Aleana terkejut, sontak ia langsung meletakkan panci yang sedang dicucinya dan segera menghampiri suaminya itu.
“I-iya Mas. Kenapa?”
“Kamu ya! Dasar istri nggak becus, kamu masih nanya kenapa? KAMU BUTA YA!” pekiknya.
Aleana hanya bisa menelan udara kosong menghadapi amarah suaminya.
“Ini kamar kamu apain, hah!”
“Ma-maaf Mas, ta-tadi Bila bongkar kamar kita mau nyari kalungnya yang hilang,” ucapnya sambil tertunduk.
“Kamu punya otak kan! Bisa nggak sih kamu beresin dulu!”
“Aku tadi mau beresin Mas cuma langsung disuruh masak sama Mama,” ujarnya polos.
“Alasan kamu! Pakek bawa-bawa Mama lagi! Kamu di rumah kerjaannya ngapain aja sih? Suami pulang makanan nggak ada, kamar berantakan, heh!”
“Aku kan ngurus rumah sendirian Mas, semua aku yang ngerjain, aku kelabakan Mas, maaf.”
Alex yang sudah lelah sedari pulang bekerja hanya bisa memijit keningnya melihat kamarnya yang berantakan.
“Ya sudah kamu lanjut masak sana! Aku beresin dikit, habis masak kamu lanjutin beresin.”
“Iya Mas.” Lagi dan lagi Aleana hanya bisa pasrah menghadapi perlakuan yang seperti ini.
Wanita itu kembali memasak.
“Mama, Putri pulang.” Anak perempuan yang memiliki paras manis itu langsung berlari ke arah Aleana dan memeluknya.
“Eh, anak Mama udah pulang. Langsung prepare buat makan ya Nak, ini udah mau siap.”
“Siap, Ma.”
Aleana segera menghidangkan makanan di meja makan setelah itu ia langsung pergi ke kamar untuk membereskan kekacauan yang terjadi. Semua orang sudah berada di meja makan untuk menyantap makanan yang dihidangkan Aleana, tapi tak satu pun yang memanggil wanita itu untuk segera bergabung di meja makan.
“Mama mana, Pa?”
“Kamu kalau lagi makan jangan banyak bicara.”
“Tapi Pa, Mama nggak ikut makan sama kita?”
“Putri jangan ganggu Papanya lagi makan, malah ditanya-tanya,” tegur Kanjeng pada Putri.
“Maaf Oma.”
Putri segera menghabiskan makanannya yang ada di piring setelah itu ia mencari ibunya.
“Mama, kenapa Mama masih di sini?”
“Putri, udah selesai makan Nak?”
“Mama nanyain aku udah selesai makan apa belum, emang Mama sendiri udah makan?” tanya Putri khawatir.
Aleana melempar senyum pada Putri, “Mama lagi beresin ini, nanti pasti Mama makan, kok.”
“Emang Mama nggak laper? Mama pasti capek seharian ngurus rumah,” ucapnya sembari tangannya mengumpulkan bantal-bantal yang berserakan.
“Sebentar aja kok ini, lagian ini udah tugas Mama jadi nggak mungkin Mama tinggalin, kasian Papa nanti istirahat kamarnya berantakan malah nggak nyaman istirahatnya.”
“Kenapa sih Mama selalu perhatiin Papa? Kan Papa nggak pernah peduli sama Mama, tadi aja Mama nggak ikut makan semuanya nggak ada yang peduli Mama lagi kelaperan atau nggak!” ucapnya kesal.
“Eh, nggak boleh gitu ngomongnya. Papa kan suami Mama jadi wajib buat Mama perhatiin, kamu lain kali hati-hati ngomongnya ya sayang, takut Papa denger nanti Papa sakit hati, lo.”
“Mama mau sampai kapan kayak gini? Kan emang kenyataannya begitu. Papa nggak pernah perhatian sama Mama, Putri juga heran dan bahkan sampai lupa kapan terakhir kali lihat Mama sama Papa akur, kerjaannya berantem mulu.”
Aleana memegang tangan anaknya, “Sayang, Mama nggak papa, kok. Terima kasih ya udah peduli sama Mama.”
“Hah, kalau Mama kewajiban sebagai seorang istri memerhatikan suami terus Papa nggak pernah peduli sama Mama, kewajiban Papa sebagai suami Mama apa dong?”
Bersambung …
“Hah, kalau Mama kewajiban sebagai seorang istri memerhatikan suami terus Papa nggak pernah peduli sama Mama, kewajiban Papa sebagai suami Mama apa dong?”Aleana tertegun mendengar protes anaknya terhadap kelakuan Alex-suaminya, ucapan gadis itu begitu dewasa jika dibandingkan dengan usianya yang baru berusia lima belas tahun.“Sutss, Putri sayang. Mama sama Papa baik-baik aja, apa yang Putri lihat belum tentu seperti apa yang kamu pikirkan Nak, lagi pula dia kan Papa kamu jadi Putri harus menghormati Papa dengan cara jangan membicarakan hal yang buruk tentang Papa ya Nak.” Aleana berusaha menasehati anaknya yang mulai berpikir macam-macam.“Maaf Ma, Putri cuma nggak mau Mama dianggap kayak orang lain aja di rumah ini. Hmm, sisanya biar Putri yang beresin ya Ma, Mama mending makan dulu.”“Eh, nggak usah. Putri istirahat aja kan kamu capek Nak habis les.”“Mama juga lebih capek dari Putri, makan ya Ma!” Putri mendorong ibunya ke luar kamar niat untuk memaksa Aleana segera makan.“Iya-i
Putri menatap Alex dengan penuh emosi, “Apa? Kenapa? Papa mau tampar aku! Tampar aja! Tampar Pa aku nggak takut!” Tangan Alex tertahan di udara, tatapannya tajam penuh amarah melihat anaknya sendiri berani melawan dirinya, sekejap ia terdiam perlahan ia menurunkan tangannya lantas ia balik mencekal lengan Putri dan menarik gadis itu menuju kamar.“Mas! Kamu mau apakan anak aku!” Aleana berlari mengejar Putri.“Lepasin Pa! Sakit!”“Masuk kamu! Masuk!” Mengunci pintu kamar Putri.“Papa buka!” teriak gadis itu dari dalam kamar.“Mas! Apa-apaan kamu!”“Besok nggak ada les-lesan atau pun sekolah, kamu Papa tahan di kamar sampai kamu sadar dengan kesalahan kamu!”“Mas! Sadar itu anak kamu bukan hewan yang harus dikurung kayak gini.” Aleana tak tega melihat anaknya diperlakukan seperti itu.“Nggak ada yang boleh buka kamar ini kecuali ngasi dia makan! Kamar ini aku awasin di cctv kalau sampai ada yang berani bukain awas aja!” ancam pria kejam itu. Aleana tak bisa berb
“Udah ngebentak anak aku! Malah doain anak aku ke pleset lagi! DENDAM KAMU SAMA AKU?”“Astaga Mbak, mana ada aku doain anak-anak yang jelek-jelek.”“Hah, udah-udah sana! Ganggu banget.” Sikap Zaskia tentu saja tidak akan jauh-jauh dari perilaku Alex-kakaknya dan Salsabila-adiknya, wanita 36 tahun yang khas dengan rambut ikal hitamnya itu tidak pernah bersikap baik sedikit pun pada Aleana. Sifat Zaskia yang pemalas terkadang membuat Aleana sering mendapatkan pekerjaan tambahan, pasalnya wanita yang sudah berumah tangga itu sering kali membawa pakaian kotor ke rumah Alex hanya untuk menyuruh Aleana membersihkan pakaiannya. Pemandangan seperti ini sudah sering terjadi dan keluarga Alex sudah menganggapnya sebagai hal yang lumrah terjadi.“Azka, ayo udah mainnya!” Zaskia asyik berlenggak-lenggok, kakinya yang jenjang itu tak sadar sedang menyusuri lantai yang baru saja dipel oleh Aleana.GUBRAK! Zaskia terpeleset, kakinya yang putih mendapat memar memerah karena te
Dengan tatapan polosnya Aleana memandang Alex, “Aku jadi ikut ya, Mas?”“Dih! Kepedean banget kamu, siapa juga yang mau ngajak kamu dekil kek gini. Aku cuma mau ngasi kunci rumah, nih.” Menyodorkan kunci rumah.“Kenapa sekarang Mas berubah sih? Karena aku udah nggak cantik kayak dulu lagi ya, Mas?” tanyanya penuh kesesakan.“Anak-anak sama yang lain udah pada nungguin, aku males drama-drama lagi! Jaga rumah ya!” sahutnya, mengabaikan pertanyaan Aleana. Dalam sekejap mobil Alex hilang dari pandangan. Sementara itu, dada Aleana masih terasa sesak karena komentar pedas Alex terhadap penampilannya. Wanita itu tampak cantik dengan dress bermotif bunga dan rambut hitam panjang yang digerai, entah apa yang salah dari mata Alex sehingga pria arogan itu menghina istrinya sendiri.*“Mas, aku mau nanya!” tanya Aleana, yang tengah berbaring di ranjang memerhatikan suaminya yang asyik memainkan gawainya.Alex tetap abai dan tak memerhatikan Aleana sedikit pun, wanita itu mulai meradan
“TEGA KAMU MAS! Kamu akan membayar semua atas perbuatanmu ini!”“Apa kamu bilang? Berani kamu ngancem aku? Heh, ingat ya kamu tanpa aku tidak ada apa-apanya! Emang kamu nggak inget dulu kamu itu cuma sebatang kara, kalau aku nggak nikahin kamu mungkin sekarang kamu jadi gelandangan nggak jelas.”“Jaga mulut kamu ya!”“Udahlah Lea! Bisa apa sih kamu? Nggak usah sok-sokan punya nyali besar gitu! Kamu tuh nggak ada apa-apanya dibandingkan aku,” cecarnya. Dengan tatapan sombongnya Alex terus saja merendahkan Aleana, seakan-akan dirinya punya kuasa penuh terhadap diri istrinya.“Dan ingat satu lagi, kamu nggak punya hak untuk ngatur-ngatur aku mau berhubungan sama siapa aja itu terserah aku!” tegasnya. Alex kembali ke ranjang hendak ingin melanjutkan tidurnya, namun Aleana memegang lengan Alex, menariknya dari ranjang hingga pria itu terbangun.“Malam ini aku nggak mau tidur sama kamu! Ke luar!” Aleana sangat marah.Alex yang juga tengah emosi dan tampak muak, tanpa
“Cih, terus sekarang kamu mau apa hah? Kamu mau cerai atau mau lapor keluarga aku? Ingat ya, masih ada Putri yang bakalan sedih kalau kamu ngelakuin itu. Kamu emangnya mau ngerusak kebahagiaan anak kesayangan kamu dengan merusak keluarga utuhnya nanti?” Rahang Aleana mengerat dan matanya memerah, ia membalikkan badan lantas pergi begitu saja dari kamar itu. “Mama, kok Mama lama sih? Habis dari mana?” “Kan Mama udah bilang Mama tadi belanja sayang,” sahutnya datar. “Mama baik-baik aja kan?” Putri merasakan ada hal yang janggal. “Ya, Mama baik-baik aja.” Sepanjang perjalanan Aleana terdiam dan tidak memulai percakapan dengan Putri seperti biasanya. Dada wanita itu masih sesak setelah kejadian tadi, betapa hancurnya hati seorang istri harus menyaksikan suaminya tidur dengan wanita lain dan ia tidak bisa berbuat apa-apa setelahnya. “Oma, Putri pulang.” “Eh, sayangnya Oma sudah pulang. Habis ini langsung makan ya!” “Iya, Oma.” “Alex, tumben pulangnya bareng
“Jadi itu artinya proposal aku untuk bersenang-senang dengan wanita lain kamu acc, iya kan sayang?” “Sebenarnya tujuan kamu nikahin aku apa si Mas? Apa sih yang salah dengan otak kamu itu?” “Kamu masih aja nanya, Lea sayaaang. Alasan aku nikahin kamu itu karena belas kasihan! Ya siapa coba yang nggak iba ngelihat anak yatim piatu, sebatang kara aku kasihan lihat hidupmu yang menyedihkan jadi dari pada membiarkan kamu hidup luntang-lantung di jalan kan enaknya aku nikahin aja dapat pahala karena menyelamatkan anak yatim piatu, ya kan?” jelasnya, dengan penuh kesombongan. “Cu-man karena kasihan Mas?” tanyanya gemetar. “Ya terus apa lagi? Oh, aku tau kamu pasti pengen aku jawab karena aku cinta sama kamu kan? Maaf ya, aku orangnya jujur jadi nggak bisa bohongin kamu dengan kata-kata itu.” Ia tersenyum lebar penuh dengan rasa percaya diri. “Makasi Mas, setidaknya sekarang aku tau alasan kenapa kamu kayak gini ke aku. Bahkan semua yang telah aku lakuin ke kamu udah nggak ada artinya di
“Stsss, aku bilang jangan keras-keras nanti didenger sama anak kamu! Sini sayang, kamu mau tahu jawaban apa yang suami kamu berikan atas pertanyaan polos anak kesayangan kamu itu?” Tubuh Aleana bergeming, ia pasrah karena tak bisa melawan Alex. “Aku jawab ke Putri gini, Papa sama Mama adalah orang tua yang harmonis jadi mana mungkin kita bakalan ngebiarin kamu seperti Khanya temanmu itu. Haha, gimana jawaban aku bagus kan sayang?” Alex kali ini benar-benar keterlaluan, pria berengsek itu berani memainkan perasaan anaknya sendiri. “Keterlaluan kamu Mas! Itu anak kamu, tega kamu mainin perasaannya Putri?” Aleana sangat geram. “Akan lebih menyakitkan lagi kalau aku ngomong yang sebenarnya! Aku ini baik jadi aku mau bantu kamu buat nyenengin anak kita, emang salahnya di mana?” “Kamu pikir ini lelucon Mas? Ini masalah mental Putri! Papa macam apa kamu!” “Udahlah Lea! Kamu nikmatin aja sandiwara ini, lagian nggak ada ruginya kan? Bayangin kalau kamu memilih ninggalin aku pa
“Apa? Dia lagi?” Ekpresi Aleana yang sangat terkejut seperti itu mengundang banyak tanya di benak Putri-anaknya. “Eeee, emangnya kenapa Ma?” tanyanya ragu. “Aduh, sayang! Kamu ngapain masih mau dianterin sama om-om itu? Kan Mama udah bilang ke kamu kalau kamu harus hati-hati sama orang asing!” “Hmm, orang asing? Tapi kan Ma dia ayahnya temen aku di tempat les, jadi om itu kan bukan orang asing karena Putri tau!” bantahnya. Aleana memegang kepalanya dengan kedua tangan. “Mama kenapa sih? Hari ini aneh banget, kan buktinya Putri nggak kenapa-napa Ma … itu artinya om itu orang baik!” kekehnya. “Putri sayangnya Mama. Dengerin Mama baik-baik ya Nak, Mama cuma mau kamu aman dan kenapa Mama nggak setuju kalau kamu deket-deket sama om-om itu karena hari ini dia udah buat Mama kesel! Dan dari cara dia memperlakukan Mama tadi itu sudah menunjukkan kalau dia itu bukan orang baik!” jelasnya kembali berusaha meyakinkan. Alis Putri bertaut, bib
*** Wanita 35 tahun itu berjalan dengan badan sedikit tegap dan pandangan lurus ke depan, sementara di sisi sebelah kanan Aleana tampak David yang setia menemani adik tak sedarahnya itu. “Semua urusan di kantor tadi aman kan, kak?” “Aman kamu tenang aja, ada aku di sini!” “Hah, untunglah! Maaf ya Lea nggak bisa balik lagi ke kantor tadi, soalnya acara sekolahnya Putri selesainya lama nggak seperti yang aku bayangin di awal,” keluhnya. “Kamu santai aja, aku masih bisa handle semuanya kok. Urusan seperti ini hanya masalah kecil buat aku!” tukasnya santai. Aleana tetap fokus dengan langkahnya namun matanya terpatri dengan layar gawainya, sembari tangan kanannya memegang minuman soda kaleng yang telah diteguknya setengah. KLENTENG! Gubrakkk! [wanita itu bertabrakan dengan seorang pria yang mengakibatkan minuman yang ada digenggamannya tumpah mengenai bajunya]. “Awww!” Baju Aleana basah terkena tumpahan minuman soda yang dibawanya. “Kalau jalan bisa pakai ma
“Awas ya kamu Lea! Jadi begini cara main kamu, kamu pikir aku takut dengan cara licik kamu ini! Tunggu pembalasan aku, bahkan kalau bisa kamu harus ngerasain rasa sakit lebih dari apa yang aku rasain sekarang!” ucapnya penuh amarah. Ia menarik jas berwarna hitam dan mengenakannya, lelaki itu bercermin untuk memastikan apa yang dikenakannya telah rapi. Ia telah nampak kemas dengan kemeja biru dan jas hitam serta sepatu hitam andalannya. “Kamu mau ke mana Alex?” tanya Kanjeng yang keheranan dengan penampilan putranya yang sudah rapi. “Alex mau ke luar sebentar, di rumah sumpek!” sindirnya pada Salsabila yang tengah duduk santai di sofa sembari menggeser-geser layar gawainya. “Palingan mau cari mangsa baru Ma atau nggak mau cari selingkuhannya si Zahra itu!” balasnya sinis. “Nih, ini nih yang bikin sumpek, ada mulut yang kurang di sekolahin kalau ngomong! Gini ni akibatnya dimanjain mulu, udah tua bukannya nyari pasangan! Jadi perawan tua juga lu!” Alex tak mau kalah. “S
TOK! TOK! TOK! “Iya sabar!” “Permisi!” “Duh, siapa sih? Nggak sabaran banget!” Salsabila ngedumel emosi. KREKKK! [pintu dibuka] “Mbak Lea! E … mbak ngapain ke sini?” tanyanya terheran. “Mbak mau nyari mas Alex, ada?” “Ada urusan apa ya?” “Kamu nggak perlu tau, mbak urusannya sama mas Alex bukan sama kamu!” ucapnya datar. “Ow nggak bisa dong mbak, aku kan adiknya mas Alex jadi aku berhak tau dong!” kekehnya. “Bila, udah ya! Mbak lagi nggak mau ribut sama kamu, mbak tanya sekali lagi mas Alex ada di rumah nggak?” Salsabila menarik napas dalam, “Hah, iya ada!” Aleana kembali melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah neraka itu, pandangannya beredar memerhatikan suasana yang sudah cukup lama ia tinggalkan. Kini tiap hirupan napasnya di rumah itu terasa sedikit lega tidak seperti sebelumnya yang penuh dengan kesesakan. “Mas … Mas Alex! Ada yang nyariin tuh,” panggilnya. “Siapa?” “Turun aja kenapa, banyak nanyak!” Alex yang masih asyik menggosok-gosok
PYANG! [suara barang-barang pecah] “Alex! Apa-apaan kamu,” tegur Kanjeng, yang keheranan melihat anaknya membabi buta. “Mama nggak usah ikut campur!” teriaknya kesal. “Ini jadi urusan Mama karena kamu masih anak Mama! Kalau kamu marah dan kesal bicara, jangan main rusakin barang kayak gini!” protesnya mulai tersulut emosi. “Ini semua gara-gara anak Mama yang manja itu, coba aja dia nggak ngasi rencana konyol seperti itu pasti semuanya masih baik-baik saja dan Alex tidak akan menanggung malu seperti ini serta kehilangan segalanya,” keluhnya. “Maksud kamu Bila?” “Iya, siapa lagi kalau bukan dia! Asal Mama tau ya, harga diri Alex sudah jatuh sejatuh-jatuhnya di hadapan semua orang, karena Aleana dan asisten keparatnya si David itu! Itu semua nggak bakalan pernah terjadi kalau anak manja Mama itu nggak ngasi ide konyol murahan!” “Ehmm,” Salsabila berdeham. Ia rupanya sedari tadi sudah berada di balik pintu mendengar semuanya. “Ini ni biang keroknya! Kamu harus tanggung jawab Bila!”
DEG!!! Menghadapi sikap Putri Aleana tiba-tiba kikuk, pernyataan anaknya membuat dirinya kehabisan kata-kata. “A e … ngobrolnya nanti aja ya sayang, kamu kan mau ke sekolah nanti telat lo,” kilahnya. Ia berusaha mengalihkan pembicaraan. “Hmm, iya deh Ma.” Pertanyaan Putri yang menyinggung soal pasangan kepada dirinya membuat wanita 35 tahun itu gelagapan, pasalnya pertanyaan tersebut dilontarkan oleh anak usia 15 tahun dan itu anak kandungnya sendiri. Aleana hanya terkejut mendengarnya karena hal itu menjadi sebuah pembicaraan yang tabu ketika yang menyatakan bukan orang yang seharusnya. “Bi, semua persiapan sekolah Putri udah kan?” “Udah bu, semuanya sudah saya siapin.” “Oke, makasi ya bi.” Putri sudah kemas dengan pakaian sekolahnya dan siap untuk berangkat ke sekolah. “Ayo sayang. Bi Aya nitip rumah ya, saya sama Putri berangkat dulu.” “Iya bu, siap.” “Pamit dulu sayang sama bi Aya,” titahnya. Putri meraih tangan bi Aya untuk bersalama
Alex mengangkat tangan kanannya ke udara seraya menampar Aleana namun, sebelum tangan lelaki licik itu menyentuh Aleana tangan David melesat cepat mencekal Alex. “Jauhkan tangan kotor kamu itu dari adik saya!” “Wanita sialan! Apa maksud kamu melakukan ini semua?” Aleana hanya membalas senyum kepuasan di wajahnya. “Kamu … kamu akan membayar mahal atas apa yang telah kamu lakukan Lea!” Alex sangat marah. Lelaki berengsek itu sedang menikmati sensasi marah yang meluap dan juga rasa malu yang tertahankan di waktu yang bersamaan, pasalnya baru saja video perselingkuhannya dengan Zahra di kantor telah ditayangkan di hadapan seluruh undangan yang datang pada pesta itu. Di sisi lain di pojok ruangan sedang ada Zahra yang menangis karena merasa malu. Alex mendengus, rahangnya mengeras dan matanya memerah. Lelaki itu melangkah menuju Zahra meraih tangan wanita itu dan berniat mengajaknya segera pergi meninggalkan pesta yang telah menjatuhkan harga diri mereka berdua
“Bu-bukan gitu Lea.”“Jadi? Gimana? Semua keputusan ada di tangan Mas, pikirkan ini baik-baik Mas.” Alex terdiam, ia tampak menimbang keputusan. “A-aku setuju, tapi setelah aku melakukan ini kamu percaya kan sama aku?” tanyanya kembali ragu. “Itu tergantung bagaimana sikap kamu Mas, buktikan dulu omongan kamu.” “O-oke, aku bakalan buktiin ke kamu kalau aku bener-bener serius ingin menebus semua kesalahan aku,” tegasnya. Alex berusaha meyakinkan Aleana kembali. “Bagus kalau memang begitu.” Alex kali ini akan menghadapi situasi yang sangat sulit, begitu saja ia langsung setuju dengan permintaan Aleana. “Kamu disuruh ngapain sama si nenek lampir itu Mas?” “E-enggak ada,” kilahnya. “Nggak ada tapi kok muka kamu panik gitu!” ucap Zahra curiga. “Kamu nyembunyiin sesuatu ya dari aku?” Alex mendengus, “Hah, nanti kalau aku cerita kamu marah!” keluhnya. “Ya, apa dulu Mas, belum juga cerita!” “Ja-jadi gini, besok akan diadakan pesta untuk rekan-rekan kerja di
*** “Zahra! Apa-apaan kamu, bukannya kemarin saya sudah pesan untuk melakukan pencatatan surat masuk dan surat ke luar!” Aleana meradang. “Ma-maaf bu, itu sudah saya lakukan dan pencatatan tersebut kemarin saya sudah cek,” jelasnya. “Terus kenapa masih ada surat masuk yang tertinggal? Dan ini tanggal pengiriman sudah dua hari yang lalu.” “Tapi saya sudah cek kemarin bu dan memang tidak ada.” Zahra berusaha membela dirinya. “Jadi maksud kamu saya yang salah?” Zahra tertunduk. “Ma-maaf bu, saya yang salah. Lain kali saya akan lebih berhati-hati,” jawabnya terpaksa. “Ingat ya, ini kesalahan fatal yang pertama kamu lakukan. Kamu bisa bayangkan kalau surat penting ini hilang atau tercecer, sudah barang pasti kalau kamu yang akan menanggung resikonya, karena hal fatal seperti ini bisa mengancam kerugian untuk perusahaan ini, paham kamu!” “Ba-baik bu. Tapi maaf sebelumnya kalau saya lancang … bukannya saya sudah mengatakan bahwa alangkah baiknya jika pekerjaan seperti ini