Anna kembali bekerja seperti biasa meski perasaan waswas kadang hinggap di hatinya. Namun, semua berjalan dengan normal, sehingga Anna mencoba tenang dan tetap fokus pada pekerjaannya.Saat siang hari, Anna masih fokus dengan pekerjaannya ketika dia mendapat sebuah pesan.Anna tersenyum lebar. Dia segera berdiri dari kursinya lalu menghampiri meja Justin.“Pak.” Anna berdiri dengan senyum merekah.Justin mengangkat pandangan. Dia terkesiap melihat senyum Anna yang begitu lebar dan lepas.“Ada apa?” tanya Justin.“Saya mau minta izin ke lobi, apa boleh? Mungkin sekalian makan siang karena orang tua saya menunggu di bawah,” ucap Anna sambil menatap penuh harap Justin memberinya izin.Justin menengok pada arloji yang melingkar di pergelangan tangan, lalu dia kembali menatap pada Anna. “Pergilah.”Anna semakin melebarkan senyum. Dia mengangguk cepat karena sangat senang. “Terima kasih, Pak.”Setelahnya Anna segera pergi meninggalkan ruang kerja Justin untuk menemui Stefanie yang berkata j
Anna, Stefanie, dan Reino sudah berada di restoran yang agak dekat dengan perusahaan. Kai juga sudah datang dan ikut bergabung dengan mereka.“Mama sudah melihat bukti tentang dirimu di berita saat dalam perjalanan kemari. Mama lega karena akhirnya orang-orang tahu dan takkan memandang sebelah mata lagi padamu,” ucap Stefanie sambil memotong steak pesanannya.Anna mengangguk-angguk.Stefanie mengalihkan pandangan dari daging yang ada di hadapannya, ke arah Anna yang duduk berhadapan dengannya.“Anna, kamu sudah terbukti kalau memang anakku. Apa kamu mau kembali pada mama?” tanya Stefanie sambil menatap penuh harap.Anna terkejut. Dia menatap Stefanie sedang memandangnya penuh harap, lalu dia menatap pada Reino dan Kai secara bergantian.“Aku sudah punya suami, Ma. Sudah pasti aku ikut suamiku,” ucap Anna yang belum paham dengan maksud Stefanie.Stefanie tersenyum kecil. “Bukan soal tempat tinggal, Anna. Tapi statusmu. Mama ingin kamu memiliki status yang sama dengan mama, sebagai kelu
Dua hari berlalu. Rachel masih belum ditemukan dan menjadi buronan polisi.Di ruang kerja Kai. Dia semakin cemas karena tidak bisa memprediksi apa yang mungkin akan dilakukan Rachel selama bersembunyi, mengingat jika Rachel gila dan nekat saat melakukan sesuatu.Kai juga merasa aneh, bagaimana bisa Rachel tidak ditemukan, bahkan anak buahnya pun tidak bisa menemukannya. “Jangan biarkan orang suruhan kita berhenti mencari Rachel,” ucap Kai pada Tian.“Tentu saja tidak, Pak. Saya memerintahkan mereka untuk terus mencari,” jawab Tian.Kai diam berpikir, tatapannya tajam penuh amarah karena Rachel sangat pintar bersembunyi. Polisi dan anak buahnya sudah mencari ke tempat-tempat yang mungkin Rachel kunjungi, tapi tetap saja tidak membuahkan hasil.“Buat sayembara. Siapa pun yang bisa menangkap Rachel, akan aku beri hadiah yang besar!” perintah Kai.“Baik, Pak.” Tian mengangguk. **Saat sore hari. Kai menjemput Anna di divisi pemasaran. Dia melihat Anna yang keluar bersama dengan Justin.
Anna dan yang lain makan malam bersama. Kali ini Stefanie dan Reino yang mengambilkan makanan untuk Anna dan Kai, sampai membuat Anna tidak enak hati.“Nanti aku bisa sendiri,” ucap Anna mencegah Reino yang hendak mengambil sayur untuknya.“Kamu tidak suka ini?” tanya Reino memastikan. Tatapannya mengandung kecemasan dan rasa takut.Anna merasa canggung. Dia tak terbiasa dengan semua ini.“Kalian duduklah. Seharusnya yang melayani aku, karena aku yang paling muda. Kalian jangan melayani kami,” ucap Anna berdiri dari duduknya untuk mengambil alih apa yang sedang dilakukan Reino dan Stefanie.Reino tersenyum tipis lalu berkata, “Tidak apa-apa kami melakukannya, kapan lagi kami bisa melayani kalian. Meski kami tua, bukan berarti apa-apa harus yang lebih muda.”Anna terkesiap, tapi sedetik kemudian tersenyum. “Iya karena itu juga, aku tidak tahu kapan bisa melayani kalian, jadi biarkan kali ini aku yang melayani.”Reino dan Stefanie saling pandang, saat itu Anna mengambil sendok sayur dar
Anna tersenyum. Dia mengangguk pelan.“Iya, aku juga ingin melakukannya,” jawab Anna sambil mengangguk pelan.Stefanie memeluk Anna, dia mengusap lembut rambut hingga punggung putrinya itu.“Kita mulai semuanya dari awal. Mama tidak akan pernah meninggalkanmu lagi,” ucap Stefanie lalu mencium kepala Anna.Anna mengangguk pelan. Bisa merasakan memiliki ibu kandung saja sudah membuatnya sangat bahagia.Malam semakin larut. Anna dan Stefanie kembali ke kamarnya masing-masing.Stefanie masuk ke kamarnya, dia melihat Reino yang sedang berdiri di dekat jendela sambil menerima telepon.Reino sedang bicara dengan Alex yang menghubunginya. Putranya itu sedang mengamuk dari seberang panggilan sana.“Bagaimana bisa Papa menerimanya begitu saja? Memangnya dia siapa? Apa Papa tidak takut kalau posisi Papa direbut!”Reino menghela napas pelan. Dia sampai memijat kening karena Alex terus mengamuk meski sudah dijelaskan.Sejak bertengkar dengannya dan Stefanie, Alex pergi dari rumah sehingga tidak ta
Hari berikutnya. Anna bekerja seperti biasa. Dia berada di ruang kerja Justin sedang menyusun berkas yang diminta oleh atasannya itu.“Pak, ini berkas yang Anda minta untuk dipilah. Ini sudah sesuai dengan kategorinya masing-masing,” ucap Anna sambil meletakkan berkas yang dibawanya ke meja Justin.“Anna, bagaimana jadwal pertemuan dengan Pak Kevin? Apa dia setuju untuk bertemu siang ini?” tanya Justin karena dia ingin menemui penanggung jawab pembangunan proyek guna melakukan tinjauan untuk mempromosikan perumahan yang sedang dibangun oleh perusahaan Kai.Anna langsung mengecek ponselnya. Dia ternyata belum membuka pesan dari asisten Pak Kevin.“Asistennya mengirim pesan lima menit lalu dan berkata kalau Pak Kevin bisa ditemui pukul tiga sore nanti,” ujar Anna menjelaskan.Justin mengangguk-angguk. “Kamu ikut denganku,” ucap Justin sambil menatap pada Anna.Anna terkesiap. Namun, dia tidak bisa menolak karena memang sudah menjadi resiko harus ikut Justin jika memang menyangkut soal p
Reino berada di hotel karena baru saja menemui rekan bisnisnya yang ternyata juga sedang singgah di kota itu.Reino duduk di ruang tunggu lobby hotel menunggu taksi, sampai dia terkejut karena ada bayangan yang menghalangi cahaya.“Alex.” Reino tak menyangka kalau putranya ada di sana.Alex menatap datar, ekspresi wajahnya memperlihatkan rasa tak senang.“Kapan kamu datang? Kenapa tidak memberitahu papa? Dan, bagaimana bisa menemukan papa di sini?” tanya Reino bertubi karena Alex hanya dia.“Aku mau bicara berdua dengan Papa karena itu aku datang ke sini. Aku menginap di sini jadi kebetulan melihat Papa,” jawab Alex akhirnya bicara.Reino cukup terkejut. Dia mengangguk, lalu membatalkan taksi yang dipesannya agar bisa bicara berdua dengan sang putra.Reino dan Alex pergi ke restoran yang ada di hotel. Keduanya duduk berhadapan dengan kopi yang tersaji di meja.“Kamu mau membicarakan apa?” tanya Reino. Dia mengambil cangkir kopi miliknya, lalu mulai menyesap perlahan.“Bagaimana bisa Pa
Rachel menunggu di parkiran restoran. Dia memakai pakaian serba hitam, tatapannya terus tertuju pada mobil yang memasuki halaman restoran, sampai akhirnya dia melihat mobil Justin.Rachel masih diam di tempatnya. Dia menunggu, sampai akhirnya mendapat kesempatan saat melihat Anna berjalan kembali ke mobil.“Kamu pikir bisa lolos dariku,” gumam Rachel dengan seringai licik di bibirnya.Rachel memasukkan satu tangan di saku jaket yang dipakainya. Dia berjalan untuk menghampiri Anna, tapi langkahnya terhenti saat ada seseorang lebih dulu menemui Anna.Rachel kembali bersembunyi ketika Anna membalikkan badan. Sial!Anna terkejut melihat siapa yang menepuk pundaknya, tapi detik berikutnya dia tersenyum.“Anser, apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Anna saat melihat pria itu.“Kamu sendiri? Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Anser lalu memerhatikan mobil yang dipakai Anna, bukanlah mobil kai.“Oh, aku sedang bersama atasanku karena ada meeting di sini,” jawab Anna lalu menunjuk restoran
Anna diam mendengar ucapan Alex. Benar, mungkin dia masih bisa mengatasi Alex, tapi tidak yakin bisa mengatasi kakek mereka. Jika Stefanie saja tak bisa melawan kakeknya itu, apalagi Anna.Namun, meski begitu apa Anna harus mundur? Tidak, dia takkan mundur. Dia harus mendapatkan apa yang seharusnya didapatkan, ibunya!“Kenapa diam? Kamu gemetar? Lebih baik urungkan niatmu itu dan pergilah, kembali ke suamimu. Bukankah kamu sudah punya suami kaya yang bisa memberimu segalanya, untuk apa lagi kamu masih berharap pada mamaku, apa harta yang suamimu beri masih kurang?”Anna mengepalkan erat telapak tangannya. Apa Alex sedang menghinanya? Menganggapnya hanya menginginkan harta sang mama. Menebak apa yang ada di pikiran sang adik, Anna tersenyum miring.“Apa? Kenapa kamu tersenyum seperti itu?” tanya Alex mendadak ngeri melihat senyum Anna yang berbeda.Anna menarik tangannya dari tepian meja, tatapannya begitu tajam pada Alex.“Sepertinya pikiranmu memang selalu buruk, Alex. Bagaimana kal
Anna keluar dari lift dan berjalan di koridor menuju ruangan Alex. Kedatangan Anna di sana menarik perhatian para staff yang ada di lantai itu.Anna berjalan dengan gaya anggun meski sebenarnya gugup. Dia tidak terlalu suka menjadi pusat perhatian seperti ini.“Silakan, ini ruang kerja Pak Alex,” kata office boy yang mengantar.Anna mengangguk. Dia ingin meraih gagang pintu, tapi lebih dulu ada staff yang mencegah.“Maaf, apa Anda sudah membuat janji dengan Pak Alex?” tanya staff itu yang ternyata sekretaris Alex.Anna ingin menjawab tapi office boy yang bersamanya sudah lebih dulu menjawab.“Pak Alex sudah mengizinkan Nona ini ke ruangannya, lebih baik jangan dipermasalahkan lagi,” kata office boy itu.Sekretaris itu memerhatikan penampilan Anna, lalu akhirnya mengizinkan Anna masuk.Anna akhirnya masuk ke ruangan Alex. Dia melihat adiknya itu berdiri di dekat jendela memunggungi pintu. Anna berjalan perlahan menghampiri Alex, hanya terdengar suara langkah kaki sepatunya menggema di
Anna dan Kai pergi ke perusahaan milik Reino. Mereka di mobil yang terparkir di seberang jalan perusahaan, mengamati aktivitas yang terjadi di luar perusahaan itu.“Kamu benar-benar mau menemui Alex?” tanya Kai memastikan. Dia menatap Anna yang duduk di kursi samping kemudi.Anna tak langsung menjawab. Dia masih mengamati tempat itu.“Mau tidak mau, aku harus menemuinya, Kai.” Anna akhirnya bicara, tatapannya sudah beralih ke suaminya itu. “Aku tidak mau harta mereka, aku hanya ingin hakku sebagai anak.”Kai selalu yakin kalau Anna tidak matrealistis. Kai mendukung keinginan Anna itu.“Aku akan menemanimu menemuinya,” kata Kai.Anna menggeleng. “Ini urusan keluarga, aku akan menghadapinya sendiri.”“Kamu yakin?” tanya Kai memastikan. Takut kalau terjadi sesuatu pada Anna jika tak berada dalam pengawasannya.Anna mengangguk mantap. “Aku bisa mengatasinya.”Kai ragu, tapi karena Anna memaksa pergi sendiri, akhirnya Kai mengizinkan tapi tetap mengawasi.Anna turun dari mobil. Dia berjala
Saat siang hari. Pelayan Fransisca memanggil Anna dan Kai untuk bergabung di ruang makan.Anna dan Kai mengikuti langkah pelayan itu sampai mereka tiba di ruang makan. Fransisca sudah menunggu mereka dan tersenyum melihat kedatangan Anna dan Kai.“Ayo, duduklah. Kita makan siang dulu,” ajak Fransisca mempersilakan.Anna mengangguk. Dia duduk bersama Kai lalu pelayan mulai melayani mereka.“Aku tidak tahu makanan kesukaanmu, jadi aku harap kamu tidak kecewa dengan menu yang disajikan,” ucap Fransisca sebelum memulai makan siang.Anna menggeleng pelan. “Aku tidak pilih-pilih makanan, Bi.”“Baguslah.” Fransisca terlihat senang.Mereka makan siang bersama, tidak ada pembahasan apa pun saat di meja makan. Anna juga tidak berani membuka pertanyaan karena takut menyinggung.Setelah makan, Fransisca mengajak Anna dan Kai duduk di ruang keluarga.Anna masih menunggu sampai Fransisca memulai pembicaraan.“Aku bertemu mamamu sekali saja setelah dia dipindah ke sini. Setelahnya aku tidak tahu bag
Keesokan harinya. Anna dan Kai naik pesawat penerbangan pagi menuju kota tempat Stefanie tinggal. Anna duduk di dekat jendela sambil memandang ke luar pesawat yang masih menunggu lepas landas.Kai melihat Anna yang hanya diam. Dia meraih telapak tangan Anna, lalu meletakkannya di pangkuan.“Memikirkan apa?” tanya Kai saat Anna menoleh padanya.Anna menggeleng pelan. “Entahlah, banyak sekali yang memenuhi kepalaku sekarang. Rasanya seperti mau meledak.”Kai mengusap lembut rambut Anna. Menghadapi masalah keluarga memang lebih berat daripada masalah perusahaan, tentu Kai memahami posisi Anna saat ini.“Kita berusaha menemui mamamu, tapi apa pun hasilnya nanti, kuharap kamu jangan bersedih berkepanjangan,” kata Kai tidak ingin Anna terlalu kecewa.Anna mengangguk pelan. “Aku hanya mau memastikan Mama baik-baik saja, bisa melihatnya sekali saja untuk mengobati rindu, setelahnya aku pasrah walau aku masih berharap bisa bersama Mama lagi.”“Aku tahu,” balas Kai, “tapi semua di luar kehendak
Kai sangat mencemaskan kondisi Anna, apalagi wajah Anna memang sangat pucat.“Ayo ke rumah sakit,” ajak Kai sambil menggenggam telapak tangan Anna.Anna menatap Kai yang panik, dia mencoba tersenyum untuk menenangkan.“Tidak usah, lagian ini pusing biasa. IGD tidak menerima pasien yang hanya masuk angin,” seloroh Anna diakhiri tawa kecil meski wajahnya pucat.Kai menatap tak senang karena Anna menyepelekan kondisi kesehatan.“Masuk angin pun, kalau salah penanganan, bisa membahayakan, paham.” Kai kukuh ingin membawa Anna ke rumah sakit.Anna menatap dalam pada suaminya, dia mencoba memahami kecemasan yang sedang Kai rasakan.Anna tersenyum kecil. “Begini saja, kalau besok pagi kondisiku masih kurang baik, kita ke rumah sakit, ya.”Kai menatap ragu, tapi karena Anna tidak mau pergi sekarang, dia akhirnya mengalah,“Baiklah, kalau nanti malam kamu merasa sakit, kita harus pergi memeriksakannya,” ucap Kai mengalah.Anna mengangguk-anggukkan kepala.“Aku mau mandi dulu,” kata Anna siap be
Saat sore hari. Anna dan Kai pergi ke kantor polisi setelah mendapat informasi soal penetapan tersangka pada Justin.Anna sangat syok, dia tak menyangka Justin benar-benar terlibat kasus yang menjerat Rachel.Anna dan Kai sudah menunggu di ruang kunjungan, lalu beberapa saat kemudian Justin masuk ruang kunjungan dengan kedua tangan terborgol.Justin tersenyum pada Anna, lalu duduk berhadapan dengan Anna tapi tak bersikap ramah pada Kai.“Kamu benar-benar terlibat?” tanya Anna tak menyangka.Justin tersenyum tipis. “Aku sudah janji akan menjawab jujur, aku hanya berusaha jujur.”“Aku tidak terkejut,” ucap Kai.“Aku tidak meminta pendapatmu,” balas Justin ketus, “aku hanya berusaha menepati janjiku pada Anna.”Kai kesal. Dia menatap tajam pada Justin, apa Justin menyukai Anna?Anna benar-benar masih tak percaya, dia benar-benar tidak pernah membayangkan jika Justin benar-benar terlibat.“Bagaimana bisa?” tanya Anna meminta penjelasan.Justin mengalihkan pandangan dari Kai pada Anna. Dia
“Tunggu.” Anna mencegah Justin yang mau ikut polisi.Justin menghentikan langkah. Lalu membalikkan badan ke arah Anna begitu juga dengan polisi.“Ada apa?” tanya Justin sambil menatap Anna. Tatapan matanya memperlihatkan jika dia tak marah sama sekali pada Anna.Anna menghampiri Justin, dia berdiri tepat di hadapan atasannya itu.“Aku tidak tahu kamu bersalah atau bukan, aku hanya berharap kamu tidak terlibat karena meski mungkin kamu membenciku karena suamiku, tapi aku menganggapmu pria baik,” ucap Anna.Anna hanya tak ingin menambah musuh. Jika bisa dicegah dengan sikap baik, maka Anna akan berusaha meminimalisir kemungkinan Justin membencinya dan Kai.Justin tersenyum getir, dia tak menyangka jika Anna menganggapnya baik padahal awalnya Justin ingin memanfaatkan Anna.“Aku akan bicara jujur menjawab semua pertanyaan polisi,” ucap Justin, “terima kasih sudah memercayaiku,” imbuhnya.Anna mengangguk, lalu dia membiarkan Justin pergi dengan polisi.Semua staff di sana berdiri karena t
Di kota tempat Stefanie tinggal. Dia masih dirawat di rumah sakit yang dijaga ketat oleh beberapa bodyguard. Bahkan Reino dibuat tak bisa keluar masuk sembarangan, Reino ikut dipantau oleh pengawal bayaran Abraham.“Apa kamu anggap mamamu ini sebagai tahanan, Alex? Bagaimana bisa kamu memperlakukanku seperti ini?” Stefanie menatap datar pada Alex.Stefanie terkejut saat mengetahui kalau sudah dipindah kota saat pertama kali membuka mata. Bahkan saat dia menanyakan keberadaan dan kabar Anna, Alex langsung membentaknya.“Ini demi kesembuhan Mama, sebaiknya Mama nurut apa kata dokter agar pemulihan kesehatan Mama lebih cepat,” ucap Alex dengan tenang.Stefanie benar-benar tidak tahu, kenapa Alex berbuat demikian.“Apa kamu bahagia melihat mama terkurung di sini seperti orang yang sedang dihukum?” tanya Stefanie dengan tatapan dingin pada Alex.Alex tetap tenang. Dia membuka penutup tempat makanan milik Stefanie, lalu mengambil sendok.“Makanlah dulu,” kata Alex.Stefanie benar-benar tak