“Agni…”Pemuda yang tengah berbaring itu bergeming. Namun bulu mata yang terbilang cukup lentik itu bergetar. Nampaknya ia mulai mendengar suara-suara di sekitarnya.“Agni…” panggil suara lembut seorang wanita muda. Aliya duduk di tepi ranjang dan memperhatikan pemuda bernama Agni yang masih dalam posisi telentang dengan kedua mata terpejam.“Emmh…” Kini suara erangan halus keluar dari mulut Agni.“Dean!” Aliya berseru memanggil Dean yang langsung masuk ke dalam kamar dan berdiri di dekat Aliya.“Kau benar, dia sepertinya akan terbangun…” ujar Aliya lagi.“Ya. Subuh tadi aku menangkap sinyal bahwa Agni akan kembali tak lama lagi,” ujar Dean pelan. Kedua netranya memperhatikan seksama gerak-gerak halus pada tubuh Agni.Aliya yang memang sengaja meminta izin pada Elang untuk datang menengok Agni pagi hari ini, masih duduk dan ikut memperh
“Agni, duduklah,” ujar Dean.“Eh Iyad? Kok bisa ada di sini?” Aliya bertanya terkejut.Agni menoleh cepat pada Aliya. “Moony kenal mereka?”“Yad, sini. Mas Guntur sini,” tukas Aliya sambil melambaikan tangan meminta keduanya mendekat.“Duduklah,” Dean berkata pada keduanya.Guntur dan Iyad akhirnya menarik kursi di kanan Aliya dan duduk berseberangan dengan Agni dan Dean.“Moony?” Agni menatap bingung pada Aliya, lalu beralih menatap tajam pada kedua pemuda di seberangnya. Ia tidak suka kedua pria yang tampak cukup menarik itu, duduk dekat-dekat Aliya.“Biar saya perkenalkan,” Dean buka suara saat melihat Agni telah duduk kembali, meski dengan tatapan tajam pada Iyad dan Guntur.Iyad dan Guntur sendiri sedikit terlihat salah tingkah dan merasa agak terintimidasi.Meskipun bertemu elemen dengan level tinggi sudah bukan merupakan hal baru l
Elang datang bersama Ridwan untuk menjemput Aliya lewat siang hari. Elang terlibat obrolan sebentar dengan Guntur dan Iyad. Sementara Ridwan mencari Aliya yang tengah berkutat di dapur, membuat makanan malam untuk Agni, Dean dan Guntur nanti. Sedangkan Dean dan Agni masih belum kembali. Mereka berdua tengah pergi ke suatu tempat di sekitar vila itu untuk uji coba kekuatan Agni sekarang ini. Selang tiga puluh menit kemudian, Dean dan Agni datang dan langsung ikut bergabung di ruang tamu, berbicara dengan Elang, Iyad dan Guntur. Iyad dan Guntur langsung pamit ketika mendapat isyarat dari Agni untuk menjauh. Entah apa yang dibicarakan ketiganya yang begitu tampak serius. Yang jelas, pembicaraan mereka terhenti ketika Aliya datang membawakan minuman untuk mereka. “Kalian ngobrolin apa hayo? Kenapa langsung pada diem gini?” goda Aliya sembari tangannya meletakkan satu per satu gelas di depan Elang, Dean dan Agni. “Biasa, obrolan cowok, Moony… Gitu ajaa…” Agni merespon cepat. “Eh iya A
Telah jalan lima hari secara intens Dean melatih Guntur dan Iyad. Agni pun kerap berlatih sendiri dengan bimbingan dari Dean dan Elang. Mereka kini memiliki tambahan seorang elemen di Level Dua, meskipun baru di Tingkat Awal, tapi seorang berlevel dua adalah elemen yang luar biasa. Agni telah berkultivasi dari elemen Level Tiga Tingkat Dasar menjadi elemen Level Dua Tingkat Awal. Yang artinya, kini Agni berada satu tingkat di bawah Dean dan Elang. “Alangkah lebih baik kita memiliki seseorang yang khusus melatih mereka,” Dean berkata suatu siang saat ia dan Elang tengah bertemu untuk membahas sesuatu. “Kau benar Dean,” Elang membuang napas ringan. “Kita dapat lebih fokus untuk memperhatikan pergerakan Jure melalui tiga klan itu.” “Bicara soal klan, bagaimana perkembangan terakhir terpantau?” Dean mengangkat kopi di samping tempat ia duduk di halaman belakang basecamp mereka. “Morana bergerak ke arah Bogor. Namun mereka berdiam di satu titik di wilayah Depok selama delapan jam.” “H
Konser itu selesai pada jam sepuluh malam. Konser yang berlangsung hampir dua jam itu menuai banyak pujian dari seluruh penonton. SoD memang tidak pernah mengecewakan para penggemarnya. Bahkan banyak penggemar yang tidak menyangka konser SoD kali ini akan berlangsung tiga puluh menit lebih lama dari biasanya. SoD terkenal paling irit memberikan durasi setiap mengadakan konser, namun demikian terkenal juga paling memuaskan. Dimulai dari penataan panggung, pencahayaan, efek-efek suara sampai dengan performa para personel-nya sendiri yang flawless alias tanpa cela, membuat satu jam setengah pun pun betul-betul berharga dengan harga tiket yang lebih mahal dari artis manapun. Aliya tengah menunggu kerumunan sedikit mereda, ketika tangannya di tarik Emilia yang merasakan desakan untuk ke toilet. “Al, temenin ih… kebelet pipis,” keluhnya dengan suara sedikit panik. Sementara ia melihat kerumunan masih bertumpuk di beberapa titik sehingga memblokir jalan mereka untuk ke arah toilet. “Oke…
Kedua mata Aliya terfokus mencari Emilia yang telah menghilang dari pandangannya tertutup tubuh-tubuh orang di depan Aliya.Sekilas ia merasakan bulu halus di tengkuknya meremang.“Oh tidak… Semoga Emilia tidak apa-apa,” gumam Aliya sambil terus berusaha merangsek membelah kerumunan itu.Tangannya ia silangkan di depan dada sambil mendorong perlahan dan bertahan dari senggolan serta dorongan orang-orang di belakangnya.Sementara Guntur, berusaha mendekat pada Aliya. “Mbak!” serunya.Aliya tak mendengar. Ia malah merasakan bulu halus yang tak hanya sekitar tengkuk namun juga di seluruh lengan atasnya, meremang dan terasa dingin.“Mbak!!” seruan Guntur yang kedua berhasil membuat Aliya memalingkan wajah ke kiri dan mencari asal suara.Namun seiring dengan itu, tiba-tiba, dengan gerakan cepat satu lengan mengait bahu Aliya dan menyeretnya ke kanan hingga terdorong masuk dalam kerumunan yang lebi
Setrasari, rumah Elang dan Aliya.Elang melangkah cepat memasuki rumahnya dan bergegas menuju kamar tidur utama rumahnya. Ia telah dihubungi oleh Ridwan saat tengah berkendara menuju tempat ia akan bertemu rekan bisnisnya malam itu.Tentu saja tanpa berpikir lagi, Elang memutar balik mobil dan melajukan mobilnya menuju rumah dengan kecepatan tinggi.Langkah cepatnya membawa ia ke kamar utama miliknya dan berpapasan dengan Dean dan Ridwan yang hendak keluar dari dalam kamar.“How is she?” tanya Elang cepat mencegat langkah Dean.“She’s all fine,” jawab Dean. “Saya tunggu di ruang tamu bersama orang yang membawa Aliya.”Elang mengangguk lalu meneruskan langkah tergesanya menuju tempat tidur dalam kamar besar itu.Bu Sumi tampak setengah membungkuk ketika melihat Elang mendekat. “Ibu terlihat tidur nyenyak Pak.”Elang mengangguk lalu duduk di tepian ranjang. Ia meraih tangan Aliya dan menggenggamnya perlahan.Matanya tak lepas dari memandang raut wajah istrinya itu, setelah sesaat melaku
Agung telah bergabung bersama Elang dan lainnya. Ia yang seorang kelahiran asli Bandung, bahkan sempat meminta izin untuk ikut tinggal di basecamp demi pelatihan yang lebih intens. Meskipun ia tidak pernah mendengar tentang Ratu Bumi, Kaum Jure dan tiga klan di bawahnya, ia telah jatuh hati pada keberadaan Aliya. Jatuh hati yang ia rasakan adalah kebutuhan untuk ikut melindungi. Dorongan itu begitu kuat, sehingga tanpa ragu dan tanpa jeda sedetikpun ia langsung menyatakan kebersediaannya untuk bergabung, setelah Dean selesai menjelaskan dan bertanya padanya. Meski Elang maupun Dean belum memberikan keputusan apakah Agung bisa tinggal dalam basecamp, namun Agung setiap hari datang ke basecamp dan bahkan menjadi lebih akrab dengan Iyad dan Guntur. Bahkan Agni, yang diketahui memiliki kecenderungan berbicara kasar dan sesukanya, terhadap Agung ia tidak terlalu memberi banyak komentar. Mungkin karena pembawaan Agung yang hangat, karena ia adalah seorang bumi dan cepat akrab dengan or