Telah jalan lima hari secara intens Dean melatih Guntur dan Iyad. Agni pun kerap berlatih sendiri dengan bimbingan dari Dean dan Elang. Mereka kini memiliki tambahan seorang elemen di Level Dua, meskipun baru di Tingkat Awal, tapi seorang berlevel dua adalah elemen yang luar biasa. Agni telah berkultivasi dari elemen Level Tiga Tingkat Dasar menjadi elemen Level Dua Tingkat Awal. Yang artinya, kini Agni berada satu tingkat di bawah Dean dan Elang. “Alangkah lebih baik kita memiliki seseorang yang khusus melatih mereka,” Dean berkata suatu siang saat ia dan Elang tengah bertemu untuk membahas sesuatu. “Kau benar Dean,” Elang membuang napas ringan. “Kita dapat lebih fokus untuk memperhatikan pergerakan Jure melalui tiga klan itu.” “Bicara soal klan, bagaimana perkembangan terakhir terpantau?” Dean mengangkat kopi di samping tempat ia duduk di halaman belakang basecamp mereka. “Morana bergerak ke arah Bogor. Namun mereka berdiam di satu titik di wilayah Depok selama delapan jam.” “H
Konser itu selesai pada jam sepuluh malam. Konser yang berlangsung hampir dua jam itu menuai banyak pujian dari seluruh penonton. SoD memang tidak pernah mengecewakan para penggemarnya. Bahkan banyak penggemar yang tidak menyangka konser SoD kali ini akan berlangsung tiga puluh menit lebih lama dari biasanya. SoD terkenal paling irit memberikan durasi setiap mengadakan konser, namun demikian terkenal juga paling memuaskan. Dimulai dari penataan panggung, pencahayaan, efek-efek suara sampai dengan performa para personel-nya sendiri yang flawless alias tanpa cela, membuat satu jam setengah pun pun betul-betul berharga dengan harga tiket yang lebih mahal dari artis manapun. Aliya tengah menunggu kerumunan sedikit mereda, ketika tangannya di tarik Emilia yang merasakan desakan untuk ke toilet. “Al, temenin ih… kebelet pipis,” keluhnya dengan suara sedikit panik. Sementara ia melihat kerumunan masih bertumpuk di beberapa titik sehingga memblokir jalan mereka untuk ke arah toilet. “Oke…
Kedua mata Aliya terfokus mencari Emilia yang telah menghilang dari pandangannya tertutup tubuh-tubuh orang di depan Aliya.Sekilas ia merasakan bulu halus di tengkuknya meremang.“Oh tidak… Semoga Emilia tidak apa-apa,” gumam Aliya sambil terus berusaha merangsek membelah kerumunan itu.Tangannya ia silangkan di depan dada sambil mendorong perlahan dan bertahan dari senggolan serta dorongan orang-orang di belakangnya.Sementara Guntur, berusaha mendekat pada Aliya. “Mbak!” serunya.Aliya tak mendengar. Ia malah merasakan bulu halus yang tak hanya sekitar tengkuk namun juga di seluruh lengan atasnya, meremang dan terasa dingin.“Mbak!!” seruan Guntur yang kedua berhasil membuat Aliya memalingkan wajah ke kiri dan mencari asal suara.Namun seiring dengan itu, tiba-tiba, dengan gerakan cepat satu lengan mengait bahu Aliya dan menyeretnya ke kanan hingga terdorong masuk dalam kerumunan yang lebi
Setrasari, rumah Elang dan Aliya.Elang melangkah cepat memasuki rumahnya dan bergegas menuju kamar tidur utama rumahnya. Ia telah dihubungi oleh Ridwan saat tengah berkendara menuju tempat ia akan bertemu rekan bisnisnya malam itu.Tentu saja tanpa berpikir lagi, Elang memutar balik mobil dan melajukan mobilnya menuju rumah dengan kecepatan tinggi.Langkah cepatnya membawa ia ke kamar utama miliknya dan berpapasan dengan Dean dan Ridwan yang hendak keluar dari dalam kamar.“How is she?” tanya Elang cepat mencegat langkah Dean.“She’s all fine,” jawab Dean. “Saya tunggu di ruang tamu bersama orang yang membawa Aliya.”Elang mengangguk lalu meneruskan langkah tergesanya menuju tempat tidur dalam kamar besar itu.Bu Sumi tampak setengah membungkuk ketika melihat Elang mendekat. “Ibu terlihat tidur nyenyak Pak.”Elang mengangguk lalu duduk di tepian ranjang. Ia meraih tangan Aliya dan menggenggamnya perlahan.Matanya tak lepas dari memandang raut wajah istrinya itu, setelah sesaat melaku
Agung telah bergabung bersama Elang dan lainnya. Ia yang seorang kelahiran asli Bandung, bahkan sempat meminta izin untuk ikut tinggal di basecamp demi pelatihan yang lebih intens. Meskipun ia tidak pernah mendengar tentang Ratu Bumi, Kaum Jure dan tiga klan di bawahnya, ia telah jatuh hati pada keberadaan Aliya. Jatuh hati yang ia rasakan adalah kebutuhan untuk ikut melindungi. Dorongan itu begitu kuat, sehingga tanpa ragu dan tanpa jeda sedetikpun ia langsung menyatakan kebersediaannya untuk bergabung, setelah Dean selesai menjelaskan dan bertanya padanya. Meski Elang maupun Dean belum memberikan keputusan apakah Agung bisa tinggal dalam basecamp, namun Agung setiap hari datang ke basecamp dan bahkan menjadi lebih akrab dengan Iyad dan Guntur. Bahkan Agni, yang diketahui memiliki kecenderungan berbicara kasar dan sesukanya, terhadap Agung ia tidak terlalu memberi banyak komentar. Mungkin karena pembawaan Agung yang hangat, karena ia adalah seorang bumi dan cepat akrab dengan or
“Ya, oke Miss. You too, take care ya…” Aliya lalu menutup percakapan dirinya dengan Diani di telepon. Diani malam itu menelepon Aliya dan menanyakan kabar Aliya. Mereka lalu berbincang tidak terlalu lama, karena Diani tengah kedatangan kerabat jauhnya di rumah. Hanya saja, Diani ingin menanyakan kabar Aliya. Aliya merentangkan tangannya. Ia telah bersalin dan menggunakan gaun tidur berbahan satin yang sangat halus. Ponsel ia letakkan di atas nakas sebelah kanan lalu ia pun merebahkan tubuhnya. Meskipun ia telah merapikan dirinya, namun ia bukan hendak benar-benar tidur. Ia hanya ingin sebentar rebahan sambil menunggu sang suami pulang. Elang mengatakan ia akan pulang telat malam ini, karena hendak mampir ke Lembang dan melihat kondisi di sana dan berbicara dengan Dean, setelah agenda meeting sore hari tadi. Dering ponsel yang terdengar, menggugah Aliya untuk langsung duduk dan dengan riang meraih ponselnya. Ia berpikir Elang yang menghubunginya. Setelah melihat layar yang menamp
Aliya masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesin. Ia baru saja mengunjungi rumah mama dan papanya. Sejak siang tadi ia yang telah meminta izin Elang untuk menengok kedua orangtuanya, menghabiskan waktu di rumah berbincang dengan sang mama dan papa. “Hati-hati, Al,” suara Laila mengiringi mobil yang Aliya kendarai mulai bergerak maju. Lambaian tangan pun dilakukan Aliya seiring jawaban riangnya. “Iya Ma. Aliya pulang dulu ya Ma, Pa. Maaf Aliya pinjam dulu mobilnya…” Mobil sejenis minibus yang Aliya kendarai mulai menjauh dari kediaman kedua orangtuanya. Mobil ini adalah mobil papa Aliya yang ia pinjam. Jam sebelas tadi siang Aliya memang diantar Ridwan, namun Aliya meminta Ridwan meninggalkannya karena ia akan lama berada di rumah mama papanya itu. Tanpa banyak pertanyaan Ridwan lalu pergi dengan membawa mobil dan meninggalkan Aliya di rumah Adnan. Namun sejak Aliya memutuskan untuk pulang, ia sulit menghubungi Ridwan sehingga ia memutuskan pulang tanpa menunggu Ridwan menjempu
Aliya hanya diam berdiri di sana tanpa respon.“Liebling…” Elang memanggil lirih lagi. Ia melangkah pelan mendekati istrinya.‘Apa kau berbohong lagi padaku, Elang?’Langkah kaki Elang terhenti begitu ia mendengar pikiran Aliya. Ia memandang istrinya yang tengah menatap dirinya dengan mata kian memerah. Lalu satu rasa sakit dan rasa tak percaya yang terbalut satu menjadi kesedihan, sampai dan terasa pula oleh Elang.Rasa itu milik Aliya. Elang sedang merasakannya juga.Kedua tangan Elang mengepal erat. Ia memajukan tiga langkah lagi dan meraih tangan Aliya.“Let’s go home, Liebling. Kita bicara di rumah,” ujar Elang dengan lembut dan hati-hati.Tanpa melawan, Aliya membiarkan tangannya digenggam Elang dan mengikuti suaminya keluar rumah.Tepat di pintu masuk, mereka berpapasan dengan Dean yang baru saja datang.Dean menatap Elang lalu menurunkan wajah dan menatap Aliya. Me