“TEGA KAMU MAS! Kamu akan membayar semua atas perbuatanmu ini!”
“Apa kamu bilang? Berani kamu ngancem aku? Heh, ingat ya kamu tanpa aku tidak ada apa-apanya! Emang kamu nggak inget dulu kamu itu cuma sebatang kara, kalau aku nggak nikahin kamu mungkin sekarang kamu jadi gelandangan nggak jelas.”
“Jaga mulut kamu ya!”
“Udahlah Lea! Bisa apa sih kamu? Nggak usah sok-sokan punya nyali besar gitu! Kamu tuh nggak ada apa-apanya dibandingkan aku,” cecarnya.
Dengan tatapan sombongnya Alex terus saja merendahkan Aleana, seakan-akan dirinya punya kuasa penuh terhadap diri istrinya.
“Dan ingat satu lagi, kamu nggak punya hak untuk ngatur-ngatur aku mau berhubungan sama siapa aja itu terserah aku!” tegasnya.
Alex kembali ke ranjang hendak ingin melanjutkan tidurnya, namun Aleana memegang lengan Alex, menariknya dari ranjang hingga pria itu terbangun.
“Malam ini aku nggak mau tidur sama kamu! Ke luar!” Aleana sangat marah.
Alex yang juga tengah emosi dan tampak muak, tanpa sepatah kata pun langsung menarik selimut dan membawanya ke luar bersamanya.
***
“Papa ke mana Ma?” tanya Putri, yang tengah menyantap sarapannya.
“Ya seperti biasa kan Papa paginya harus ke kantor,” sahutnya.
“Masa sih? Soalnya semalem Putri pas mau ngambil air minum ke dapur nggak sengaja lihat Papa pergi naik mobil, emang Mama nggak denger suara mobil Papa?”
“Udah berapa kali Oma bilangin kalau lagi makan jangan kebanyakan ngobrol! Kamu juga Lea ajarin dong anak kamu!” timpal Kanjeng.
“Maaf, Ma.” Pikiran Aleana seketika bertanya-tanya setelah mendengar pernyataan anaknya.
Wanita itu penasaran ke mana perginya suaminya itu setelah pertengkaran semalam, tetapi di sisi lain ia tetap merasa khawatir Alex akan melakukan hal yang tidak-tidak karena merasa sakit hati setelah dituduh selingkuh oleh Aleana.
“Kamu habis bertengkar ya dengan Alex?” Tiba-tiba Kanjeng melontarkan pertanyaan dan membuat Aleana yang sedang menyeduh teh terkejut.
“E-e ma-maaf Ma, semalam Lea nggak bermaksud ….”
“Nggak bermaksud gimana maksud kamu?” potongnya.
Aleana mengalihkan pandangannya, rupanya Kanjeng tidak tahu jika semalam Aleana membiarkan Alex tidur di luar. “E maksud Lea, semalam kita cuma salah paham aja kok Ma,” kilahnya.
“Oh, ya udah sana kamu beresin peralatan makan yang di atas meja!” titahnya.
“Iya, Ma.
Aleana dengan saksama mengambil sedikit demi sedikit peralatan makan di meja dan membawanya ke wastafel untuk dicucinya, sedangkan Kanjeng sedang asyik menyeruput segelas teh sembari menggeser-geser gawainya dan duduk santai di depan TV.
“Ma.”
“Kenapa?” sahutnya ketus.
“E, Lea boleh nggak nanti jemput Putri ke sekolah?”
“Tumben,” jawabnya meragukan.
“I-iya Ma, soalnya biar sekalian Lea ke luar nyari persediaan bahan masak yang udah habis.”
“Oh, ya-ya,” jawabnya tanpa curiga.
Wanita itu sengaja beralasan akan menjemput anaknya tetapi bukan itu tujuan utamanya.
*
“Permisi! Apa bapak Alex ada di kantor ya?”
“Bapak Alex Pangarep ya maksud ibu?”
“Iya benar, saya istrinya.”
“Oh, istrinya ya.” Resepsionis itu terkejut ketika mengetahui yang ada di hadapannya adalah istri Alex.
“Maaf ada masalah ya?”
“Oh, tidak bu. Mohon maaf sebelumnya bapak Alex tidak masuk kantor hari ini,” jelasnya.
“Tidak masuk kantor?” Aleana mulai curiga.
Aleana langsung bergegas pergi dari kantor Alex, ia merogoh tas dan mengambil gawainya, jari-jari tangannya menggeser-geser layar tampak sedang mencari nama kontak seseorang dan segera menghubunginya.
[Hmm. Oke, baik terima kasih] Panggilan pun diakhiri, ia langsung bergegas pergi dan naik taksi yang sudah dipesannya sedari tadi.
“Ke alamat ini ya pak!” Menyodorkan gawainya untuk menunjukkan alamat.
“Baik, bu.”
Wanita itu pun sampai ditujuan, hotel Westin, ia segera menuruni taksi yang dikendarainya tadi. Aleana tampak begitu anggun mengenakan dres hitam dengan high heels yang sangat serasi dengan kaki putih mulus dan jenjangnya itu serta tak lupa dengan tas coklat yang sangat matching dengan penampilannya hari ini.
“Baik ibu, di kamar no.19. Ini kuncinya.”
“Terima kasih.” Aleana menaiki lift menuju kamar no.19.
Wanita itu sedikit mendongak menoleh ke atas [19], ia rupanya sudah sampai di depan pintu kamar yang ia tuju. Deg! Perasaan Aleana mulai tak karuan, ia perlahan membuka pintu kamar tersebut.
KREK [pintu kamar dibuka]
Sejenak Aleana terdiam sebelum akhirnya tangan kanannya meraih segelas air putih yang berada di atas meja kecil tepat di sisi kanan sebelah pintu masuk. Perlahan high heels-nya itu diajak menyusuri lantai hotel mendekati ranjang, tangan kanannya yang memegang segelas air putih tadi diangkat ke udara, membalikkan gelas tersebut dan airnya membasahi wajah pria yang tengah tertidur lelap di ranjang tersebut. Diletakkannya segera gelas itu dan kini tangannya beralih menarik selimut dari ranjang.
Pria itu terkejut, “Ah, sialan!” Ia mengumpat.
“Udah jam segini kamu nggak mau bangun, Mas?” tanyanya berusaha tenang.
Ternyata pria yang sedang tertidur tersebut adalah Alex-suaminya dan yang lebih mengejutkan lagi adalah pria itu tidak sendiri di sana, ada sesosok wanita yang tidur bersamanya hanya mengenakan pakaian d*l*m yang juga terkejut dengan kedatangan Aleana secara tiba-tiba.
“Le-Lea, kamu kenapa bisa ada di sini?” tanyanya kebingungan, ia sangat kikuk.
“Nggak penting kamu tau,” sahutnya tenang. “Jadi ini maksud kamu dengan tidak mungkin melakukan perbuatan rendahan? Maksud kamu ini elegan gitu! Dengan mesen kamar hotel mahal dengan wanita penggoda seperti dia!” Aleana lepas kendali.
“Jaga mulut kamu ya! Suami kamu yang goda saya!” bantahnya tak terima. Wanita yang tadinya hanya ketakutan bersembunyi di balik selimut itu seketika angkat bicara ketika mendengar kata wanita penggoda.
Aleana menatap tajam wanita yang telah tidur bersama suaminya itu, “Yang memberi hak kamu bicara di sini siapa?”
“Kamu nggak udah sok-sokan ngatur aku!” Pria arogan itu akhirnya berbicara.
“Mas! Kamu masih nggak mau mengakui perilakumu yang menjijikkan ini?”
“Apa kamu bilang, menjijikkan? Kamu berani ngerendahin suami kamu, hah!” pekiknya.
Aleana mendengus, “Hah, ternyata kamu sadar kalau kamu masih seorang suami, aku kira kamu udah lupa Mas, makanya kamu seenaknya ngelakuin ini kayak orang bujangan. Lagi pula tanpa aku ngerendahin kamu perilakumu ini memang sudah rendahan!”
TRING! [gawai Aleana berbunyi]
Aleana segera mengangkatnya.
[Halo, iya sayang.] Aleana berusaha menenangkan nada suaranya agar Putri tidak curiga.
[Halo, Ma. Mama sekarang lagi di mana? Kata Oma Mama jemput Putri hari ini.]
[Iya, sayang. Mama masih belanja, kamu tunggu sebentar ya!]
[Oke, Ma. Jangan lama-lama ya!]
[Iya, sayang.] Panggilan pun diakhiri.
“Anak kamu telfon, aku harap kamu masih ingat kalau kamu punya anak, meskipun kamu lupa kalau kamu sudah punya istri,” sindirnya.
“Cih, terus sekarang kamu mau apa hah? Kamu mau cerai atau mau lapor keluarga aku? Ingat ya, masih ada Putri yang bakalan sedih kalau kamu ngelakuin itu. Kamu emangnya mau ngehancurin kebahagiaan anak kesayangan kamu itu dengan merusak keluarga utuhnya nanti?”
Bersambung …
“Cih, terus sekarang kamu mau apa hah? Kamu mau cerai atau mau lapor keluarga aku? Ingat ya, masih ada Putri yang bakalan sedih kalau kamu ngelakuin itu. Kamu emangnya mau ngerusak kebahagiaan anak kesayangan kamu dengan merusak keluarga utuhnya nanti?” Rahang Aleana mengerat dan matanya memerah, ia membalikkan badan lantas pergi begitu saja dari kamar itu. “Mama, kok Mama lama sih? Habis dari mana?” “Kan Mama udah bilang Mama tadi belanja sayang,” sahutnya datar. “Mama baik-baik aja kan?” Putri merasakan ada hal yang janggal. “Ya, Mama baik-baik aja.” Sepanjang perjalanan Aleana terdiam dan tidak memulai percakapan dengan Putri seperti biasanya. Dada wanita itu masih sesak setelah kejadian tadi, betapa hancurnya hati seorang istri harus menyaksikan suaminya tidur dengan wanita lain dan ia tidak bisa berbuat apa-apa setelahnya. “Oma, Putri pulang.” “Eh, sayangnya Oma sudah pulang. Habis ini langsung makan ya!” “Iya, Oma.” “Alex, tumben pulangnya bareng
“Jadi itu artinya proposal aku untuk bersenang-senang dengan wanita lain kamu acc, iya kan sayang?” “Sebenarnya tujuan kamu nikahin aku apa si Mas? Apa sih yang salah dengan otak kamu itu?” “Kamu masih aja nanya, Lea sayaaang. Alasan aku nikahin kamu itu karena belas kasihan! Ya siapa coba yang nggak iba ngelihat anak yatim piatu, sebatang kara aku kasihan lihat hidupmu yang menyedihkan jadi dari pada membiarkan kamu hidup luntang-lantung di jalan kan enaknya aku nikahin aja dapat pahala karena menyelamatkan anak yatim piatu, ya kan?” jelasnya, dengan penuh kesombongan. “Cu-man karena kasihan Mas?” tanyanya gemetar. “Ya terus apa lagi? Oh, aku tau kamu pasti pengen aku jawab karena aku cinta sama kamu kan? Maaf ya, aku orangnya jujur jadi nggak bisa bohongin kamu dengan kata-kata itu.” Ia tersenyum lebar penuh dengan rasa percaya diri. “Makasi Mas, setidaknya sekarang aku tau alasan kenapa kamu kayak gini ke aku. Bahkan semua yang telah aku lakuin ke kamu udah nggak ada artinya di
“Stsss, aku bilang jangan keras-keras nanti didenger sama anak kamu! Sini sayang, kamu mau tahu jawaban apa yang suami kamu berikan atas pertanyaan polos anak kesayangan kamu itu?” Tubuh Aleana bergeming, ia pasrah karena tak bisa melawan Alex. “Aku jawab ke Putri gini, Papa sama Mama adalah orang tua yang harmonis jadi mana mungkin kita bakalan ngebiarin kamu seperti Khanya temanmu itu. Haha, gimana jawaban aku bagus kan sayang?” Alex kali ini benar-benar keterlaluan, pria berengsek itu berani memainkan perasaan anaknya sendiri. “Keterlaluan kamu Mas! Itu anak kamu, tega kamu mainin perasaannya Putri?” Aleana sangat geram. “Akan lebih menyakitkan lagi kalau aku ngomong yang sebenarnya! Aku ini baik jadi aku mau bantu kamu buat nyenengin anak kita, emang salahnya di mana?” “Kamu pikir ini lelucon Mas? Ini masalah mental Putri! Papa macam apa kamu!” “Udahlah Lea! Kamu nikmatin aja sandiwara ini, lagian nggak ada ruginya kan? Bayangin kalau kamu memilih ninggalin aku pa
“Ma, Mbak Lea Ma! Dia bentak aku.” Kanjeng yang mendengar teriakan Salsabila bergegas menghampirinya. “Ada apa sih ribut-ribut?” “Ini Ma, Mbak Lea marahin aku cuma gara-gara pakaian doang!” “Nggak gitu maksud Lea Ma, Bila kan udah gede masa baju aja harus banget aku yang ngangkatin, kan Mama sendiri tadi yang nyuruh aku ke luar buat beli obat. Lagian Bila di rumah kan!” “Ya tapi kamu nggak punya hak untuk bentak-bentak anak saya! Ingat ya Lea, kamu harus tau diri kalau bukan karena anak saya kamu udah jadi gelandangan!” “Mau sampai kapan Mama hina aku terus? Aku di sini jadi menantu Ma bukan pembantu!” “Oh belum puas kamu bentak anak saya dan sekarang kamu mau ngelawan saya juga!” “Aku heran sama kalian, hati kalian di mana sih? Sampai tega memperlakukan manusia seperti ini.” “Banyak omong kamu ya!” Kanjeng mengambil pakaian yang basah tadi dan menyerahkannya kembali pada Aleana. “Kamu ambil ini dan keringkan sekarang!” Rahang Aleana mengeras dan na
“GILA KAMU YA!” “Tutup mulut kamu! Ingat ya Lea, kamu itu nggak punya hak untuk mengeluarkan makianmu itu di rumah ini,” tegasnya. “Kenapa Mas? Aku masih istri sah kamu! Wajar kalau aku marah karena kamu lebih memilih membiayai wanita lain ketimbang istri kamu sendiri,” protesnya. “Wajar kamu bilang? Ngaca kamu woi ngaca! Apa yang perlu aku biayai dari wanita seperti kamu? Kamu nggak pernah pintar ngerawat diri, kulit kusam, penampilan acak-acakan. Gimana suaminya mau betah kalau kayak gini!” hinanya pada Aleana. “Terus menurut kamu selingkuh itu adalah pilihan yang tepat?” tanyanya kesal. Napasnya menggebu, bola matanya memerah. “Oh jelas, wanita di luar sana masih banyak yang lebih cantik, fresh! Jadi mata aku nggak suntuk kalau lihat wajahnya, nggak seperti kamu mata aku yang tadinya capek habis kerja malah tambah capek lihat muka kucelmu ini!” “Ingat umur Mas! Kamu itu udah punya anak perempuan, kamu emang nggak mikir bagaimana perasaannya anak perempuan kamu, kalau sampai
“Putri benci sama Papa, aku bakalan aduin semuanya ke Mama!”“Dasar anak nggak tau di didik! Kamu anak kecil nggak usah ikutan ngatur masalah orang tua!” Alex masih tetap saja kekeh dengan pendiriannya meskipun anak yang ada di hadapannya itu sudah berlinang air mata.Mata gadis itu melirik tajam ke arah Zahra si perempuan penggoda yang merebut ayahnya, “Kamu! Kamu buta ya nggak bisa lihat Papa aku udah punya istri?”Zahra memandang Putri sinis dengan tangan yang masih mengelus-elus pipi, sekejap pandangannya beralih menatap Alex dengan tatapan sedih.“Putri cukup! Kamu nggak pantes ngomong seperti itu!” Alex meradang.“Emang kenapa Pa, kalau Putri nggak pantes ngomong kayak gini? Terus menurut Papa apa yang Papa lakuin ini udah bener?” tanyanya dengan mata yang sudah berair.“Kamu anak kecil tau apa? Nggak usah kamu sok-sokan mau ngurusin hidup Papa!”Putri menatap Alex dalam, “Pantesan Papa ngelakuin ini, karena emang dasarnya Papa nggak pernah peduli dengan keluarga kita kan? Terle
“Mama jujur ke Putri sekarang! Jangan bilang kalau Mama udah tau semuanya?” Aleana terdiam, tubuhnya kembali mematung dengan tatapan kosong. “Ma, jawab Ma! Mama selama ini bohongin Putri kan?” Tangan Putri mengguncang tubuh Aleana. “Maafin Mama Nak, maafin Mama.” Akhirnya ia mengeluarkan sepatah kata. Putri sontak langsung memeluk erat tubuh Aleana yang sudah tak berdaya itu. Tangis mereka pun pecah. “Mama kenapa nggak pernah cerita ke Putri? Mama kenapa harus bohongin aku?” “Mama sayang sama kamu Nak, Mama takut kamu sedih.” “Tapi Ma, kalau hanya Mama yang ngerasain sedih itu nggak adil buat Putri. Sekarang Putri paham, kenapa Mama selama ini sering nangis pasti karena Papa kan?” Aleana balik mendekap tubuh Putri dengan erat, ia mencium kepala anaknya dengan berlinang air mata. “Mama nggak papa, asal Mama bisa lihat anak Mama bahagia itu sudah lebih dari cukup,” tegasnya. “Nggak! Ini nggak adil untuk Mama, bukan hanya aku yang pantas bahagia Ma tapi Mama juga!” b
Alex melemparkan tatapan tajam ke arah Aleana. Alex mendengus, “Heh, bagus. Kamu memang nggak pantes jadi istri aku! Mulai sekarang angkat kaki dari rumah ini dan ingat! Jangan pernah berani membawa secuil pun harta benda dari rumah ini karena semuanya yang ada di sini adalah hasil dari kerja kerasku!” Tangan Aleana lantas menyeka air matanya, tatapan wanita itu berubah penuh dengan rasa dendam, “Aku nggak akan pernah ngarepin seperser pun dari kamu Mas!” “Cuihh! Sombong kamu! Anak yatim piatu gelandangan kayak kamu bisa apa? Paling-paling hidupmu jadi pengemis di jalanan, ingat ya Lea! Kalau bukan karena aku kamu nggak akan pernah ngerasain yang namanya hidup enak,” pungkasnya sombong. Aleana tak menggubris sedikit pun hinaan Alex, wanita itu langsung berbalik badan menuju kamar untuk mengemasi semua pakaiannya. “Putri sayang, kamu tinggal di sini sama Oma ya!” bujuk wanita tua itu. “Kamu boleh pilih, mau tinggal di sini atau mau jadi gelandangan seperti Mama kamu?”
“Apa? Dia lagi?” Ekpresi Aleana yang sangat terkejut seperti itu mengundang banyak tanya di benak Putri-anaknya. “Eeee, emangnya kenapa Ma?” tanyanya ragu. “Aduh, sayang! Kamu ngapain masih mau dianterin sama om-om itu? Kan Mama udah bilang ke kamu kalau kamu harus hati-hati sama orang asing!” “Hmm, orang asing? Tapi kan Ma dia ayahnya temen aku di tempat les, jadi om itu kan bukan orang asing karena Putri tau!” bantahnya. Aleana memegang kepalanya dengan kedua tangan. “Mama kenapa sih? Hari ini aneh banget, kan buktinya Putri nggak kenapa-napa Ma … itu artinya om itu orang baik!” kekehnya. “Putri sayangnya Mama. Dengerin Mama baik-baik ya Nak, Mama cuma mau kamu aman dan kenapa Mama nggak setuju kalau kamu deket-deket sama om-om itu karena hari ini dia udah buat Mama kesel! Dan dari cara dia memperlakukan Mama tadi itu sudah menunjukkan kalau dia itu bukan orang baik!” jelasnya kembali berusaha meyakinkan. Alis Putri bertaut, bib
*** Wanita 35 tahun itu berjalan dengan badan sedikit tegap dan pandangan lurus ke depan, sementara di sisi sebelah kanan Aleana tampak David yang setia menemani adik tak sedarahnya itu. “Semua urusan di kantor tadi aman kan, kak?” “Aman kamu tenang aja, ada aku di sini!” “Hah, untunglah! Maaf ya Lea nggak bisa balik lagi ke kantor tadi, soalnya acara sekolahnya Putri selesainya lama nggak seperti yang aku bayangin di awal,” keluhnya. “Kamu santai aja, aku masih bisa handle semuanya kok. Urusan seperti ini hanya masalah kecil buat aku!” tukasnya santai. Aleana tetap fokus dengan langkahnya namun matanya terpatri dengan layar gawainya, sembari tangan kanannya memegang minuman soda kaleng yang telah diteguknya setengah. KLENTENG! Gubrakkk! [wanita itu bertabrakan dengan seorang pria yang mengakibatkan minuman yang ada digenggamannya tumpah mengenai bajunya]. “Awww!” Baju Aleana basah terkena tumpahan minuman soda yang dibawanya. “Kalau jalan bisa pakai ma
“Awas ya kamu Lea! Jadi begini cara main kamu, kamu pikir aku takut dengan cara licik kamu ini! Tunggu pembalasan aku, bahkan kalau bisa kamu harus ngerasain rasa sakit lebih dari apa yang aku rasain sekarang!” ucapnya penuh amarah. Ia menarik jas berwarna hitam dan mengenakannya, lelaki itu bercermin untuk memastikan apa yang dikenakannya telah rapi. Ia telah nampak kemas dengan kemeja biru dan jas hitam serta sepatu hitam andalannya. “Kamu mau ke mana Alex?” tanya Kanjeng yang keheranan dengan penampilan putranya yang sudah rapi. “Alex mau ke luar sebentar, di rumah sumpek!” sindirnya pada Salsabila yang tengah duduk santai di sofa sembari menggeser-geser layar gawainya. “Palingan mau cari mangsa baru Ma atau nggak mau cari selingkuhannya si Zahra itu!” balasnya sinis. “Nih, ini nih yang bikin sumpek, ada mulut yang kurang di sekolahin kalau ngomong! Gini ni akibatnya dimanjain mulu, udah tua bukannya nyari pasangan! Jadi perawan tua juga lu!” Alex tak mau kalah. “S
TOK! TOK! TOK! “Iya sabar!” “Permisi!” “Duh, siapa sih? Nggak sabaran banget!” Salsabila ngedumel emosi. KREKKK! [pintu dibuka] “Mbak Lea! E … mbak ngapain ke sini?” tanyanya terheran. “Mbak mau nyari mas Alex, ada?” “Ada urusan apa ya?” “Kamu nggak perlu tau, mbak urusannya sama mas Alex bukan sama kamu!” ucapnya datar. “Ow nggak bisa dong mbak, aku kan adiknya mas Alex jadi aku berhak tau dong!” kekehnya. “Bila, udah ya! Mbak lagi nggak mau ribut sama kamu, mbak tanya sekali lagi mas Alex ada di rumah nggak?” Salsabila menarik napas dalam, “Hah, iya ada!” Aleana kembali melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah neraka itu, pandangannya beredar memerhatikan suasana yang sudah cukup lama ia tinggalkan. Kini tiap hirupan napasnya di rumah itu terasa sedikit lega tidak seperti sebelumnya yang penuh dengan kesesakan. “Mas … Mas Alex! Ada yang nyariin tuh,” panggilnya. “Siapa?” “Turun aja kenapa, banyak nanyak!” Alex yang masih asyik menggosok-gosok
PYANG! [suara barang-barang pecah] “Alex! Apa-apaan kamu,” tegur Kanjeng, yang keheranan melihat anaknya membabi buta. “Mama nggak usah ikut campur!” teriaknya kesal. “Ini jadi urusan Mama karena kamu masih anak Mama! Kalau kamu marah dan kesal bicara, jangan main rusakin barang kayak gini!” protesnya mulai tersulut emosi. “Ini semua gara-gara anak Mama yang manja itu, coba aja dia nggak ngasi rencana konyol seperti itu pasti semuanya masih baik-baik saja dan Alex tidak akan menanggung malu seperti ini serta kehilangan segalanya,” keluhnya. “Maksud kamu Bila?” “Iya, siapa lagi kalau bukan dia! Asal Mama tau ya, harga diri Alex sudah jatuh sejatuh-jatuhnya di hadapan semua orang, karena Aleana dan asisten keparatnya si David itu! Itu semua nggak bakalan pernah terjadi kalau anak manja Mama itu nggak ngasi ide konyol murahan!” “Ehmm,” Salsabila berdeham. Ia rupanya sedari tadi sudah berada di balik pintu mendengar semuanya. “Ini ni biang keroknya! Kamu harus tanggung jawab Bila!”
DEG!!! Menghadapi sikap Putri Aleana tiba-tiba kikuk, pernyataan anaknya membuat dirinya kehabisan kata-kata. “A e … ngobrolnya nanti aja ya sayang, kamu kan mau ke sekolah nanti telat lo,” kilahnya. Ia berusaha mengalihkan pembicaraan. “Hmm, iya deh Ma.” Pertanyaan Putri yang menyinggung soal pasangan kepada dirinya membuat wanita 35 tahun itu gelagapan, pasalnya pertanyaan tersebut dilontarkan oleh anak usia 15 tahun dan itu anak kandungnya sendiri. Aleana hanya terkejut mendengarnya karena hal itu menjadi sebuah pembicaraan yang tabu ketika yang menyatakan bukan orang yang seharusnya. “Bi, semua persiapan sekolah Putri udah kan?” “Udah bu, semuanya sudah saya siapin.” “Oke, makasi ya bi.” Putri sudah kemas dengan pakaian sekolahnya dan siap untuk berangkat ke sekolah. “Ayo sayang. Bi Aya nitip rumah ya, saya sama Putri berangkat dulu.” “Iya bu, siap.” “Pamit dulu sayang sama bi Aya,” titahnya. Putri meraih tangan bi Aya untuk bersalama
Alex mengangkat tangan kanannya ke udara seraya menampar Aleana namun, sebelum tangan lelaki licik itu menyentuh Aleana tangan David melesat cepat mencekal Alex. “Jauhkan tangan kotor kamu itu dari adik saya!” “Wanita sialan! Apa maksud kamu melakukan ini semua?” Aleana hanya membalas senyum kepuasan di wajahnya. “Kamu … kamu akan membayar mahal atas apa yang telah kamu lakukan Lea!” Alex sangat marah. Lelaki berengsek itu sedang menikmati sensasi marah yang meluap dan juga rasa malu yang tertahankan di waktu yang bersamaan, pasalnya baru saja video perselingkuhannya dengan Zahra di kantor telah ditayangkan di hadapan seluruh undangan yang datang pada pesta itu. Di sisi lain di pojok ruangan sedang ada Zahra yang menangis karena merasa malu. Alex mendengus, rahangnya mengeras dan matanya memerah. Lelaki itu melangkah menuju Zahra meraih tangan wanita itu dan berniat mengajaknya segera pergi meninggalkan pesta yang telah menjatuhkan harga diri mereka berdua
“Bu-bukan gitu Lea.”“Jadi? Gimana? Semua keputusan ada di tangan Mas, pikirkan ini baik-baik Mas.” Alex terdiam, ia tampak menimbang keputusan. “A-aku setuju, tapi setelah aku melakukan ini kamu percaya kan sama aku?” tanyanya kembali ragu. “Itu tergantung bagaimana sikap kamu Mas, buktikan dulu omongan kamu.” “O-oke, aku bakalan buktiin ke kamu kalau aku bener-bener serius ingin menebus semua kesalahan aku,” tegasnya. Alex berusaha meyakinkan Aleana kembali. “Bagus kalau memang begitu.” Alex kali ini akan menghadapi situasi yang sangat sulit, begitu saja ia langsung setuju dengan permintaan Aleana. “Kamu disuruh ngapain sama si nenek lampir itu Mas?” “E-enggak ada,” kilahnya. “Nggak ada tapi kok muka kamu panik gitu!” ucap Zahra curiga. “Kamu nyembunyiin sesuatu ya dari aku?” Alex mendengus, “Hah, nanti kalau aku cerita kamu marah!” keluhnya. “Ya, apa dulu Mas, belum juga cerita!” “Ja-jadi gini, besok akan diadakan pesta untuk rekan-rekan kerja di
*** “Zahra! Apa-apaan kamu, bukannya kemarin saya sudah pesan untuk melakukan pencatatan surat masuk dan surat ke luar!” Aleana meradang. “Ma-maaf bu, itu sudah saya lakukan dan pencatatan tersebut kemarin saya sudah cek,” jelasnya. “Terus kenapa masih ada surat masuk yang tertinggal? Dan ini tanggal pengiriman sudah dua hari yang lalu.” “Tapi saya sudah cek kemarin bu dan memang tidak ada.” Zahra berusaha membela dirinya. “Jadi maksud kamu saya yang salah?” Zahra tertunduk. “Ma-maaf bu, saya yang salah. Lain kali saya akan lebih berhati-hati,” jawabnya terpaksa. “Ingat ya, ini kesalahan fatal yang pertama kamu lakukan. Kamu bisa bayangkan kalau surat penting ini hilang atau tercecer, sudah barang pasti kalau kamu yang akan menanggung resikonya, karena hal fatal seperti ini bisa mengancam kerugian untuk perusahaan ini, paham kamu!” “Ba-baik bu. Tapi maaf sebelumnya kalau saya lancang … bukannya saya sudah mengatakan bahwa alangkah baiknya jika pekerjaan seperti ini