“Bu Aliya!! Pak Bisma!!” suara pria paruh baya terdengar kaget lalu bergegas menghampiri Bisma yang tengah menduduki tubuh Aliya dan melerainya. “Pak Bisma lepaskan bu Aliya!!”
Pria lain yang lebih muda ikut mendekati Bisma dan memegangi lengan Bisma. “Lepasin bu Aliya Pak! Istighfar Pak!” serunya tak kalah kencang.
Pria paruh baya berbaju koko itu adalah pak RW dan pria yang lebih muda itu adalah pak RT. Mereka berdua akhirnya berhasil menarik Bisma menjauh dari Aliya.
Seorang wanita mengenakan bergo lebar pun tampak muncul dan tergopoh menghampiri Aliya yang terduduk dan diam membatu.
“Nak Aliya… Tidak apa-apa kah?” tanya wanita itu khawatir. Ia adalah ustadzah yang pernah didatangi Aliya untuk konsultasi mengenai permasalahan rumah tangganya.
Ustadzah itu mengelus punggung Aliya, saat melihat tatapan mata Aliya yang tampak kosong. Seketika bulu bulu halus di tangan sang ustadzah terasa berdi
“Tahan! Aku akan menarikmu.”Aliya menengadah ke arah suara rendah yang berseru di atasnya. Tertegun sesaat sebelum ia tersentak ketika tubuhnya ditarik naik ke permukaan kembali dalam sekali hentak.Kini tubuh Aliya berdiri dan berhadapan dengan sosok yang menariknya keluar dari dalam lubang. Tubuh sosok itu tinggi dan sangat atletis. Aliya lalu menaikkan pandangannya ke wajah sosok itu yang ia perkirakan memiliki tinggi lebih dari 189 senti.Aliya tertegun.Sepasang mata berwarna hazel kini tengah menatapnya. Pemilik manik mata itu pun sama terkejutnya. Bahkan mungkin sosok itu jauh terlihat lebih terkejut dari diri Aliya.Sosok itu terpaku melihat Aliya. Kedua bola mata berwarna hazel itu tampak bergerak-gerak begitu pula dengan bibirnya.“Light…” gumamnya lirih.Namun begitu kata itu selesai terucapkan, sosok itu tersentak ke belakang. Seseorang menarik lengannya dengan kuat sehingga menjauh dari Ali
“Aku….” kalimat Elang terhenti. Sorot matanya meredup. Tanpa aba-aba, Elang menaikkan tangannya, meraih tengkuk Aliya dan menariknya kuat. Elang merunduk dan detik selanjutnya ia mendaratkan bibirnya pada bibir Aliya.Ia mengecup bibir itu sekilas lalu detik berikutnya mengecup lagi sedikit lebih lama. Sama sekali tak mempedulikan kedua bola mata Aliya yang membelalak kaget akibat perbuatannya itu.“Apa yang kau lakukan!” pekik Aliya lalu mendorong dada Elang hingga menjauh.Muka Aliya memerah. Dadanya bergemuruh. Ia tak paham apa yang bergolak dalam hatinya saat ini. Namun satu hal yang pasti, rasa panas dalam dadanya ini bukanlah amarah.“Ka-kau!” Aliya menaikkan sebelah tangan dan menutup mulut dengan punggung tangannya. Ia menggeleng lemah dengan wajah yang memerah. Matanya kini tampak berkaca kaca.“Jika kau hanya berniat untuk pergi, sekalipun dalam mimpi, jangan pernah muncul lag
‘Sabar ya, Al. Gue tau itu ga mudah. Tapi gue yakin kamu pasti bisa kuat dan bertahan. Kalau memang rumah tangga kamu hanya membawa keburukan tanpa kebaikan, ya mau bagaimana lagi. Kamu harus segera menyelamatkan dirimu sendiri dari keburukan itu,’ suara Hana menghibur dan menguatkan Aliya via telepon.Sejak terbangun dari mimpi aneh semalam dan amarahnya pada pria yang selalu meninggalkan rasa sedih itu, Aliya menelepon Hana. Ia lalu cukup banyak bercerita pada Hana hari itu. Bahkan tentang kondisi rumah tangganya.Ia sendiri sempat heran, mengapa seolah dirinya dan Hana adalah sahabat yang telah lama begitu dekat, sehingga tanpa rasa canggung ia menceritakan juga soal rencana gugatan cerainya pada Hana.Mungkin karena Hana pernah mengalami hal yang sama, Aliya merasa Hana akan lebih paham posisi dirinya.“Terima kasih Han. Rencanaku besok ke KUA kecamatan untuk konsul sekaligus ngurus itu. Ya semoga aja urusanku ini dipermudah,”
Senin siang hari berikutnya Aliya telah berada di Pengadilan Agama untuk mengurus gugatannya. Ia menunggu dengan sabar antrian untuk membuat surat gugatan dan mendaftarkan gugatan ke Pusbakum atau Pusat Bantuan Hukum di Pengadilan Agama.Setelah urusan di Pusbakum selesai, Aliya keluar dari ruang Pusbakum dan hendak menuju tempat parkiran motornya. Saat itu langkahnya terhenti karena ia melihat bapak dan ibu mertua dengan salah satu adik Bisma, tengah berjalan menuju ke arahnya.‘Duh kenapa harus berpapasan dengan mereka di sini?’ gumam Aliya dalam hati. Mau tak mau tubuhnya sedikit menegang, karena ia memiliki dugaan secara pasti, akan terjadinya perdebatan antara mereka.Enggan untuk bertemu mereka, namun juga tak mungkin untuk menghindar karena mereka telah melihat Aliya yang tengah berjalan keluar dari ruang Pusbakum.“Oh ini dia menantu durhaka kita, Bu,” Sutarna membuka mulutnya saat jarak antara dirinya dengan Aliya
Pintu bercat warna abu itu terbuka. Bu Neneng tampak terkejut tatkala melihat Aliya berdiri di depan pintu rumahnya.“Siapa itu, Bu?” Suara lantang pak Sutarna dari dalam rumah terdengar.Karena tak ada jawaban dari istrinya, pak Sutarna menyusul ke pintu depan dan tampak sedikit kaget saat mendapati Aliya yang tengah berdiri dan tersenyum datar pada mereka berdua.“Ngapain kamu kesini, heh?!” sentak pak Sutarna penuh rasa tidak suka. “Kamu mau memohon-mohon pada saya agar membiarkan kamu melanjutkan gugatan? Jangan bermimpi!”“Dengan sangat menyesal, saya tidak kesini untuk memohon. Tapi memberikan kesempatan pada Bapak untuk menyelamatkan kehormatan diri Bapak sekeluarga,” jawab Aliya tenang.“Apa maksud kamu, wanita durhaka?!” Pak Sutarna sama sekali tidak mengecilkan volume suaranya.Sejenak menatap bergantian pada pak Sutarna dan bu Neneng, Aliya membuka tasnya dan mengambil se
Sidang pertama dan sidang kedua dihadiri oleh Aliya dan tanpa kehadiran Bisma. Hakim pun telah menjatuhkan putusan verstek atas ketidakhadiran Bisma dalam sidang kedua. Aliya, resmi menjadi janda.Kedua sidang tersebut hanya berselang dua minggu saja. Sementara untuk mengambil akta cerainya, Aliya harus kembali di minggu depan.Aliya mengabarkan berita itu pada kedua orangtuanya. Meski mendapat respon sedu sedan dari sang mama, namun ibu Aliya itu tetap menguatkan dan membesarkan hati putrinya.Tidak ada sebuah perceraian yang disambut suka cita, karena perceraian berarti mematahkan dan menghancurkan perjanjian agung yang sempat terucap dan diikrarkan. Namun setidaknya kini, Aliya terbebas dari segala tindakan dan perbuatan keji Bisma yang berniat menjual dirinya pada lelaki hidung belang dengan dalih Aliya sebagai istri yang harus tunduk pada suami.Saat ini Aliya berada di kantornya. Ruang guru part-timer. Diani yang telah mengetahui
“Apa Miss ga salah? Miss Diani ngomong sama aku?” Aliya masih membelalak dengan bingung.Diani mengangguk mantap. “Yup. To you. Miss Aliya bisa kok.”“Ngawur! Ngga Miss. Ga bisa. Ga berani. Nanti malah kenapa-kenapa mbak Nias nya,” tolak Aliya mentah-mentah. “Aku ga bisa begituan.”“Really?” Diani mengerjap lalu menatap penuh arti pada Aliya.“Iyalah Miss. Mana ngerti aku hal begituan. Aku ga paham. Ga ngerti dan aku gak pernah me…” Kalimat Aliya terhenti. Ia merasakan sesuatu yang mengganjal di hatinya.Dalam ingatannya, ia tak pernah berurusan hal seperti itu, namun hatinya seakan merasakan bahwa ia bisa melakukannya.Pandangan Aliya turun ke arah Nias yang didudukkan di lantai. Pancaran matanya kosong dan sesekali menyeringai. Tubuhnya bergerak-gerak tanpa henti.“Gimana, Miss? Bersedia menolong mbak Nias?” pancing Diani. Ia tahu Aliya mulai
Tak ada yang bisa dilakukan Diani selain mengatakan yang ia ketahui pada Aliya. Diani akhirnya mengakui dan menceritakan semuanya. Aliya tertunduk lesu. Tangan kanan memegangi dada kirinya, sementara ia tetap mendengarkan semua penuturan Diani. Tentu saja ada perasaan terluka dan terpukul. Ia tidak pernah mengira Elang akan melakukan hal seperti ini padanya, meninggalkannya tanpa berpamitan dan membuat dirinya lupa. Perasaan marah itu timbul kepada Elang. Namun ia berkali-kali menyadarkan diri, bahwa ia bukan siapa-siapa bagi Elang. Elang tidak berkewajiban meminta izin pada dirinya ketika ia hendak pergi jauh. Namun, pindah ke luar negeri? Aliya merasa, seharusnya setidaknya Elang mengatakan sesuatu pada dirinya. Sementara di belahan dunia lainnya. Sebuah ruangan sangat besar di suatu gedung perkantoran yang tinggi di Dusseldorf, Jerman. Ridwan menghela napas tanpa daya. “Ya sudah jalannya. Teh Aliya harus mengingat semuanya, Gan,” tuturnya ketika ia pun mengetahui dari Elang