Merasa kesedihan di dalam kalimat William, entah kenapa Cecil merasa berkewajiban untuk menghibur pria itu. Tapi setelah melihat wajahnya ada rasa sesak yang membuat Cecil mencari alasan untuk sibuk. Dia menunduk dan mencoba mencari botol air sehingga pria itu tidak dehidrasi. Dia menunduk untuk meraih tasnya yang ada di lantai mobil. Namun tiba-tiba mobil berhenti tiba-tiba sehingga kepalanya terantuk. Tak terlalu keras, Cecil sudah pernah terantuk yang lebih kencang dari itu. Tapi wajah William yang khawatir akan keadaannya tak akan pernah bisa Cecil lupakan. Pria itu memotong jalan untuk segera menepikan mobilnya tanpa mempedulikan bunyi klakson dan makian dari para pengendara mobil yang lain. “Kamu nggak apa-apa kan?” tanya pria itu dengan wajah pucat. Bola mata biru tuanya menatap Cecil dengan sangat khawatir sehingga lagi- lagi membuat hati Cecil kembali bergetar. Tak pernah ada yang peduli padanya, ini baru, dan Cecil tak mengerti bagaimana harus menanggapi perhatian sepert
Ketika yakin Naftalie sudah tertidur, jacob segera turun dari sofa dan mengenakan pakaiannya lagi. Dia baru saja hendak berjalan keluar dari perpustakaan itu sebelum menyadari kalau istrinya terbaring dengan polosnya di atas sofa. Pria itu segera memutar otak dan mencari sesuatu untuk menutup tubuh molek istrinya. Tapi hanya ada buku dan laptopnya yang ada di ruangan itu. “Haish!” erang Jacob kesal pada dirinya sendiri saat mengambil blus Naftalie yang dia robek tadi. Akhirnya pria itu menuju pintu dan tak terkejut melihat Ed sudah menunggu di situ.“Selimut, dan satu stel baju baru buat nyonya,” ucapnya lalu segera menutup pintu lagi ketika Ed menunduk dan pergi tanpa bertanya. Pria itu kembali datang dan memberikan apa yang Jacob pinta lalu Jacob segera kembali mendekati istrinya dan segera terpesona dengan kecantikan wanita itu.Rambutnya yang merah mengelilingi kepalanya, bulu matanya lentik dengan hidung yang mancung dan bibir merah mempesona, Jacob tak pernah bosan mengagumi
Tak pernah terbayang dalam benak Naftalie kalau akan melihat Jacob ada di dalam dapur kastil. Terlebih dia duduk dan semacam bercanda dengan para karyawannya.“Nat, kamu lebih suka jeruk atau apel?” tanya Jacob ketika wanita itu sampai di sebelahnya.“Hah?” tanya Naftalie dengan bingung karena pertanyaan Jacob yang random.“Jeruk sama apel suka mana?” tanya Jacob mengulangi pertanyaannya seperti tidak sabar. “Apel?” jawab Naftalie dengan bingung sambil duduk di samping suaminya. “Nah kan apa aku bilang, dia itu sukanya apel!” ujar Jacob dengan penuh kemenangan. “Tapi kalau minum sering sekali mintanya jus jeruk,” ujar sang pelayan muda bersikeras. “Oh … aku takut aku kurang vitamin, jadi aku minta jus jeruk.” Wanita itu menjawab dengan wajah masih bingung. Jacob mendengus geli.“Lah, kenapa kamu nggak pilih jus apel aja sekalian?” tanya Jacob dengan heran. “Nggak enak, enakkan jus jeruk,” jawab Naftalie dengan jujur yang membuat sang pelayan muda memekik senang. “Nah kan, Nyonya
Setelah ciuman yang aneh itu, Cecil benar-benar menghindari William. Dia ada hanya jika William benar-benar meminta wanita itu ikut. Keadaan menjadi canggung di antara mereka.William sendiri bingung dengan perasaannya. Waktu itu rasanya sungguh tepat untuk melakukan itu. Tapi saat ini kenapa rasanya itu begitu gila sekarang?Bukannya dia mencintai Naftalie, dengan sepenuh hatinya dan sepenuh perasaannya? Kenapa bisa tiba-tiba dia melakukan itu pada Cecilia? Bukannya dia hanya iseng menggoda wanita itu?Tapi menggoda dalam bibir saja, dalam kata-kata, kenapa kemarin dia malah menempelkan bibirnya pada bibir Cecilia.Bukannya dia keberatan … ciuman kemarin itu rasanya luar biasa. William seakan berada di dunia lain, hanya ada dia dan Cecil yang sedang memadu lidah. Apalagi setelah itu, Cecil keluar dan membelanya habis-habisan di depan polisi. Cara wanita itu membelanya membuat hati William anehnya menjadi bergetar. Tapi itu sudah beberapa minggu yang lalu, kini wanita itu bersikap
Sebenarnya yang dia lihat itu wajar adanya. Pria itu bahkan sudah mengakui padanya kalau memang dia mencintai sahabatnya itu, tapi mengapa begitu melihatnya langsung dengan bola mata kepalanya sendiri, Cecil merasakan sakit yang teramat pilu di hatinya. Seharusnya dari awal dia sama sekali tak usah memeriksa mereka. Namun tadi dia seperti merasakan dalam hatinya, kalau pria itu mencarinya. William mencarinya, cih buat apa? Sudah ada Naftalie di sana? Buat apa lagi ada Cecil? Cinta pertama dan terakhirnya ada di hadapan William sehingga sudah pasti pria itu tak akan ingat lagi pada Cecil.Wanita itu segera menutup pintu ruangan latihan sambil menghela napas panjang. Tenang dia harus bisa tenang. Seperti yang dia katakan pada dirinya berulang kali. Kalau kemarin itu kesalahan. Ciuman itu hanya karena mereka sama -sama dipacu emosi sesaat yang tidak jelas, karena dalam rangka apa William menciumnya seperti itu?Setelah ciuman itu, Cecil segera menjauhi pria itu sebisa mungkin, karena se
Cecil awalnya berusaha untuk santai dan tak memikirkan apa yang terjadi di dalam. Setelah beberapa lama duduk di luar sambil memandangi langit, wanita itu masih merasa resah dan gelisah. Walau dia berusaha untuk melupakan apa yang dia lihat tadi, tetap saja benaknya membawa Cecil ke bayangan William bersama Naftalie. Tuannya itu jelas mencintai sahabatnya, tidak ada masalah kalau sahabatnya itu sudah punya suami adalah masalah yang lain lagi. “Ya kan? Aku nggak usah ikut campur kan?” pikir Cecil dalam hati. Tapi lama kelamaan pikiran gilanya mulai merajalela, dalam bayangannya William melakukan hal gila, mencium Naftalie seperti pria itu lakukan padanya dan hal itu membuatnya tiba-tiba berdiri dengan cemburu dan berjalan cepat masuk untuk mencegah hal buruk terjadi antara kedua orang itu. Tapi, saat dia masuk malah berbeda, William terlihat terpukul sedangkan Naftalie terlihat amat berbahagia, apa yang terjadi? Wajah wanita berambut merah itu malah berbinar-binar, sangat cantik s
Naftalie memperhatikan sahabatnya yang sedang berlagak keren memotong croissantnya dengan gaya elegan. sejak kapan William makan croissant dengan menggunakan pisau dan garpu? Dan juga, sejak kapan dia makan croissant sampai selama itu? Naftalie mendengus melihat kelakuan sahabatnya itu.“Dah digigit aja, ribet banget sih!” omel Naftalie dengan gemas melihat sahabatnya sibuk memotong roti.“Huh?” Pria itu mendongak dan Naftalie mendengus geli.“Kamu tu sejak kapan makan Croissant pake pisau segala? Biasanya juga langsung hap?” desis Naftalie sambil memicingkan matanya.“Aku nggak gitu!” jawab William segera membela diri sambil menatap ke arah Cecil dengan malu-malu. Naftalie tertawa mengejek“Cih … mana ada, aku selalu makan pake pisau,” desis pria itu lagi dengan kesal.“Will, aku kenal kamu dah lebih lama daripada umur kafe ini, jadi nggak usah ngomong deh,” ejek Naftalie sambil tertawa lagi lalu melihat ke arah Cecil.“Dia … selama ini makan Croissant pakai pisau?” tanya Naftalie sa
Sebagai wanita cantik, Cecil sudah sering kali mendapatkan perlakuan seperti yang pelayan ini lakukan. Cecil memiliki berbagai cara untuk menanggapinya. Dia bisa sering berlagak bodoh, dan banyak bertanya dengan bergaya tidak tahu semua sehingga lawan bicaranya akan memberitahukan cara dan segala informasi yang Cecil ingin tahu dengan hanya berpura-pura bodoh. Cecil juga bisa berlagak manja, dan tertarik dengan lawan bicaranya, yang biasanya pria-pria hidung belang yang langsung menggodanya mau melakukan apapun yang dia pinta. Namun, hari ini karena dia sedang kesal, jadi dia tak melakukan kedua itu. Dia hanya butuh air mineral permintaan William sehingga dia bisa kembali ke mobil dan menangisi dirinya sendiri yang begitu konyol tadi. “Kenapa juga aku bertanya seperti itu tadi?” erangnya dengan penuh penyesalan sambil berjalan kembali ke arah meja William dan Naftalie. “Buat apa aku tanya yang sudah tau jelas jawabannya apa,” ucapnya lagi dalam hati. Namun, tiba- tiba saja, pelayan