Sontak kedua mata Lucas melebar tak percaya. "Apa?! Bagaimana bisa?"Chiara hanya menatap Lucas kesal. Kedua matanya menilik bagaimana Lucas bakal beraksi. Setelah itu cengkeraman tangan Lucas pada bahu Chiara memudar. Lucas bergerak frustasi. Chiara dan Lala memang sangat mirip. Tapi yang ia tahu, Lala tak pernah punya saudara dulu. Wanita itu justru kesepian."Kenapa kau baru bilang padaku soal itu?" Lucas lalu kembali mengerang. Sementara Chiara berdecak lidah."Kenapa aku harus memberitahumu? Kupikir itu tak penting—""Penting. Dari awal aku ingin tahu kenapa kalian bisa mirip," potong Lucas dengan tatapan kedua mata tegas.Chiara tergelak. Apa yang sudah ia duga benar. Pria tersebut mendekatinya cuma gara-gara Lala. Chiara kemudian bersedekap."Aku juga baru tahu setelah menemukan album foto. Apa kau mau membantuku untuk menemukan sisa keluargaku? Ada orang tua di satu foto dimana ada aku dan Lala. Apakah mereka orang tua kandungku?" kejar Lala membuat Lucas semakin buncah."Aku
Chiara terlonjak dengan kedua mata berbinar. Sebuah senyuman merekah begitu saja dari bibirnya."Benarkah?" tanyanya memastikan bahwa pendengarannya tidak salah. Sementara Melly yang ada di dekatnya juga agak terkejut."Hmm. Tentu. Sekarang cepat masaklah. Perutku sudah lapar," celetuknya sembari memutar badan dan pergi.Chiara seketika menekuk muka. "Terus kenapa tadi melarangku masak, huh!" gerundelnya, lantas kembali membalurkan mentega ke seluruh badan kalkun yang lain.Butuh waktu tiga jam untuk memasak daging kalkun hingga mencapai suhu 75 derajat celcius. Satu per satu disajikan ke meja makan seperti biasa. Tampak Lucas dan Albert sudah menunggu di sana. Kini wajah Lucas telah terlipat sempurna."Aku bahkan sudah tak lapar lagi," ketus Lucas menatap malas daging kalkun yang telah masak dengan uap aroma yang menggoda.Chiara melempar tatapan sebal ke arah Lucas, lalu mendengus. "Kau kan yang menyuruh mereka memasak ini semua sebagai perayaan.""Kau percaya diri sekali," cibir Lu
Chiara memandangi bayangan yang jatuh dari pantulan cermin di depannya. Mendadak ia tampak gugup. Berjumpa keluarga yang sudah lama tak bertemu. Chiara sangat takut jika kedua orang itu tak mengenalinya. Bahkan bagaimana jika nanti ia diusir dari sana?Chiara menggigit bibir bawahnya dengan kalut. Padahal ia sudah siap. Sudah berpakaian rapi dan mempertegas wajahnya dengan make up tipis. Tapi, ia belum memutuskan keluar kamar karena masih ragu.Lalu, mula-mula pintu di belakangnya didorong. Chiara terkesiap. Menoleh ke belakang dan mendapat Lucas tanpa dosa sudah berdiri di sana.Lucas memandanginya dengan tatapan menginterogasi. "Kupikir kau masih tidur. Jadi aku kemari."Chiara mengembuskan napas panjang. Padahal ia sudah memerangi diri sendiri agar tidak takut. Tapi pria di depannya sekarang justru membuatnya terlonjak kaget."Aku bukan putri tidur, tahu," rutuknya sambil merengut.Lucas kemudian jadi mendesah tak sabar. "Kalau begitu, ayo cepat berangkat. Aku dan Albert sudah menu
Pria itu tak sanggup meneruskan kalimatnya. Ia justru termangu. Menatap secara bergantian Lucas dan Chiara dengan tatapan tak percaya."Selamat pagi. Alan, aku mungkin sudah membawa putrimu yang lain," sela Lucas sengaja memotong erangan pria di hadapannya.Mendengar kalimat Lucas, Sontak pria bernama Alan di depannya melebarkan mata. Mulutnya ternganga tak bisa berkata-kata."A-apa?" Pria itu takjub. Mengumpulkan seluruh tenaganya yang menguap begitu saat mendengar kata 'putrimu yang lain'. "Apa ini benaran dia?"Lidah Chiara kelu. Jika sebelumnya Chiara gugup, sekarang ia justru bingung harus bersikap bagaimana. Bahkan menaikkan senyum pun sangat sulit. Ia masih terasa asing.Alan mendekat. Menghampiri Chiara dengan kedua mata biru redup mengamati wanita di hadapannya. Mulutnya sama sekali belum terkatup.Chiara segan, lantas mengulum senyuman yang sedikit dipaksakan. "Halo, Tuan. Saya Chiara. Apa kabar?"Lucas melihat Chiara sekilas. Tertegun karena cara bicara Chiara begitu formal
Mula-mula dari belakang Susan tergopoh-gopoh membawa nampan berisi beberapa teh hangat dan biskuit. Tangan wanita itu perlahan meletakkannya di meja depan Lucas dan Chiara."Hmm, kau sebenarnya tak perlu repot-repot membuatkannya untuk kami." Chiara menelan ludah. Merasa tak enak dan sungkan."Tidak apa-apa, Nak. Aku dan Alan sangat senang kalau kau kemari untuk menemui kami," ungkap Susan mulai mendudukkan tubuhnya di dekat Alan. Alan mengangguk setuju."Oh, iya." Chiara teringat sesuatu. Tangannya bergerak untuk meraih sebuah album biru muda dengan sampul bergambar beruang. "Aku menemukan ini. Dan karenanya aku jadi tahu bahwa sebenarnya aku masih mempunyai keluarga."Susan dan Alan terpaku selama sepersekian detik. Lalu Sarah menjulurkan tangannya untuk mengambil album tersebut. Otaknya mulai mencerna dan mengenali bahwa album itu sudah lama tak ia lihat. Susan ingat, demi Chiara yang selalu mengingatnya, maka ia merelakan album tersebut dibawa Olivia dan Ernest hari itu. Dan setel
Setelah keluar dari ruangan Robert, Poppy menyeringai puas. Ia semakin penuh percaya diri. Berjalan sambil sedikit mengangkat kepala, ia sempat melirik sekretaris yang tadi baru saja dipecat Robert.Wanita itu sekarang menangis. Sejumlah temannya tengah mengerumuninya dengan sedih. Beberapa dari mereka berusaha memberikan semangat untuk wanita yang tertimpa sial tersebut.Di tengah isakannya, kedua mata mereka saling bertemu. Poppy memandang remeh sambil menyunggingkan senyum tipis. Ia lalu menggiring kaki angkuh menjauh. Tak peduli dengan si wanita tadi yang tetap memperhatikan dan menggigit bibir bawah menahan kesal.Poppy menuju mobilnya. Sebelum berhasil masuk ke dalam mobil, ponsel Poppy berbunyi nyaring. Ia meraih benda persegi panjang itu untuk memeriksanya. Setelah menengok sebuah nama yang tercantum jelas di layar ponselnya, ia terlonjak senang, lantas segera menerimanya.Jari Poppy mengusap singkat layar benda persegi itu ke atas hingga memunculkan tiga sosok wanita di depan
Zyan menoleh, lalu seketika tampak memucat. Ia menahan napas saat melihat wanita itu berjalan ke arahnya dan kian mendekat. Sementara, Tarra yang berada di dekatnya memasang wajah bingung."Zyan, apa yang kau lakukan bersama wanita ini, huh?!"Zyan sontak berdiri. Menghela napas satu kali lalu berusaha menghentikan kemarahan Poppy. Ia tak menyangka jika wanita itu akan berada di kafe yang sama. Padahal Zyan sebelumnya tak pernah kemari. Tarra tadi yang mengajaknya."Poppy, ini semua salah paham. Dengarkan aku dulu." Zyan memegang kedua bahu Poppy. Sekarang di kedua mata hazel Zyan, Poppy tampak begitu sensitif.Poppy segera menepis tangan Zyan dari pundaknya dengan kesal. Sekarang emosinya tiba-tiba membuncah karena ia sudah memendamnya sejak bertemu ketiga temannya tadi."Apa lagi, Bajingan?! Kalau kau tak mengangkat teleponku gara-gara dia?!" tuding Poppy ke arah Tarra.Tarra mengerjapkan mata menyaksikan adegan di depannya seperti tontonan. Ia jadi tahu. Selain Chiara, sepertinya Z
Sang mentari perlahan bangkit dari singgasana menuju bumi dengan sinarnya. Sejumlah burung di udara tampak menyambut keramahan cahaya yang telah membumi itu.Chiara mulai menggeliat, lantas mengerjap sewaktu sinar mentari menyentuh permukaan kelopak matanya. Ia bangun, perhatiannya langsung tersedot oleh album foto biru dengan gambar beruang.Chiara menghela napas lega. Wajahnya cerah. Masih seperti mimpi kejadian kemaren sewaktu bertemu dengan kedua orang tua kandungnya. Ia berjanji akan sering mengunjungi mereka. Chiara juga sudah mendapat izin dari Lucas.Rencananya, hari ini ia akan ke rumah Alan dan Susan lagi. Daripada berada di mansion yang membuatnya sedikit bosan, maka mengunjungi rumah itu sambil membawa makanan atau buah-buahan bukanlah ide yang buruk.Chiara jadi sedikit bersemangat sekarang. Ia lekas bangkit. Meraih album biru dan memasukkannya ke dalam tas yang biasa ia pakai. Setelahnya, Chiara mendorong tubuhnya mandi. Namun baru beberapa langkah menuju kamar mandi, ti
Robert menekuk wajahnya. Ia lalu mengalihkan tatapan ke arah Zyan yang baru saja mengulum senyum saat menatap kepergian Lucas. Setelahnya, pria itu justru membalas tatapan Robert sambil mengedikkan bahu.Sontak Robert menggertakkan gigi. Ia segera menggerakkan tangan demi menjalankan kursi rodanya. Sedangkan Sarah bingung dengan apa yang tengah dilakukan Robert."Sayang, kau mau kemana?" tanyanya. Karena Robert tak meresponnya sama sekali, ia jadi khawatir.Sarah kemudian harus membungkukkan badan berkali-kali demi meminta maaf kepada tamunya karena ia akan menyusul Robert. Lantas, Sarah bergerak cepat untuk membantu mendorong kursi roda Robert."Kau mau pergi kemana, Sayang? Biar aku bantu," desis Sarah."Antarkan aku kepada Zyan," tegasnya.Meskipun bingung, tapi Sarah tetap mengikuti permintaan suaminya tersebut. Mendekat ke posisi Zyan, Robert sudah bersiap-siap."Apa yang kau lakukan sampai adikmu pergi begitu saja, hah?!" gertak Robert langsung.Zyan justru memiringkan senyum. "
"Dad, kau menaruh kamera CCTV mikro di sini?"Pertanyaan Poppy seketika langsung menghentikan perbincangan kedua pria di depannya. Kedua orang itu tampak saling melempar pandang sekarang.Chen Ze kemudian segera melangkahkan kaki untuk memeriksanya. Ia pun jadi sedikit terkejut."Tuan, ada yang mengawasi kita!" celetuk Chen Ze yang membuat napas Franklin tercekat.Franklin mau tak mau berderap mendekat juga. Ingin membuktikan langsung dengan mata kepala sendiri. Setelah mengamati CCTV tersebut, bibirnya tekatup rapat."Sial! Siapa yang melakukannya?! Sejak kapan kamera itu berada di sini!" umpat Franklin kesal. Ia berkacak pinggang dengan sesekali membuang napas gusar.Chen Ze juga terlihat berpikir keras. Ia terdiam selama sepersekian detik sebelum menyebutkan sebuah nama."Menurut Anda, apakah Albert adalah anak Ashley, Tuan?"Mendengar itu, perhatian Franklin akhirnya tersedot kepada Chen Ze juga. Kedua matanya saling mencari-cari jawaban ketika saling berhadapan."Seharusnya kita
Sambil mengatupkan rahangnya, Sarah duduk di jok penumpang belakang dengan tubuh yang menegang. Bahkan pemandangan di sisi kanan dan kirinya tak mampu mengalihkan rasa emosinya. Masih terbayang-bayang olehnya tentang perkataan Poppy tadi pagi."Lucas dan Lala ternyata selama ini membohongi kita, Bu. Mereka hanya menikah secara kontrak."Waktu itu, kedua mata Sarah langsung terbelalak lebar. Rasanya kecewa dibohongi oleh anaknya sendiri. Apalagi itu Lucas.Sarah menggertakkan gigi. Ini semua pasti karena pengaruh gadis miskin itu. Padahal dari dulu, ia membenci Lala sekaligus keluarganya. Ia takut jika Lucas terpengaruh karena pola pikir orang miskin dan keluarganya berbeda. Apalagi sampai tertular penyakit mereka. Bulu kuduk Sarah meremang. Pokoknya, ia sangat anti dengan Lala yang miskin, kotor dan liar.Tak terasa mobil yang ia tumpangi sudah tiba di depan mansion Lucas. Si pegawai membukakan pintu, memberi jalan kepada Sarah. Sekarang wanita itu mendaratkan kakinya dengan yakin.Sa
Pagi buta sekali, dua mobil hitam berkilat meluncur cepat ke salah satu bangunan yang tinggi besar. Bangunan tersebut didominasi oleh dinding warna cream dengan sebagian catnya terkelupas. Sedang di depannya, hanya ada rolling door abu-abu tua yang menggantikan fungsi pintu pada umumnya.Pintu mobil akhirnya terbuka, menampilkan sejumlah pria yang berpakaian serba hitam memasuki bangunan tersebut secara diam dan cepat. Saking heningnya, kaki-kaki mereka tak terdengar menapak tanah.Sebagian dari mereka menjebol pintu samping. Sisanya memasuki bangunan itu dengan memanjat balkon dan menyusup dari atas.Berikutnya, mereka dengan gerakan cepat dan hening menangkap dan membius orang-orang yang ada di dalam. Hanya ada tiga pria dan satu wanita di dalam sana. Lantas pasukan pria yang memakai serba hitam mengumpulkan sejumlah korbannya di dalam gudang yang berisi banyak produk minuman berkarbonasi.Setelah orang-orang ditangkap tersebut siuman, salah satu pria melangkah maju. Menyodorkan seb
Beruntung, Zyan tangkas menangkap tubuh Chiara. Pria itu langsung menggendong Chiara dan melangkahkan kaki cepat menuju ke dalam mansion Lucas.Zyan harus melewati beberapa penjaga dulu. Baru saat Melly muncul di permukaan, Zyan diperbolehkan masuk. Melly mengekor di belakang Zyan sambil memasang ekspresi cemas.Mereka berlari menaiki tangga hingga akhirnya tiba di kamar Chiara. Perlahan Zyan menurunkan Chiara di atas ranjang. Sementara Melly langsung berhambur keluar untuk menghubungi Lucas yang masih berada di kantor.Zyan menumpukan kedua tangan ke permukaan kasur sambil memandang Chiara yang terpejam dan berwajah pucat. Perasaannya campur aduk. Sedih, frustasi dan marah. Ia akhirnya mendengus kasar dan memutuskan untuk berdiri. Begitu Zyan bangkit, Chiara yang masih lemah memanggil Zyan."Zyan…" lirih wanita tersebut hingga membuat langkah Zyan terhenti.Mau tak mau, Zyan berpaling lagi ke arah Chiara. Chiara tampak memijat pelipisnya, lantas membuka kedua mata sayunya perlahan. S
Wajah Lucas merah padam. Ia menggeram karena masa lalu tak mengenakan tersebut akhirnya menghampiri ingatannya kembali. Sejak saat itulah, Lucas tak mau berurusan dengan Zyan lagi. Beruntung waktu itu nyawa Lucas dapat diselamatkan karena Sarah mencari dua anaknya tersebut.Tapi, setelahnya Zyan dihajar habis-habisan oleh Robert. Sementara Sarah hanya tergugu, tak tega melihat anaknya dihajar. Jangan tanya dimana Lucas. Lucas kecil masih terlentang tak berdaya di kamar sambil menjalankan perawatan intensif dari dokter Isaac.Zyan yang waktu itu hanya selisih dua tahun dari Lucas menahan setiap cambukan yang Robert tancapkan ke setiap permukaan kulit hingga menganga, menghasilkan luka seperti terbakar. Zyan mengatupkan rahang. Wajahnya sudah merah padam. Ia bahkan tak bisa menangis lagi. Kedua mata hazelnya tajam memandang lurus. Sedangkan rasa bencinya terhadap Lucas kian bertumbuk."Bisakah kau mencari wanita lain dan itu bukan Chiara?!" sentak Lucas kepada Zyan. Mereka saling berhad
Chiara mengeluarkan seluruh isi perutnya. Setelah mencuci bersih mulut, ia memandangi cermin kecil yang menempel dinding di hadapannya.Chiara menelan saliva saat kedua matanya beradu pada bayangan yang terpantul pada cermin. Cermin yang sebagian sudah retak tersebut secara kejam menjebol tanda tanya besar di benaknya sekarang.Lalu, suara langkah sepasang kaki terdengar tergopoh-gopoh mendatangi Chiara sekarang. Susan mendongak, memandangi Chiara dengan cemas."Sayang, apa kau tidak apa-apa? Apa kau salah makan pagi ini?"Chiara terdiam. Agak gugup jika harus memikirkannya. Kemudian ia buru-buru menggelengkan kepala agar Susan dan Alan tak khawatir."Tidak, Bu. Sepertinya hanya gangguan pencernaan biasa. Nanti juga pasti sembuh sendiri," tukas Chiara enteng.Susan masih memasang raut wajah cemasnya. "Sungguh, Chiara? Kau terlihat sangat pucat sekarang."Chiara mengulurkan kedua tangan demi menjamah bahu ibunya. Kedua matanya menatap lekat Susan. Berusaha mendapat kepercayaan dari wan
"Aku berubah pikiran, Lucas. Mari hentikan sandiwara ini," ungkap Poppy suatu pagi. Sekarang wanita tersebut dengan santai menyesap teh di hadapannya. Berusaha mengabaikan raut wajah kaget yang terpasang pada Lucas.Lucas mengernyit. Memperhatikan Poppy bergerak seenaknya. "Apa maksudmu? Kau akan menyerah?"Poppy menggelengkan kepala. Tangannya meletakkan kembali cangkir teh ke meja. Sedang mulutnya buru-buru menelan cairan teh yang telah terkumpul di rongga mulutnya."Bukan. Tapi, aku rasa perasaanku sudah berubah. Aku jadi jatuh cinta sungguhan padamu, Lucas," aku Poppy gamang. Matanya menatap lurus hingga menembus manik hazel milik Lucas.Napas Lucas tercekat. Jika ia pikir rencananya lancar, maka Poppy sudah menjadi salah satu hambatannya sekarang. Lucas menegakkan tubuhnya."Perjanjian tetaplah perjanjian. Kau harus profesional. Kau melakukan itu agar fasilitasmu tak blokir oleh Franklin. Sedang aku membutuhkan sandiwara ini untuk membungkam Robert. Kau harusnya ingat itu."Poppy
"Maaf ya, Bu. Aku belum bisa menjenguk Ibu dan Ayah. Kakiku masih sakit," ungkap Chiara sedih ketika Susan meneleponnya.[Tidak apa-apa, Sayang. Yang penting kau selalu sehat. Tapi, aku harus berterima kasih banyak kepada Lucas. Ia sudah melindungimu sejauh ini.]Chiara mengulum senyum. Lucas memang sudah berbuat banyak untuk dirinya.[Halo? Kau sekarang pasti sedang tersenyum ya, Sayang. Apa kau menyukai Lucas?]Chiara terhenyak. Kemudian buru-buru menegakkan badan sambil menggeleng. Meski ibunya tak melihat, tapi Chiara refleks menggerakkan tangannya juga."Tidak, Bu. Aku tidak menyukai Lucas sama sekali, kok," tandasnya berbohong. Bagaimanapun hati Lucas tetap untuk saudara kembarnya sendiri.Namun tanpa ia ketahui, Lucas tak sengaja mendengar kalimat itu terucap dari bibirnya. Lucas membeku di tempat. Sebelah tangannya yang memegang box cincin yang telah ia beli tadi pagi terlepas begitu saja.Chiara terkesiap. Ia langsung menoleh untuk memastikan sumber suara tersebut. Namun gera