Keesokan paginya, dentingan sibuk alat makan memenuhi meja makan kembali. Lucas, Chiara dan Albert tengah menyantap makanan mereka masing-masing. Sejak acara pertunangan usai dan berita mengenai hubungan Lucas-Poppy tersiar dimana-mana, baik Lucas maupun Chiara tak mengobrol sama sekali. Keduanya menjadi canggung karena Lucas yang masih sibuk dengan pekerjaan yang harus tertunda sehari, serta Chiara yang merasa situasinya terlalu aneh. Bayangkan kau tinggal bersama pria yang telah berstatus bertunangan.Albert meneguk ludah. Suasana hening ini terlalu mencekam baginya. Bagaimana tidak, ia jadi bingung dengan apa yang harus ia lakukan."Nona Chiara, apa tidur Anda nyenyak semalam?" tanyanya basa-basi. Daripada tidak ada yang dibicarakan sama sekali.Lucas ikut mendongak dan melempar pandang sekilas ke arah Chiara. Namun karena pandangan mereka bertemu, akhirnya Lucas segera mengalihkan perhatian ke layar tabletnya lagi.Chiara memaksakan senyum khusus untuk Albert. "Lumayan, Albert. Ka
Sontak Zyan terbatuk-batuk karena tersedak. Tarra lekas mengulurkan minuman untuk Zyan. Merasa sangat bersalah."Ah, maaf. Kau pasti kaget." Tarra memperhatikan raut wajah yang tercetak pada Zyan."Kau serius mengatakan itu?" Zyan tergelak lagi. Kali ini tak habis pikir kenapa ia bisa bertemu dengan wanita sepolos ini. Bukan. Sebenarnya bukan 100% polos.Tarra menggigit bibir bawahnya sambil mengangguk. "Ya. Malam itu pertama kalinya bagiku. Dan… aku candu pada tubuhmu.""What the fuck! Jadi kau masih perawan waktu itu?" Zyan mengusap wajahnya frustasi. Tapi saat itu ia tak melihat bercak darah di sprei kasur. Atau itu karena ia kesal lantas tergesa-gesa meninggalkannya?"Jangan dibahas." Muka Tarra bersemu merah. "Boleh kan?"Zyan mengaduk kuah ramen di depannya. Tampak berpikir. Sejujurnya, wanita seperti Tarra terlihat membosankan baginya. Ia menyukai wanita yang cepat dan liar di ranjang. Kecuali Chiara. Zyan memang menyukai Chiara secara tulus.Lalu Zyan punya sebuah ide. Ia mena
Poppy menyapu seluruh apartemen Zyan dengan tajam. Bahkan ketika menelepon Zyan, sebelah tangannya sedang membuka lemari atau bufet pria itu. Mencari bukti jika Zyan membawa wanita lagi di apartemennya."Apa yang kau lakukan di sana, huh?" Di seberang teleponnya, Zyan mengernyit. Telinganya memperhatikan suara Poppy yang tampak sibuk sendiri. Sekarang ia tak nyaman jika perempuan tersebut berada di apartemennya."Jangan tanya terus dan cepat pulang! Kau juga belum menjawab sekarang ada dimana," ketus Poppy. Tangan dan matanya masih aktif mencari bukti."Kau jangan lupa. Kita juga perlu bicara soal pesta kemaren!" rengek Poppy lagi. Pasalnya ia sudah berusaha menghubungi Zyan untuk bertemu. Tapi justru diacuhkan oleh pria itu. Poppy jadi kesal dan semakin curiga.Zyan mendesah. Melirik sekilas Tarra yang masih ada di sampingnya. Masih terpejam dengan salah satu tangan melingkar di tubuh Zyan. Padahal ini masih siang, tapi Poppy tak membiarkannya bersenang-senang dulu."Oh, come on!" Zy
"Tuan. Apa Anda tahu sejak kapan Chen Ze mulai bekerja untuk Franklin?" Albert menoleh ke arah Lucas. Mendahului kalimat Lucas yang sempat terpotong.Lalu kedua pasang mata mereka bertemu. Saling memutar otak dan menyambungkan satu per satu logika.Lucas lalu menautkan alisnya. "Mungkinkah pembunuh itu Franklin?" celetuknya. Sama persis dengan dugaan yang terlempar dari isi kepala Albert.Albert tak menjawab. Ia justru mengalihkan perhatian lagi kepada layar monitor di tabletnya. Tampak Franklin datang bersama Chen Ze ke rumah tersebut.Kedua orang itu perlahan berjalan menuju teras rumah Chen Ze. Albert bersiap-siap mendengarkan percakapan mereka dengan tampang serius.Rasa ingin tahu Lucas tinggi. Ia pun meraih pengeras suara lainnya dan menancapkan ke lubang telinganya sendiri. Ia pun menyimak apa yang sedang dibicarakan oleh kedua orang itu.[Akhirnya Anda mampir juga di rumah kecil saya, Tuan. Mau saya buatkan apa?]Itu suara Chen Ze.[Iya, terakhir kapan aku ke rumahmu ya? Hahah
Lucas langsung mendelik tajam ke arah Melly. "Apa?!""Iya, Tuan. Nona Chiara tidak ada. Barang-barangnya juga di bawa!" ungkap Melly gusar.Seketika Lucas bangkit dengan raut wajah pucat dan panik. Ia melangkahkan kaki cepat mengikuti Melly yang ada di depannya.Melly membuka pintu kamar Chiara. Menunjukkan keadaan isinya kepada Lucas. Lucas kian terperanjat. Kedua kakinya ia giring cepat untuk memeriksa pintu kaca yang telah terbuka.Kedua mata Lucas menyapu seluruh balkon dan di sekitarnya. Jangan-jangan wanita itu keluar dari mansion melalui balkon ini!Tapi, bagaimana caranya?! Otak Lucas mulai berpikir.Lucas segera meraih ponsel dari saku celana yang ia kenakan, lantas mencoba menelepon nomor Chiara.[Maaf, nomor yang Anda hubungi sudah tidak aktif. Mohon untuk memeriksa—]"Sialan!" Lucas mendengus keras. Chiara sudah mengganti nomornya. Apa yang terjadi kepada wanita itu?!Lalu Lucas memutuskan untuk kembali ke dalam kamar, menyambar kunci yang tergeletak di meja dan berderap k
Lucas menggeram. Ia mengatupkan rahang selama menyaksikan mobil Robert berhenti di depan mansionnya. Lucas melihat dengan kedua mata sendiri sewaktu Robert keluar dari sana dan membawa Chiara pergi.Albert di sisinya juga ikut tersentak dengan aksi nekat Robert. Ia lalu menoleh ke arah Lucas. "Sekarang apa yang akan Tuan lakukan?" tanyanya.Tanpa mengalihkan hunjaman matanya, Lucas mendesis tajam. "Tunggu apa lagi, aku harus menemui ayahku sekarang!"Lucas memukul tinjunya ke meja, lantas melangkahkan kakinya pergi."Ayo, Albert, kita berangkat sekarang!" titah Lucas yang langsung dipenuhi oleh Albert di belakangnya.Lucas dan Albert masuk ke mobil dan menuju kantor. Mereka datang lebih awal dari biasanya. Namun, sewaktu memarkir mobil tadi, kedua netra Lucas menangkap bahwa mobil Robert sudah ada di sana. Semakin menyulutnya untuk segera menemui ayahnya itu.Lucas berjalan cepat sembari mengendurkan kerah leher yang kini terasa mencekiknya. Melewati beberapa pegawai yang berlalu-lala
Zyan melipat dahi. "Maksudmu apa?"Tarra jadi tergelak. "Ya, bisakah kau membuka hatimu untukku?"Zyan mencebik dan mengedikkan bahu singkat. "Sekarang pun kau bisa mengambil keuntungan dariku.""Apa? Keuntungan?" Tarra mencondongkan tubuhnya. Memperhatikan setiap maksud pria di hadapannya."Kau bisa mengambil waktuku seperti sekarang. Hmm, my body too." Zyan mengangkat kedua bahunya lagi. Berharap Tarra paham apa yang ia maksud. Zyan tidak ingin terikat oleh siapapun, kecuali jika nanti dirinya dapat menaklukkan Chiara.Napas Tarra tercekat sewaktu tergelak. Ia tak habis pikir. Selama ini ia tak pernah mengalami penolakan."Apa kau sudah punya wanita yang kau sukai, Zyan?" tanyanya lagi, tak putus asa."Maybe." Kini secangkir kopi di hadapannya lebih menarik perhatiannya. Ia memandang lurus. Menerawang jika itu adalah Chiara. Satu-satunya wanita yang dapat menjatuhkan hatinya ketika ia justru akan mempergunakan wanita tersebut untuk menyiksa adiknya.Tatapan Tarra jadi menajam. "Siap
Telepon Lucas berdengung panjang sewaktu pria itu tengah bekerja di kamar pribadinya. Lucas melirik sekilas sebuah nomor di sana. Melanjutkan sedikit pekerjaannya, ia kemudian menyambar ponsel yang tak berhenti dari tadi."Halo? Bagaimana? Apa kau dan timmu sudah berhasil?""Iya, Tuan. Kami sudah menemukan wanita itu. Tinggal di sisi utara kota New York. Tak sampai keluar kota."Lucas akhirnya dapat menghela napas lega. Kedua matanya bersinar meski dalam penerangan terbatas malam hari. Ia lalu menganggukkan kepala dengan tegas."Baik. Kirimkan informasinya padaku. Aku akan transfer berapapun yang kau mau."Tangan Lucas memeriksa jam yang sudah menunjukkan pukul delapan malam. Ia lalu mengganti pakaiannya dengan kemeja cokelat tua yang dilipat tiga per empat pada kedua lengannya.Sambil sedikit buru-buru, ia segera menyambar kunci mobil dan lekas berderap pergi. Mumpung Robert belum mengetahuinya. Sebelum Chiara dibawa pergi lagi oleh Robert ke tempat yang lebih jauh.Di luar ternyata
Robert menekuk wajahnya. Ia lalu mengalihkan tatapan ke arah Zyan yang baru saja mengulum senyum saat menatap kepergian Lucas. Setelahnya, pria itu justru membalas tatapan Robert sambil mengedikkan bahu.Sontak Robert menggertakkan gigi. Ia segera menggerakkan tangan demi menjalankan kursi rodanya. Sedangkan Sarah bingung dengan apa yang tengah dilakukan Robert."Sayang, kau mau kemana?" tanyanya. Karena Robert tak meresponnya sama sekali, ia jadi khawatir.Sarah kemudian harus membungkukkan badan berkali-kali demi meminta maaf kepada tamunya karena ia akan menyusul Robert. Lantas, Sarah bergerak cepat untuk membantu mendorong kursi roda Robert."Kau mau pergi kemana, Sayang? Biar aku bantu," desis Sarah."Antarkan aku kepada Zyan," tegasnya.Meskipun bingung, tapi Sarah tetap mengikuti permintaan suaminya tersebut. Mendekat ke posisi Zyan, Robert sudah bersiap-siap."Apa yang kau lakukan sampai adikmu pergi begitu saja, hah?!" gertak Robert langsung.Zyan justru memiringkan senyum. "
"Dad, kau menaruh kamera CCTV mikro di sini?"Pertanyaan Poppy seketika langsung menghentikan perbincangan kedua pria di depannya. Kedua orang itu tampak saling melempar pandang sekarang.Chen Ze kemudian segera melangkahkan kaki untuk memeriksanya. Ia pun jadi sedikit terkejut."Tuan, ada yang mengawasi kita!" celetuk Chen Ze yang membuat napas Franklin tercekat.Franklin mau tak mau berderap mendekat juga. Ingin membuktikan langsung dengan mata kepala sendiri. Setelah mengamati CCTV tersebut, bibirnya tekatup rapat."Sial! Siapa yang melakukannya?! Sejak kapan kamera itu berada di sini!" umpat Franklin kesal. Ia berkacak pinggang dengan sesekali membuang napas gusar.Chen Ze juga terlihat berpikir keras. Ia terdiam selama sepersekian detik sebelum menyebutkan sebuah nama."Menurut Anda, apakah Albert adalah anak Ashley, Tuan?"Mendengar itu, perhatian Franklin akhirnya tersedot kepada Chen Ze juga. Kedua matanya saling mencari-cari jawaban ketika saling berhadapan."Seharusnya kita
Sambil mengatupkan rahangnya, Sarah duduk di jok penumpang belakang dengan tubuh yang menegang. Bahkan pemandangan di sisi kanan dan kirinya tak mampu mengalihkan rasa emosinya. Masih terbayang-bayang olehnya tentang perkataan Poppy tadi pagi."Lucas dan Lala ternyata selama ini membohongi kita, Bu. Mereka hanya menikah secara kontrak."Waktu itu, kedua mata Sarah langsung terbelalak lebar. Rasanya kecewa dibohongi oleh anaknya sendiri. Apalagi itu Lucas.Sarah menggertakkan gigi. Ini semua pasti karena pengaruh gadis miskin itu. Padahal dari dulu, ia membenci Lala sekaligus keluarganya. Ia takut jika Lucas terpengaruh karena pola pikir orang miskin dan keluarganya berbeda. Apalagi sampai tertular penyakit mereka. Bulu kuduk Sarah meremang. Pokoknya, ia sangat anti dengan Lala yang miskin, kotor dan liar.Tak terasa mobil yang ia tumpangi sudah tiba di depan mansion Lucas. Si pegawai membukakan pintu, memberi jalan kepada Sarah. Sekarang wanita itu mendaratkan kakinya dengan yakin.Sa
Pagi buta sekali, dua mobil hitam berkilat meluncur cepat ke salah satu bangunan yang tinggi besar. Bangunan tersebut didominasi oleh dinding warna cream dengan sebagian catnya terkelupas. Sedang di depannya, hanya ada rolling door abu-abu tua yang menggantikan fungsi pintu pada umumnya.Pintu mobil akhirnya terbuka, menampilkan sejumlah pria yang berpakaian serba hitam memasuki bangunan tersebut secara diam dan cepat. Saking heningnya, kaki-kaki mereka tak terdengar menapak tanah.Sebagian dari mereka menjebol pintu samping. Sisanya memasuki bangunan itu dengan memanjat balkon dan menyusup dari atas.Berikutnya, mereka dengan gerakan cepat dan hening menangkap dan membius orang-orang yang ada di dalam. Hanya ada tiga pria dan satu wanita di dalam sana. Lantas pasukan pria yang memakai serba hitam mengumpulkan sejumlah korbannya di dalam gudang yang berisi banyak produk minuman berkarbonasi.Setelah orang-orang ditangkap tersebut siuman, salah satu pria melangkah maju. Menyodorkan seb
Beruntung, Zyan tangkas menangkap tubuh Chiara. Pria itu langsung menggendong Chiara dan melangkahkan kaki cepat menuju ke dalam mansion Lucas.Zyan harus melewati beberapa penjaga dulu. Baru saat Melly muncul di permukaan, Zyan diperbolehkan masuk. Melly mengekor di belakang Zyan sambil memasang ekspresi cemas.Mereka berlari menaiki tangga hingga akhirnya tiba di kamar Chiara. Perlahan Zyan menurunkan Chiara di atas ranjang. Sementara Melly langsung berhambur keluar untuk menghubungi Lucas yang masih berada di kantor.Zyan menumpukan kedua tangan ke permukaan kasur sambil memandang Chiara yang terpejam dan berwajah pucat. Perasaannya campur aduk. Sedih, frustasi dan marah. Ia akhirnya mendengus kasar dan memutuskan untuk berdiri. Begitu Zyan bangkit, Chiara yang masih lemah memanggil Zyan."Zyan…" lirih wanita tersebut hingga membuat langkah Zyan terhenti.Mau tak mau, Zyan berpaling lagi ke arah Chiara. Chiara tampak memijat pelipisnya, lantas membuka kedua mata sayunya perlahan. S
Wajah Lucas merah padam. Ia menggeram karena masa lalu tak mengenakan tersebut akhirnya menghampiri ingatannya kembali. Sejak saat itulah, Lucas tak mau berurusan dengan Zyan lagi. Beruntung waktu itu nyawa Lucas dapat diselamatkan karena Sarah mencari dua anaknya tersebut.Tapi, setelahnya Zyan dihajar habis-habisan oleh Robert. Sementara Sarah hanya tergugu, tak tega melihat anaknya dihajar. Jangan tanya dimana Lucas. Lucas kecil masih terlentang tak berdaya di kamar sambil menjalankan perawatan intensif dari dokter Isaac.Zyan yang waktu itu hanya selisih dua tahun dari Lucas menahan setiap cambukan yang Robert tancapkan ke setiap permukaan kulit hingga menganga, menghasilkan luka seperti terbakar. Zyan mengatupkan rahang. Wajahnya sudah merah padam. Ia bahkan tak bisa menangis lagi. Kedua mata hazelnya tajam memandang lurus. Sedangkan rasa bencinya terhadap Lucas kian bertumbuk."Bisakah kau mencari wanita lain dan itu bukan Chiara?!" sentak Lucas kepada Zyan. Mereka saling berhad
Chiara mengeluarkan seluruh isi perutnya. Setelah mencuci bersih mulut, ia memandangi cermin kecil yang menempel dinding di hadapannya.Chiara menelan saliva saat kedua matanya beradu pada bayangan yang terpantul pada cermin. Cermin yang sebagian sudah retak tersebut secara kejam menjebol tanda tanya besar di benaknya sekarang.Lalu, suara langkah sepasang kaki terdengar tergopoh-gopoh mendatangi Chiara sekarang. Susan mendongak, memandangi Chiara dengan cemas."Sayang, apa kau tidak apa-apa? Apa kau salah makan pagi ini?"Chiara terdiam. Agak gugup jika harus memikirkannya. Kemudian ia buru-buru menggelengkan kepala agar Susan dan Alan tak khawatir."Tidak, Bu. Sepertinya hanya gangguan pencernaan biasa. Nanti juga pasti sembuh sendiri," tukas Chiara enteng.Susan masih memasang raut wajah cemasnya. "Sungguh, Chiara? Kau terlihat sangat pucat sekarang."Chiara mengulurkan kedua tangan demi menjamah bahu ibunya. Kedua matanya menatap lekat Susan. Berusaha mendapat kepercayaan dari wan
"Aku berubah pikiran, Lucas. Mari hentikan sandiwara ini," ungkap Poppy suatu pagi. Sekarang wanita tersebut dengan santai menyesap teh di hadapannya. Berusaha mengabaikan raut wajah kaget yang terpasang pada Lucas.Lucas mengernyit. Memperhatikan Poppy bergerak seenaknya. "Apa maksudmu? Kau akan menyerah?"Poppy menggelengkan kepala. Tangannya meletakkan kembali cangkir teh ke meja. Sedang mulutnya buru-buru menelan cairan teh yang telah terkumpul di rongga mulutnya."Bukan. Tapi, aku rasa perasaanku sudah berubah. Aku jadi jatuh cinta sungguhan padamu, Lucas," aku Poppy gamang. Matanya menatap lurus hingga menembus manik hazel milik Lucas.Napas Lucas tercekat. Jika ia pikir rencananya lancar, maka Poppy sudah menjadi salah satu hambatannya sekarang. Lucas menegakkan tubuhnya."Perjanjian tetaplah perjanjian. Kau harus profesional. Kau melakukan itu agar fasilitasmu tak blokir oleh Franklin. Sedang aku membutuhkan sandiwara ini untuk membungkam Robert. Kau harusnya ingat itu."Poppy
"Maaf ya, Bu. Aku belum bisa menjenguk Ibu dan Ayah. Kakiku masih sakit," ungkap Chiara sedih ketika Susan meneleponnya.[Tidak apa-apa, Sayang. Yang penting kau selalu sehat. Tapi, aku harus berterima kasih banyak kepada Lucas. Ia sudah melindungimu sejauh ini.]Chiara mengulum senyum. Lucas memang sudah berbuat banyak untuk dirinya.[Halo? Kau sekarang pasti sedang tersenyum ya, Sayang. Apa kau menyukai Lucas?]Chiara terhenyak. Kemudian buru-buru menegakkan badan sambil menggeleng. Meski ibunya tak melihat, tapi Chiara refleks menggerakkan tangannya juga."Tidak, Bu. Aku tidak menyukai Lucas sama sekali, kok," tandasnya berbohong. Bagaimanapun hati Lucas tetap untuk saudara kembarnya sendiri.Namun tanpa ia ketahui, Lucas tak sengaja mendengar kalimat itu terucap dari bibirnya. Lucas membeku di tempat. Sebelah tangannya yang memegang box cincin yang telah ia beli tadi pagi terlepas begitu saja.Chiara terkesiap. Ia langsung menoleh untuk memastikan sumber suara tersebut. Namun gera