“Kau bercanda Gan!” seru Ridwan benar-benar tak percaya. Elang menggeleng pelan. “Aku benar-benar berada berpuluh-puluh hari di sana. Aku menerima semacam gemblengan untuk kemampuan dan kekuatanku.” “Hah?” “Aku tahu ini cerita lainnya yang sulit dipercaya, tapi inilah yang terjadi,” Elang perlahan bangun dari posisi tidurnya lalu duduk di tepi tempat tidur dengan menggerakkan kepala dan tangannya melakukan peregangan. “Ah! Rasanya lumayan…” Ridwan di sampingnya, melongo. “Gan…” “Siapa sangka aku hanya tertidur tiga malam saja disini. Sementara nyatanya dua bulan lebih aku berada disana,” ujar Elang lalu berdiri. Ia melakukan lagi gerakan peregangan dengan seluruh tubuhnya. “Gan.. kau gak merasa lapar atau haus atau… capek?” Elang tersenyum. “Ya, aku lapar sedikit. Capek? Itu jelas. Tujuh puluh hari lebih di sana aku melakukan hal-hal gila yang membuatku lelah secara fisik dan mental. Disana aku memenuhi kebutuhan makan dan minum dari yang bisa kudapat di sekitarnya saja. Mungkin
Di saat yang sama dengan perbedaan 5 jam lebih awal, di Bogor. Sebuah food court dekat terminal Cibinong.Aliya melirik jam tangan yang melingkari pergelangan tangan kanannya yang ramping. Waktu telah menunjukkan jam satu siang lebih dua puluh menit.“Mengapa Saif itu belum datang? Walaupun aku memang memundurkan pertemuan dari jam 10 ke jam setengah satu siang, tapi dia yang ajak ketemu. Harusnya dia on time,” keluh Aliya gelisah. Sejam sebelumnya ia mendapat kabar dari Ridwan, bahwa Elang masih belum bangun. Ia lalu mengetikkan komentar di postingan Saif terakhir.[Apakah Anda jadi menemuiku?] Terunggah.Aliya menunggu hingga sepuluh menit berikutnya. Setelah jus alpukat yang dipesannya telah tandas dan tidak ada balasan apapun, Aliya memutuskan untuk bangkit dari duduknya dan pergi.Namun hanya berselang sepuluh menit lainnya, derap langkah kaki tergesa memasuki area food court. Tubuh jangkung atletis itu terhenti di tengah area food court dan mengedarkan pandangannya.Kemunculan
Dusseldorf, Jerman. Elang tengah menikmati dirinya yang berendam dalam genangan air hangat di sebuah bathtub yang terbuat dari Caijou, yang merupakan batu sangat berharga di dunia. Jika dunia mengetahui harga yang harus ditebus hanya untuk satu buah bathtub ini, maka keluarga Elang mungkin akan menerima kecaman. Namun sekali lagi, uang bukanlah masalah bagi Gauthier --keluarga Elang-- yang bahkan bisa dikatakan hampir mengendalikan separuh bisnis di dunia ini. Elang menyandarkan kepalanya dengan mata terpejam dan menikmati aroma dari champaca essential oil yang merebak memenuhi indera penciumannya. Namun sekejap kemudian kedua mata Elang terbuka, alisnya sedikit tertaut dan seluruh tubuhnya mendapat getaran yang tak asing. Meski singkat, getaran itu sangat dipahami Elang sebagai sinyal kewaspadaan yang berasal dari Aliya. Sejak ia terikat dengan Aliya secara sukma, ia menjadi lebih sensitif terhadap situasi Aliya dan Aliya juga mampu mendengar pikirannya. ‘Al, kau dimana?’ bisik
Langkah kaki Elang menyusuri lorong lantai atas mengikuti jejak energi samar yang terasa oleh indera keenamnya. Mansion ini memang luar biasa luas, bahkan Elang belum pernah menjejakkan area timur di lantai atas ini.Ia terus melewati beberapa pintu tanpa menoleh, mengikuti jejak energi samar itu. Dadanya sedikit berdebar lebih kencang dari biasanya dan bulu-bulu halus sekujur tubuh terasa menggelitik.Ia tidak salah. Ia memang merasakan kehadiran dua manusia yang memiliki kemampuan spesial seperti dirinya. Namun ini bukan jenis yang sama. Ada sedikit energi panas terdeteksi olehnya.Sebelah sudut bibir Elang melengkung kecil. Ia merasakan sensasi energi pada tubuhnya yang jauh berbeda dari sebelumnya. Ia merasa tubuhnya jauh lebih ringan dan seolah lebih terisi serta lebih peka terhadap energi di luar dirinya sendiri.Elang menghentikan langkahnya sejenak. Keningnya berkerut.‘Energi ini… mirip dengan energi yang dilemparkan ke Al
Terlihat perubahan raut wajah yang begitu jelas pada kedua pria paruh baya itu. Kali ini mereka gagal menutupi keterkejutan mereka.Ferd menggeretakkan giginya lalu berkata. “Kami sama sekali tidak harus menjawab Anda, Tuan Muda. Keluarlah dari ruangan ini, atau…”“Atau apa?” sela Elang. “Kalian berani mengancam saya? Apa kalian bahkan sanggup melakukannya?”“Jangan Anda pikir kami tidak akan bersikap kasar terhadap Anda, Tuan Muda,” kali ini Darek menyahut.“Menarik,” Elang menarik sudut bibirnya.“Seluruh orang dalam kekuasaan dan yang bekerja di bawah keluarga Gauthier tidak ada satu pun yang berani menatap langsung pada anggota keluarga Gauthier, apalagi mengancam. Mereka hanya akan berakhir dengan kematian. Bukankah itu yang diterapkan ayah saya? Apa yang menjadikan kalian pengecualian?”“Tuan Muda…”“Kecuali kalian berbeda,&rd
Elang terdiam beberapa saat, tampak berpikir. Ia kemudian mengangkat kepalanya kembali dengan tatapan yang tetap menikam pada Darek dan Ferd. “Dengarkan. Jangan lagi menumpangi ayah saya dengan alasan yang mengada-ada untuk kepentingan kalian sendiri. Saya izinkan kalian berada di sisi ayah saya, bukan untuk menyesatkannya, tapi untuk menjaganya.” Elang menarik napas. “Jika saya temukan kalian menyesatkan ayah saya lagi,” mata Elang menyorotkan tatapan maut. “Saya akan mencari kalian dan melumpuhkan kalian berdua. Paham?” Darek dan Ferd mengangguk serempak tanpa dikomando. Wajah pucat pias mereka menunjukkan kepayahan dan ketidakberdayaan mereka dalam cengkeraman energi dari Elang. Elang perlahan mengendurkan energinya lalu melepas mereka berdua. Ferd dan Darek segera menghirup udara dalam-dalam dan mendesah penuh kelegaan. Tubuh mereka lemas, tapi mereka berusaha tetap berdiri. “Apa wanita itu memiliki ciri khusus yang bisa dikenali oleh semua elemen?” Elang bertanya lagi pada D
Tangan Diedrich berhenti membolak-balikkan dokumen. Kepalanya terangkat menatap Elang dengan raut wajah dingin.“Sekali kau menjejakkan kaki keluar dari sini, kau akan terhapus dari daftar pewarisku, Nak. Apa kau sanggup menerima itu?” tanyanya tanpa ekspresi.“Silahkan, Dad,” senyum Elang tanpa bermaksud menantang ayahnya.Tepat setelah Elang berkata, Ridwan masuk ke dalam ruangan itu dan bergegas mendekati Elang.“Ridwan! Cepat berikan obat itu. Apa kau tak tau Einhard kumat lagi?!” bentak Diedrich keras. Amarahnya merambat naik dengan cepat akibat pernyataan Elang sebelumnya.Ridwan menelan ludah dengan susah payah. “I-itu… Sa-saya rasa Tuan Muda tidak membutuhkan obat lagi, Tuan…”“Apa maksudmu?!” Gelegar suara Diedrich membuat jantung Ridwan serasa akan melompat keluar.Elang menyela keduanya. “Tidak ada kaitan dengan penyakit ataupun dengan Ridwan, D
“Ka-kau… Einhard…” Diedrich tercekat oleh kalimatnya sendiri. Matanya menatap lekat putra satu-satunya yang bergerak dengan sangat gesit dalam menangkis lalu memukul serta menendang balik tiga pengawalnya.Elang memang bergerak cepat menghadapi ketiga penjaga bertubuh besar itu tanpa melepas energi untuk mengunci dua pengawal lainnya.Ridwan berada di dekat Elang membelakanginya, dengan kedua tangan ikut mengepalkan tinju dengan kikuk.“Sial… seumur-umur saya tidak pernah memakai kekerasan dalam memecahkan masalah,” gerutu Ridwan sambil terus bergerak mengikuti gerak Elang. “Saya selalu pake otak saya, Gan.”“Merunduk!” seru Elang yang direspon cepat oleh Ridwan dengan membungkukkan dirinya.Kedua mata Ridwan membesar saat melihat kaki kiri Elang berputar menyapu beberapa senti tepat di atas kepalanya. Dadanya berdegup kencang.Itu hanya selisih beberapa senti saja!