Haiii kakak kakak yang baik... Terima kasih sudah mengikuti membaca hingga sini. Membuat author makin semangat untuk melanjutkan. Thanks again y'all... ^,^
Sorot mata hazel pria itu begitu penuh arti.“Kau memang spesial, Aliya. Kau bisa mengetahui apa yang tak satupun elemen lain bisa ketahui dariku.”Kedua mata Aliya mengerjap pelan.“Dan itulah keunggulan elemen bumi seperti kita. Bisa menutupi dengan baik sesuatu dari terbaca orang luar,” katanya.“Bukankah kau pun berhasil melakukannya dengan mudah? Kau berhasil menutup pikiranmu dari terbaca oleh Einhard,” Dean, pria pemilik mata hazel itu melanjutkan.Aliya terkesiap. “Kau… kau juga tahu tentang itu?”“Bagaimana Pak Einhard, apa saya keliru?”Baik Aliya dan Ridwan langsung menoleh ke arah pintu kamar, dua meter di belakang Dean. Mereka tidak melihat siapapun di sana.Namun tak lama, Elang tampak melangkah pelan masuk ke kamar tersebut. Tak ada respon apapun dari Elang yang melangkah dalam diam lalu berdiri tak jauh di belakang Dean.“Teruskan us
Buuff. Seketika kedua pipi Aliya merona merah, bak tomat rebus. Bergegas ia matikan ikon speaker untuk mengubah mode kencangnya menjadi mode normal. Dalam hati ia kini merutuki Hana yang begitu nyablak. Betapa ingin dirinya menyumpal mulut Hana dengan handuk ukuran jumbo, agar terhenti dari melontarkan kata-kata memalukan seperti tadi. Dengan kepala tertunduk Aliya mencuri pandang sekilas pada Elang di sampingnya. Dadanya berdesir cepat. Ia segera menjauhkan pandangannya ketika mendapati Elang yang tengah menatap dirinya dengan seksama. Sementara Ridwan yang berada di dekat Elang, mengerjap-kerjap kan kedua matanya berlagak polos. “A-aku baik aja Han. Aku tutup dulu ya. Nanti kita sambung lagi…” ujar Aliya lagi dengan canggung. Ia sungguh ingin segera mengakhiri sambungan teleponnya dengan Hana kali ini. ‘Ok Sis. Inget pesen gue ya… Sayangi masa muda mu. Have fun, sebelum kamu gak laku lagi nanti atau keburu karatan,’ tanpa perasaan, Hana memberikan kalimat penutupnya dengan kek
Tangan kanan Elang terulur meraih ponsel dari tangan Aliya. Matanya menatap unggahan di dinding Aliya itu. “Elang…” panggil Aliya pelan. “Apakah dia juga elemen?” Elang mengangguk sepintas lalu mengembalikan ponsel itu pada Aliya. “Sepertinya dia seorang elemen api.” “Api?” Kedua mata Aliya terbelalak. “Apa dia seorang pria?” “Ya. Aku merasakan energi milik seorang pria.” Aliya sejenak terdiam setelah mendengar kalimat Elang. Ia terngiang perkataannya tempo hari saat di ruang guru. Saat kesal mengetahui Elang dan Dean sedang berdebat dan berbalas komen di F*, ia mengatakan tentang mengapa Api tidak sekalian saja datang. Dan sekarang, cowok api itu benar-benar muncul. Benar kata Diani, seharusnya ia tak sembarangan bicara. Matanya lalu beralih pada layar ponsel baru miliknya dan mencari tahu profil sang pemilik akun. Nama akun itu ‘De Flame’. Sementara foto yang dipakai sebagai foto profil, bergambar kilatan api. Pantas saja Diani langsung mengidentifikasi akun tersebut sebaga
“Gue denger dari Ridwan, Miss Aliya terluka oleh pukulan Saif?” Diani bertanya dengan raut wajah sedikit menelisik kondisi Aliya. “Iya Miss. Tapi alhamdulillah sudah tidak apa-apa. Dan ternyata nama asli Saif itu adalah Dean. Dean Dubois,” ujar Aliya. “Next time, hati-hati Miss. Sepertinya Miss Aliya memang punya bakat khusus, hanya saja Miss Aliya masih belum tersadar.” “Entahlah, Miss. Masih membingungkan buatku,” Aliya menunduk. Ia merapikan peralatan tulisnya ke atas meja. Hari ini ia telah masuk kembali untuk mengajar. Meskipun sempat diminta oleh Elang untuk mengambil libur sehari lagi, setelah dua hari kemarin absen. Aliya bersikukuh untuk masuk, karena rasa tanggung jawabnya terhadap murid-murid kelasnya. Elang akhirnya membiarkan Aliya kembali masuk, dengan meminta Aliya mengizinkan dirinya untuk mengantar jemput Aliya. “Dubois? Kaya nama luar ya,” cetus Diani. Tangannya sibuk mengambil lembaran dari dalam folder map plastik, untuk di fotokopi. Aliya menghembus napas da
De Flame: [Amazing. Begitu banyak orang di sekeliling My Moonlight. Kalau begitu, di antara kalian bertiga, siapa yang bisa kasih tau dimana gue bisa bertemu My Moonlight?] W Lesmana : [Yang jelas bukan gue. Dan sepertinya kedua yang lainnya juga gak bakalan ngasih tau.] De Flame: [Lu el apa?] W Lesmana: [El apa gimana maksudnya?] De Flame: [Lu bukan seorang elemen? That’s weird] W Lesmana: [Be brief aja. Kamu ngapain nyari temen gue?] De Flame: [We were meant to be. Energi milik temen lu adalah energi wanita idaman gue, yang udah lama gue cariin. Jadi, kasih tau. Dimana dia?] (Kami ditakdirkan bersama) Lagi-lagi kedua mata Aliya membesar. Ia membaca ulang kalimat terakhir milik De Flame. ‘Udah lama nyariin’. ‘Apakah orang ini mengalami juga yang dialami oleh Elang?’ Benak Aliya dipenuhi pertanyaan. De Flame: [Btw, gua kagak percaya pertemanan antara cowok cewek. Lu pasti salah satu yang ngincer My Moonlight. Gw bener kan?] Tawa Aliya kontan pecah. Ia terkikik geli saat memba
Aliya menghela napas pasrah lalu berdoa dalam hati, semoga apa yang ia setujui untuk dilakukan, bisa memberi jalan keluar terbaik untuk semua pihak.Selintas ia teringat Dean. Dalam benaknya muncul sebuah pertanyaan, apakah Dean akan mengikuti ‘sayembara’ konyol ini?Namun entah bagaimana, Aliya meyakini bahwa Dean --pria pemilik manik mata hazel memukau itu-- memiliki kepentingan yang sama dengan Elang.Ia merasa ada semacam keterikatan yang misterius antara dirinya, Elang dan Dean. Atau bahkan, mungkin juga dengan pria api ini.Dengan sedikit berdebar, Aliya membuka akun FB miliknya.W Lesmana: [Ok guys. Buat yang bener serius aja nih ya. Pemilik Akun sudah bersedia untuk meluangkan waktu mengenal kalian masing-masing. Kalau kalian semua mau join, kudu tunduk pada syarat dan ketentuan yang gue tentuin. Gimana? Ok?]De Flame: [Ok dong. Lanjut]Einhard: [Ok]Saif: [Ya]W Lesmana: [Sebelum gw lanjut, kal
“Ck… Sungguh beresiko…” decak Ridwan saat mengintip layar ponsel milik Elang.Elang hanya menjawab dengan helaan napas beratnya.“Kau yakin Gan? Biarin teh Aliya berduaan sama mereka? Gimana kalau mereka macam-macam sama teh Aliya?”“Kita akan tempatin beberapa orang di sekitar Aliya. Meskipun mungkin tidak berarti apa-apa bagi para elemen itu. Tapi jika sampai mereka melanggar aturan yang disepakati, aku punya alasan sangat kuat untuk bertindak.” Meski dikatakan dengan tenang, wajah Elang sangat terlihat muram.“Ya.. gimana lagi. Teh Aliya sendiri setuju cara ini. Kalau memang bisa menghindari benturan fisik, ya semoga bisa clear lah ya. Saya emang cuman khawatir mereka berbuat kurang ajar aja sama teh Aliya.”“Untuk pria bernama Dean itu, aku lihat dia cukup sopan dan mungkin tidak akan melakukan hal-hal tak pantas, meskipun dia bisa. Tapi yang satunya lagi, aku gak terlalu yakin
‘Ga tau ya. Hanya saja feel gue, dia bener-bener spesial. Dan sepertinya kamu akan terlibat lebih dalam dengannya, Sis…’Tak ayal kalimat yang dilontarkan Hana via telepon semalam, terngiang berkali-kali dalam benak Aliya. Tentunya, dengan melakukan closure, karena Aliya tak ingin pikiran tentang hal ini terdengar oleh Elang.“Mengapa Hana berkata seperti itu?” gumam Aliya lirih. Tangannya yang memasukkan dompet ke tas selempang miliknya, sempat terhenti.Hari ini adalah hari ia memutuskan memulai sayembara itu. Pria Api itu menjadi orang pertama yang akan melakukan pertemuan dengannya. Semalam Aliya memberikan keputusan ini di akun FB nya. Dan meminta pemilik akun De Flame menemuinya di tempat ia pertama bertemu Elang dan Dean.“Ia pengen adil, ya kuberi keadilan,” cetus Aliya semalam. “Biar sama-sama ketemu pertama di tempat yang serupa.”Aliya mengecek kembali bawaannya, termasuk dua buah al