Hai readers >3 Semoga selalu dalam keadaan sehat dan rejekinya makin dilancarkan! Terima kasih ya untuk yang sudah mampir dan support cerita ini :) Happy reading love >3
“Awas ya kamu Lea! Jadi begini cara main kamu, kamu pikir aku takut dengan cara licik kamu ini! Tunggu pembalasan aku, bahkan kalau bisa kamu harus ngerasain rasa sakit lebih dari apa yang aku rasain sekarang!” ucapnya penuh amarah. Ia menarik jas berwarna hitam dan mengenakannya, lelaki itu bercermin untuk memastikan apa yang dikenakannya telah rapi. Ia telah nampak kemas dengan kemeja biru dan jas hitam serta sepatu hitam andalannya. “Kamu mau ke mana Alex?” tanya Kanjeng yang keheranan dengan penampilan putranya yang sudah rapi. “Alex mau ke luar sebentar, di rumah sumpek!” sindirnya pada Salsabila yang tengah duduk santai di sofa sembari menggeser-geser layar gawainya. “Palingan mau cari mangsa baru Ma atau nggak mau cari selingkuhannya si Zahra itu!” balasnya sinis. “Nih, ini nih yang bikin sumpek, ada mulut yang kurang di sekolahin kalau ngomong! Gini ni akibatnya dimanjain mulu, udah tua bukannya nyari pasangan! Jadi perawan tua juga lu!” Alex tak mau kalah. “S
*** Wanita 35 tahun itu berjalan dengan badan sedikit tegap dan pandangan lurus ke depan, sementara di sisi sebelah kanan Aleana tampak David yang setia menemani adik tak sedarahnya itu. “Semua urusan di kantor tadi aman kan, kak?” “Aman kamu tenang aja, ada aku di sini!” “Hah, untunglah! Maaf ya Lea nggak bisa balik lagi ke kantor tadi, soalnya acara sekolahnya Putri selesainya lama nggak seperti yang aku bayangin di awal,” keluhnya. “Kamu santai aja, aku masih bisa handle semuanya kok. Urusan seperti ini hanya masalah kecil buat aku!” tukasnya santai. Aleana tetap fokus dengan langkahnya namun matanya terpatri dengan layar gawainya, sembari tangan kanannya memegang minuman soda kaleng yang telah diteguknya setengah. KLENTENG! Gubrakkk! [wanita itu bertabrakan dengan seorang pria yang mengakibatkan minuman yang ada digenggamannya tumpah mengenai bajunya]. “Awww!” Baju Aleana basah terkena tumpahan minuman soda yang dibawanya. “Kalau jalan bisa pakai ma
“Apa? Dia lagi?” Ekpresi Aleana yang sangat terkejut seperti itu mengundang banyak tanya di benak Putri-anaknya. “Eeee, emangnya kenapa Ma?” tanyanya ragu. “Aduh, sayang! Kamu ngapain masih mau dianterin sama om-om itu? Kan Mama udah bilang ke kamu kalau kamu harus hati-hati sama orang asing!” “Hmm, orang asing? Tapi kan Ma dia ayahnya temen aku di tempat les, jadi om itu kan bukan orang asing karena Putri tau!” bantahnya. Aleana memegang kepalanya dengan kedua tangan. “Mama kenapa sih? Hari ini aneh banget, kan buktinya Putri nggak kenapa-napa Ma … itu artinya om itu orang baik!” kekehnya. “Putri sayangnya Mama. Dengerin Mama baik-baik ya Nak, Mama cuma mau kamu aman dan kenapa Mama nggak setuju kalau kamu deket-deket sama om-om itu karena hari ini dia udah buat Mama kesel! Dan dari cara dia memperlakukan Mama tadi itu sudah menunjukkan kalau dia itu bukan orang baik!” jelasnya kembali berusaha meyakinkan. Alis Putri bertaut, bib
“Pasti Mbak yang ngambil kalung aku, kan!” tuduh Salsabila-adik kedua Alex.“Kalung? Mbak nggak ada ngambil apa-apa Bila,” bantah Aleana. Perempuan keras kepala itu tentu saja tetap kekeh bahwa iparnya-Aleana yang mengambil kalungnya yang hilang, ia menggeledah kamar Aleana dan mengacak seisi kamar tanpa belas kasihan.“Apa untungnya Mbak ngambil kalung kamu, sih! Kamu jangan seenaknya dong ngacak-ngacak kamar nanti mbak dimarahin Mas Alex!” Aleana mulai meradang.“Heh kamu! Bisa diam? Mbak kan nggak pernah lagi dibeliin perhiasan sama Mas Alex, jadi bisa aja Mbak iri sama aku yang selalu dibeliin sama suami Mbak!” Tuduhan demi tuduhan terus dilontarkan Salsabila pada iparnya. Salsabila terus saja melanjutkan penggeledahannya, alih-alih menemukan kalungnya yang hilang ia justru menemukan sekotak perhiasan Aleana yang tak sengaja ditemukan perempuan keras kepala itu di dalam lemari.“Bil-Bil, Mbak minta tolong kembaliin itu mahar pernikahan Mbak Bila.” Aleana me
“Hah, kalau Mama kewajiban sebagai seorang istri memerhatikan suami terus Papa nggak pernah peduli sama Mama, kewajiban Papa sebagai suami Mama apa dong?”Aleana tertegun mendengar protes anaknya terhadap kelakuan Alex-suaminya, ucapan gadis itu begitu dewasa jika dibandingkan dengan usianya yang baru berusia lima belas tahun.“Sutss, Putri sayang. Mama sama Papa baik-baik aja, apa yang Putri lihat belum tentu seperti apa yang kamu pikirkan Nak, lagi pula dia kan Papa kamu jadi Putri harus menghormati Papa dengan cara jangan membicarakan hal yang buruk tentang Papa ya Nak.” Aleana berusaha menasehati anaknya yang mulai berpikir macam-macam.“Maaf Ma, Putri cuma nggak mau Mama dianggap kayak orang lain aja di rumah ini. Hmm, sisanya biar Putri yang beresin ya Ma, Mama mending makan dulu.”“Eh, nggak usah. Putri istirahat aja kan kamu capek Nak habis les.”“Mama juga lebih capek dari Putri, makan ya Ma!” Putri mendorong ibunya ke luar kamar niat untuk memaksa Aleana segera makan.“Iya-i
Putri menatap Alex dengan penuh emosi, “Apa? Kenapa? Papa mau tampar aku! Tampar aja! Tampar Pa aku nggak takut!” Tangan Alex tertahan di udara, tatapannya tajam penuh amarah melihat anaknya sendiri berani melawan dirinya, sekejap ia terdiam perlahan ia menurunkan tangannya lantas ia balik mencekal lengan Putri dan menarik gadis itu menuju kamar.“Mas! Kamu mau apakan anak aku!” Aleana berlari mengejar Putri.“Lepasin Pa! Sakit!”“Masuk kamu! Masuk!” Mengunci pintu kamar Putri.“Papa buka!” teriak gadis itu dari dalam kamar.“Mas! Apa-apaan kamu!”“Besok nggak ada les-lesan atau pun sekolah, kamu Papa tahan di kamar sampai kamu sadar dengan kesalahan kamu!”“Mas! Sadar itu anak kamu bukan hewan yang harus dikurung kayak gini.” Aleana tak tega melihat anaknya diperlakukan seperti itu.“Nggak ada yang boleh buka kamar ini kecuali ngasi dia makan! Kamar ini aku awasin di cctv kalau sampai ada yang berani bukain awas aja!” ancam pria kejam itu. Aleana tak bisa berb
“Udah ngebentak anak aku! Malah doain anak aku ke pleset lagi! DENDAM KAMU SAMA AKU?”“Astaga Mbak, mana ada aku doain anak-anak yang jelek-jelek.”“Hah, udah-udah sana! Ganggu banget.” Sikap Zaskia tentu saja tidak akan jauh-jauh dari perilaku Alex-kakaknya dan Salsabila-adiknya, wanita 36 tahun yang khas dengan rambut ikal hitamnya itu tidak pernah bersikap baik sedikit pun pada Aleana. Sifat Zaskia yang pemalas terkadang membuat Aleana sering mendapatkan pekerjaan tambahan, pasalnya wanita yang sudah berumah tangga itu sering kali membawa pakaian kotor ke rumah Alex hanya untuk menyuruh Aleana membersihkan pakaiannya. Pemandangan seperti ini sudah sering terjadi dan keluarga Alex sudah menganggapnya sebagai hal yang lumrah terjadi.“Azka, ayo udah mainnya!” Zaskia asyik berlenggak-lenggok, kakinya yang jenjang itu tak sadar sedang menyusuri lantai yang baru saja dipel oleh Aleana.GUBRAK! Zaskia terpeleset, kakinya yang putih mendapat memar memerah karena te
Dengan tatapan polosnya Aleana memandang Alex, “Aku jadi ikut ya, Mas?”“Dih! Kepedean banget kamu, siapa juga yang mau ngajak kamu dekil kek gini. Aku cuma mau ngasi kunci rumah, nih.” Menyodorkan kunci rumah.“Kenapa sekarang Mas berubah sih? Karena aku udah nggak cantik kayak dulu lagi ya, Mas?” tanyanya penuh kesesakan.“Anak-anak sama yang lain udah pada nungguin, aku males drama-drama lagi! Jaga rumah ya!” sahutnya, mengabaikan pertanyaan Aleana. Dalam sekejap mobil Alex hilang dari pandangan. Sementara itu, dada Aleana masih terasa sesak karena komentar pedas Alex terhadap penampilannya. Wanita itu tampak cantik dengan dress bermotif bunga dan rambut hitam panjang yang digerai, entah apa yang salah dari mata Alex sehingga pria arogan itu menghina istrinya sendiri.*“Mas, aku mau nanya!” tanya Aleana, yang tengah berbaring di ranjang memerhatikan suaminya yang asyik memainkan gawainya.Alex tetap abai dan tak memerhatikan Aleana sedikit pun, wanita itu mulai meradan
“Apa? Dia lagi?” Ekpresi Aleana yang sangat terkejut seperti itu mengundang banyak tanya di benak Putri-anaknya. “Eeee, emangnya kenapa Ma?” tanyanya ragu. “Aduh, sayang! Kamu ngapain masih mau dianterin sama om-om itu? Kan Mama udah bilang ke kamu kalau kamu harus hati-hati sama orang asing!” “Hmm, orang asing? Tapi kan Ma dia ayahnya temen aku di tempat les, jadi om itu kan bukan orang asing karena Putri tau!” bantahnya. Aleana memegang kepalanya dengan kedua tangan. “Mama kenapa sih? Hari ini aneh banget, kan buktinya Putri nggak kenapa-napa Ma … itu artinya om itu orang baik!” kekehnya. “Putri sayangnya Mama. Dengerin Mama baik-baik ya Nak, Mama cuma mau kamu aman dan kenapa Mama nggak setuju kalau kamu deket-deket sama om-om itu karena hari ini dia udah buat Mama kesel! Dan dari cara dia memperlakukan Mama tadi itu sudah menunjukkan kalau dia itu bukan orang baik!” jelasnya kembali berusaha meyakinkan. Alis Putri bertaut, bib
*** Wanita 35 tahun itu berjalan dengan badan sedikit tegap dan pandangan lurus ke depan, sementara di sisi sebelah kanan Aleana tampak David yang setia menemani adik tak sedarahnya itu. “Semua urusan di kantor tadi aman kan, kak?” “Aman kamu tenang aja, ada aku di sini!” “Hah, untunglah! Maaf ya Lea nggak bisa balik lagi ke kantor tadi, soalnya acara sekolahnya Putri selesainya lama nggak seperti yang aku bayangin di awal,” keluhnya. “Kamu santai aja, aku masih bisa handle semuanya kok. Urusan seperti ini hanya masalah kecil buat aku!” tukasnya santai. Aleana tetap fokus dengan langkahnya namun matanya terpatri dengan layar gawainya, sembari tangan kanannya memegang minuman soda kaleng yang telah diteguknya setengah. KLENTENG! Gubrakkk! [wanita itu bertabrakan dengan seorang pria yang mengakibatkan minuman yang ada digenggamannya tumpah mengenai bajunya]. “Awww!” Baju Aleana basah terkena tumpahan minuman soda yang dibawanya. “Kalau jalan bisa pakai ma
“Awas ya kamu Lea! Jadi begini cara main kamu, kamu pikir aku takut dengan cara licik kamu ini! Tunggu pembalasan aku, bahkan kalau bisa kamu harus ngerasain rasa sakit lebih dari apa yang aku rasain sekarang!” ucapnya penuh amarah. Ia menarik jas berwarna hitam dan mengenakannya, lelaki itu bercermin untuk memastikan apa yang dikenakannya telah rapi. Ia telah nampak kemas dengan kemeja biru dan jas hitam serta sepatu hitam andalannya. “Kamu mau ke mana Alex?” tanya Kanjeng yang keheranan dengan penampilan putranya yang sudah rapi. “Alex mau ke luar sebentar, di rumah sumpek!” sindirnya pada Salsabila yang tengah duduk santai di sofa sembari menggeser-geser layar gawainya. “Palingan mau cari mangsa baru Ma atau nggak mau cari selingkuhannya si Zahra itu!” balasnya sinis. “Nih, ini nih yang bikin sumpek, ada mulut yang kurang di sekolahin kalau ngomong! Gini ni akibatnya dimanjain mulu, udah tua bukannya nyari pasangan! Jadi perawan tua juga lu!” Alex tak mau kalah. “S
TOK! TOK! TOK! “Iya sabar!” “Permisi!” “Duh, siapa sih? Nggak sabaran banget!” Salsabila ngedumel emosi. KREKKK! [pintu dibuka] “Mbak Lea! E … mbak ngapain ke sini?” tanyanya terheran. “Mbak mau nyari mas Alex, ada?” “Ada urusan apa ya?” “Kamu nggak perlu tau, mbak urusannya sama mas Alex bukan sama kamu!” ucapnya datar. “Ow nggak bisa dong mbak, aku kan adiknya mas Alex jadi aku berhak tau dong!” kekehnya. “Bila, udah ya! Mbak lagi nggak mau ribut sama kamu, mbak tanya sekali lagi mas Alex ada di rumah nggak?” Salsabila menarik napas dalam, “Hah, iya ada!” Aleana kembali melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah neraka itu, pandangannya beredar memerhatikan suasana yang sudah cukup lama ia tinggalkan. Kini tiap hirupan napasnya di rumah itu terasa sedikit lega tidak seperti sebelumnya yang penuh dengan kesesakan. “Mas … Mas Alex! Ada yang nyariin tuh,” panggilnya. “Siapa?” “Turun aja kenapa, banyak nanyak!” Alex yang masih asyik menggosok-gosok
PYANG! [suara barang-barang pecah] “Alex! Apa-apaan kamu,” tegur Kanjeng, yang keheranan melihat anaknya membabi buta. “Mama nggak usah ikut campur!” teriaknya kesal. “Ini jadi urusan Mama karena kamu masih anak Mama! Kalau kamu marah dan kesal bicara, jangan main rusakin barang kayak gini!” protesnya mulai tersulut emosi. “Ini semua gara-gara anak Mama yang manja itu, coba aja dia nggak ngasi rencana konyol seperti itu pasti semuanya masih baik-baik saja dan Alex tidak akan menanggung malu seperti ini serta kehilangan segalanya,” keluhnya. “Maksud kamu Bila?” “Iya, siapa lagi kalau bukan dia! Asal Mama tau ya, harga diri Alex sudah jatuh sejatuh-jatuhnya di hadapan semua orang, karena Aleana dan asisten keparatnya si David itu! Itu semua nggak bakalan pernah terjadi kalau anak manja Mama itu nggak ngasi ide konyol murahan!” “Ehmm,” Salsabila berdeham. Ia rupanya sedari tadi sudah berada di balik pintu mendengar semuanya. “Ini ni biang keroknya! Kamu harus tanggung jawab Bila!”
DEG!!! Menghadapi sikap Putri Aleana tiba-tiba kikuk, pernyataan anaknya membuat dirinya kehabisan kata-kata. “A e … ngobrolnya nanti aja ya sayang, kamu kan mau ke sekolah nanti telat lo,” kilahnya. Ia berusaha mengalihkan pembicaraan. “Hmm, iya deh Ma.” Pertanyaan Putri yang menyinggung soal pasangan kepada dirinya membuat wanita 35 tahun itu gelagapan, pasalnya pertanyaan tersebut dilontarkan oleh anak usia 15 tahun dan itu anak kandungnya sendiri. Aleana hanya terkejut mendengarnya karena hal itu menjadi sebuah pembicaraan yang tabu ketika yang menyatakan bukan orang yang seharusnya. “Bi, semua persiapan sekolah Putri udah kan?” “Udah bu, semuanya sudah saya siapin.” “Oke, makasi ya bi.” Putri sudah kemas dengan pakaian sekolahnya dan siap untuk berangkat ke sekolah. “Ayo sayang. Bi Aya nitip rumah ya, saya sama Putri berangkat dulu.” “Iya bu, siap.” “Pamit dulu sayang sama bi Aya,” titahnya. Putri meraih tangan bi Aya untuk bersalama
Alex mengangkat tangan kanannya ke udara seraya menampar Aleana namun, sebelum tangan lelaki licik itu menyentuh Aleana tangan David melesat cepat mencekal Alex. “Jauhkan tangan kotor kamu itu dari adik saya!” “Wanita sialan! Apa maksud kamu melakukan ini semua?” Aleana hanya membalas senyum kepuasan di wajahnya. “Kamu … kamu akan membayar mahal atas apa yang telah kamu lakukan Lea!” Alex sangat marah. Lelaki berengsek itu sedang menikmati sensasi marah yang meluap dan juga rasa malu yang tertahankan di waktu yang bersamaan, pasalnya baru saja video perselingkuhannya dengan Zahra di kantor telah ditayangkan di hadapan seluruh undangan yang datang pada pesta itu. Di sisi lain di pojok ruangan sedang ada Zahra yang menangis karena merasa malu. Alex mendengus, rahangnya mengeras dan matanya memerah. Lelaki itu melangkah menuju Zahra meraih tangan wanita itu dan berniat mengajaknya segera pergi meninggalkan pesta yang telah menjatuhkan harga diri mereka berdua
“Bu-bukan gitu Lea.”“Jadi? Gimana? Semua keputusan ada di tangan Mas, pikirkan ini baik-baik Mas.” Alex terdiam, ia tampak menimbang keputusan. “A-aku setuju, tapi setelah aku melakukan ini kamu percaya kan sama aku?” tanyanya kembali ragu. “Itu tergantung bagaimana sikap kamu Mas, buktikan dulu omongan kamu.” “O-oke, aku bakalan buktiin ke kamu kalau aku bener-bener serius ingin menebus semua kesalahan aku,” tegasnya. Alex berusaha meyakinkan Aleana kembali. “Bagus kalau memang begitu.” Alex kali ini akan menghadapi situasi yang sangat sulit, begitu saja ia langsung setuju dengan permintaan Aleana. “Kamu disuruh ngapain sama si nenek lampir itu Mas?” “E-enggak ada,” kilahnya. “Nggak ada tapi kok muka kamu panik gitu!” ucap Zahra curiga. “Kamu nyembunyiin sesuatu ya dari aku?” Alex mendengus, “Hah, nanti kalau aku cerita kamu marah!” keluhnya. “Ya, apa dulu Mas, belum juga cerita!” “Ja-jadi gini, besok akan diadakan pesta untuk rekan-rekan kerja di
*** “Zahra! Apa-apaan kamu, bukannya kemarin saya sudah pesan untuk melakukan pencatatan surat masuk dan surat ke luar!” Aleana meradang. “Ma-maaf bu, itu sudah saya lakukan dan pencatatan tersebut kemarin saya sudah cek,” jelasnya. “Terus kenapa masih ada surat masuk yang tertinggal? Dan ini tanggal pengiriman sudah dua hari yang lalu.” “Tapi saya sudah cek kemarin bu dan memang tidak ada.” Zahra berusaha membela dirinya. “Jadi maksud kamu saya yang salah?” Zahra tertunduk. “Ma-maaf bu, saya yang salah. Lain kali saya akan lebih berhati-hati,” jawabnya terpaksa. “Ingat ya, ini kesalahan fatal yang pertama kamu lakukan. Kamu bisa bayangkan kalau surat penting ini hilang atau tercecer, sudah barang pasti kalau kamu yang akan menanggung resikonya, karena hal fatal seperti ini bisa mengancam kerugian untuk perusahaan ini, paham kamu!” “Ba-baik bu. Tapi maaf sebelumnya kalau saya lancang … bukannya saya sudah mengatakan bahwa alangkah baiknya jika pekerjaan seperti ini