Emma amat tidak sabar. Dia berjalan maju, mengunci pergerakan Burhan hingga pria itu tidak bisa banyak bergerak. Lehernya ditekan dengan lengan Emma sekuatnya.“Cepat bilang!” bentak Emma. Bagaimanapun, dulunya dia adalah pengawal yang bekerja untuk keluarga konglomerat ini.“Tuan Hadi … s-sudah meninggal … “ ucap Burhan terbata-bata.Kaki Wijaya serasa lemas. Dia hampir saja ambruk, andai para anak buah Emma tidak segera menjaga keseimbangannya.“Tidak … “ gumam Gina. Dia lebih tenang dan bisa menguasai diri. Meskipun dia belum bisa menerima kenyataan.“Burhan! Kenapa mereka ada disini?” Wina tiba-tiba keluar dari dalam ruangan inti. Wanita itu menuding ke arah Wijaya dan Gina layaknya mereka berdua adalah sampah.“Beraninya kau … “ Wijaya hendak menerjang Wina.“Apa!” sentak Wina, justru balik menantang. “Kau berani padaku, hah? Dasar anak haram! Kau itu tidak berhak atas apapun tentang Papa. Sudah untung kau diberikan perusahaan itu. Jangan pernah menginjakkan kaki lagi di rumah in
Gina meminta Wijaya untuk menurunkannya hanya di depan gerbang rumahnya. Dia tidak ingin susah-susah membukakan gerbang untuk Wijaya masuk.Langkah Gina gontai. Bahkan saat para satpam rumahnya menyapanya. Tapi tubuhnya terpaksa kembali tegak, setelah melihat mobil Damian terparkir rapi di dalam.Gina tertegun. Dia berusaha mencari sosok Damian–yang ternyata duduk di kursi kemudi. Pandangan pria itu terasa amat dingin, meski Gina hanya bisa melihatnya samar-samar dari balik kaca depan mobil.“Damian?” Gina mengetuk jendela mobil.Dengan gerakan lambat, pria itu membuka kaca jendelanya. Dia sama sekali tidak memandang Gina. Tatapannya lurus dan tampak sangat dingin. Gina bisa merasakan kemarahan Damian, namun terlalu takut untuk bertanya.Gina hanya bisa menunduk. Sambil menggigit bibir, dia memainkan jemarinya. Perasaan sedih dan depresi karena kematian Hadi Wijaya masih membayang di pelupuk matanya.“Apakah tidak ada yang ingin kamu ucapkan padaku?” tegur Damian.Sayangnya, Gina men
Bola mata Rudi bergetar, setelah membaca isi dari hasil tes DNA itu. Bahkan demi menjaga kesadarannya yang cukup terguncang, dia segera melepas kacamatanya.“Pak Rudi, Bapak baik-baik saja?” tanya sang anak buah, cukup cemas.Rudi menarik nafas sangat panjang. Lalu menghembuskannya keras. “Tolong, rahasiakan dari siapapun. Termasuk dari Annie dan istriku,”***“An, sampai kapan kamu menghindariku?” tuntut Steve, ketika Annie melewatinya begitu saja saat hendak berangkat kerja.Annie menoleh. “Sampai kapan juga kamu tinggal disini? Ini rumahku, dan kita belum terikat pernikahan!” geram Annie.Steve beranjak berdiri. Sembari merapikan pakaian kerjanya, dia berusaha menarik tubuh Annie ke dalam dekapannya.Namun Annie justru mundur untuk menghindar. “Jangan coba macam-macam,” ancamnya.“Aku kan ayah Sean. Dan kita juga sebentar lagi menikah. Aku akan tetap tinggal disini, untuk menjagamu dari si brengsek Damian,”Annie memutar bola mata, makin kesal. “Tidak ada yang terjadi padaku dan Da
“Apa yang sebenarnya terjadi, Pa?” Bukannya menjawab, Annie justru balik bertanya.“Jawab pertanyaan Papa,”Annie menggeleng. “Aku tahu, sesuatu pasti terjadi,” tebak Annie. “Apakah Papa mengetahui hasil tes DNA itu?”Rudi kembali menarik nafas panjang. Lalu memutar kemudi, masuk ke dalam ruang parkir kantor Annie yang terletak di basement.“Jawab, Pa! Papa tahu sesuatu, kan? Dan itu menyangkut Damian,” tuntut Annie. “Papa tidak mungkin berubah baik pada Damian, kecuali Papa tahu sesuatu,”“Ayo turun. Nanti kamu terlambat,” ajak Rudi, mulai turun lebih dulu.Annie mengikuti pergerakan ayahnya, tapi jauh lebih cepat. Bahkan dia membanting pintu mobil.“Papa memang memilih diam, tapi aku akan mencari tahu,” tandas Annie. “Aku akan tahu semuanya, dan Papa akan menyesal karena sudah menutupi dariku,”Annie berjalan cepat meninggalkan Rudi, tanpa mau mengucapkan pamit. Sementara Rudi masih diam di tempatnya, sama sekali tidak tersulut emosi.Justru yang dia rasakan kini hanyalah rasa bersa
“Dia … Rudi Evan,” jawab Gina perlahan.“Rudi? Kenapa dia … “Belum sampai Damian menyelesaikan perkataannya, pintu ruangan Gina diketuk. Kemudian masuklah sosok Rudi Evan, yang tampak canggung.Dan ketika menyadari ada Damian bersama Gina, matanya melebar kaget. Namun sebagai seorang pejabat tinggi, Rudi tentu menjaga sikapnya.Dengan langkah tegap, Rudi Evan berjalan pelan mendekat ke meja kerja Gina.“Selamat siang, Bu Gina,” sapa Rudi.Gina mengangguk. “Selamat siang, Pak Rudi. Silahkan duduk,” Rudi lantas duduk di kursi yang disediakan di depan meja Gina. Matanya terus melirik ke arah Damian, tampak sedikit gelisah.“K-kalau begitu, saya permisi dulu,” ujar Damian. Sadar akan atmosfer tak menyenangkan antara mereka bertiga.Gina sempat beradu tatap dengan Damian, yang mengisyaratkan bahwa mereka harus segera berpisah. Karena tampaknya Rudi ingin membicarakan sesuatu yang serius. Setelah
“Silahkan Bu Gina,” Rudi mempersilahkan dengan sikapnya yang terus saja pongah.Gina menegakkan posisi duduknya. Dengan mata lebih tajam, dia melipat kedua tangan di atas meja demi saling berhadapan dengan lebih fokus pada Rudi Evan.“Apakah Anda tahu, bagaimana anak saya bisa meninggal?” tanya Gina.“Kenapa Anda … ““Jawab saja, Pak Rudi,” potong Gina. “Apakah Anda tahu, siapa yang menyebabkan anak saya meninggal?”Nafas Rudi tercekat. “J-jadi Anda mengancam saya?”Gina menggeleng. “Saya tidak pernah mengancam siapapun, selama orang itu tidak mengusik saya. Tapi mencampuri urusan pribadi saya, sudah menjadi hal yang tidak akan saya biarkan begitu saja,” terang Gina. “Sepertinya Anda harus tahu tentang itu,”“Jika Damian tahu Sean anak kandungnya, bukankah dia menyesal sudah berpisah dengan Annie?”“Siapa yang meminta mereka berpisah, Pak Rudi? Bukankah, anda sendiri?”Sekali lagi Rudi tercekat. Tidak m
“Masuk!” seru Steve, ketika pintu ruang kerjanya diketuk.Brak!Annie mendobrak pintu cukup keras, dan masuk dengan langkah tegap ke dalam ruang kerja Steve.Steve yang saat itu sedang fokus pada lembar dokumen di depannya, hanya bisa terbelalak. Namun untungnya sang perawat buru-buru menutup pintu kembali, agar pasien tidak dapat melihat keributan itu.“An, ada apa?” tanya Steve heran. “Kamu sadar nggak, kamu sedang marah-marah di rumah sakit?”“Aku tidak peduli!” sentak Annie. Dia kemudian melempar dokumen-dokumen tentang Steve yang telah dikumpulkan Nina untuknya.“Sudah berapa kali kubilang padamu? Jangan coba-coba membodohiku!” maki Annie. “Kamu sengaja mendekatiku, mempertahankan Sean, karena kamu ingin menyelamatkan reputasi dan klinik pribadimu, kan?”Steve tidak mau membuka dokumen itu, karena sadar jika dia sudah tertangkap basah. Yang bisa dia lakukan kini adalah berusaha menenangkan Annie.“An, tenang dulu. Akan kujelaskan semuanya,” pinta Steve, berusaha meraih tubuh Anni
Dengan cepat Steve membuka lakban yang menutup mulut Gina. Membuat Gina meringis merasakan rekatan kuat itu ditarik paksa dari kulitnya.“Kamu terlalu meremehkanku, Gina. Kamu pikir, selama ini aku hanya diam dan menontonmu terus melakukan hal-hal licik,” ujar Steve.Gina balas menatapnya dengan perasaan tenang. “Apa kamu sadar perbuatanmu ini hanya akan makin merugikanmu? Kamu lupa siapa aku?”Plak!Tiba-tiba Steve menampar pipi Gina sekerasnya. Ada kilatan murka di kedua matanya yang menyala.“Kamu kira, kamulah pusat dunia? Kamulah penguasa dunia ini?” bentak Steve. “Jangan lupakan statusmu yang hanya seorang janda, Gina Duran. Seberapa kaya dirimu, kamu hanyalah janda menyedihkan di mata semua orang,” olok Steve, lalu tertawa terbahak-bahak penuh kemenangan.Gina tidak menanggapi. Selain karena tubuhnya masih terikat, dia juga tidak ingin menggunakan banyak tenaganya hanya untuk meladeni bualan Steve.Tiba-tiba Steve mencengkeram pipi Gina. “Aku akan menghancurkan hidupmu. Setidak