Pertemuan Nada, Abdul dan Ruqoyah di kafe, merupakan sesuatu yang sangat mengejutkan. Ruqoyah pun berdiri kemudian menghampiri Nada yang tengah bingung. "Nada! Siapa dia?" tunjuk Ruqoyah pada lelaki yang berada di sampingnya. "Teman saya, Mbak," balas Nada canggung kemudian ia menggaruk-garuk kepalanya. "Iya, Tante, doakan kami agar jadian, ya, hehehe," sahut Haris sembari meringis membuat Ruqoyah mendelik. Haris kemudian mendekati Ruqoyah dan menyalaminya, lalu ke Abdul dan menyalaminya pula. "Kebetulan sekali bertemu di sini, sekalian kita makan bersama saja, bagaimana?" usul Haris. Nada tidak dapat berkata-kata."Hay kamu, siapa namamu?" panggil Ruqoyah. Perlu kamu ketahui kalau Nada itu ....!" Belum sempat Ruqoyah berucap, Abdul mencegahnya. "Apa-apaan, sih!" "Duduk saja, nanti aku jelaskan!" perintah Abdul. Akhirnya Ruqoyah pun duduk berdampingan dengan Abdul, sementara Nada duduk berdampingan dengan Haris. Nada melirik suaminya yang cuek. "Kini, pesanlah menu," ujar Abdu
Pagi ini di kediaman Bapak Slamet telah ramai oleh orang-orang yang akan mengikuti prosesi akad nikah putri semata wayangnya yaitu Nada Azkia. Gadis itu akan dinikahi oleh Tuan Abdul atau nama lengkapnya Abdullah Rashid Athoillah—pengusaha mebel—yang telah memiliki banyak cabang di kotanya. Rencana akad nikah akan dilangsungkan sekitar pukul sepuluh pagi. Sementara itu di kamar, Nada tengah dirias oleh Mbak Leli sebagai event organizer, yang terkenal di kota ini. Namun raut wajah Nada, gadis yang beberapa bulan lalu baru lulus sekolah itu tampak murung. Pasalnya ia dipaksa ibunya untuk menikah dengan Tuan Abdul, pria yang usianya hampir sama dengan ibunya. *** Seminggu yang lalu. “Aku nggak mau!” teriak Nada saat sang ibu memanggilnya untuk ke luar dari kamarnya. Gadis itu menutup wajahnya dengan bantal dan tak ingin ke luar bersama dengan ibunya. Sang ibu kemudian mendekat dan membuka bantal. Terlihat Nada memejamkan mata, wajahnya memerah karena kesal. “Ibu, tolong jangan paksa
Setelah melakukan musyawarah antara Tuan Abdul dan keluarga Nada, akhirnya diputuskan bahwa pernikahannya enam hari lagi. *** Keputusan yang telah diambil orang tua Nada membuat gadis itu tidak bersemangat. Ia masih ingin melanjutkan kuliahnya dan bekerja untuk mendapatkan penghasilan. Namun apa dikata, takdir berkata lain. *** Hari yang dinantikan tiba. Rombongan Tuan Abdul datang untuk melakukan acara acara Akad Nikaj. Kedua istri Tuan Abdul pun datang untuk ikut menyaksikan janji suci itu. Sungguh pemandangan yang tidak biasa. Wajah kedua istri tuan Abdul pun biasa-biasa saja tanpa adanya kecemburuan atau marah. Entahlah, mengapa mereka bersikap demikian. Selain kedua istri, karib kerabat pun datang. Sementara Nada yang berada di kamar rias dan telah siap. Gadis itu menunggu panggilan untuk keluar dan bersanding dengan pria pilihan orang tuanya. Semuanya telah beres. Gaun pengantin yang dipakai gadis itu sangat istimewa, mungkin Tuan Abdul membelinya di negara asal yakni
Tuan Abdul keluar kamar membuat Nada menjadi bengong. Namun ia hanya mengangkat bahu dan kemudian kembali merapikan baju-baju yang ada di koper. "Kamar yang luas," gumamnya sembari mengedarkan pandangan. Selama masuk kamar ini, ia belum menelusurinya. Ia juga belum menelusuri setiap seluk beluk rumah milik suaminya. Tok tok tok! Terdengar suara ketukan pintu kemudian gadis itu berhenti. Ia melangkah ke pintu dan menariknya. Seorang wanita berwajah khas Jawa tengah berdiri.. Apakah ia adalah istri kedua Tuan Abdul? Pikir Nada, sebab tadi saat acara akad nikah, ia melihat wanita itu duduk bersama dengan wanita cantik itu. "Boleh aku masuk," tanyanya sembari bersandar di sisi pintu. "Owh silakan!" balas Nada kemudian mempersilakan wanita itu untuk duduk. Wanita dengan kulit hitam manis itu berjalan menuju ke ranjang dan duduk di sisinya. Diamati kamar ini dengan seksama. "Kamu kenapa bo*oh sekali?" tanya Wanita itu. "Maksud Mbak apa? Mbak ini siapa, sih!" tanya Nada sembari me
Baru saja terlelap, sayup-sayup terdengar suara pintu diketuk. Nada mendelik dan kaget kemudian bangkit. Ia ingat bahwa malam ini adalah malam pertamanya. "Celaka!" --- "Astaghfirullah! aku lupa tidak kembali ke kamar Tuan Abdul," gumamnya. Apakah dia yang mengetuk pintu? Nada pun bangkit dan membuka pintu. Ternyata benar apa yang ia khawatirkan. Seorang pria berambut ikal dengan bibir tipis itu tersenyum sembari melipat kedua tangannya membuat gadis itu salah tingkah. "Tu-tuan Abdul? Kenapa ke sini?" tanya Nada. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Kamu lupa? Ini jatahmu," seru pria itu mengingatkan. Nada hanya cengar-cengir. Ia berpikir bagaimana caranya agar malam ini tidak ada acara malam pertama baginya. "Tuan, malam ini saya berikan kepada istri Anda yang lain saja, bagaimana?" usul gadis belia yang memiliki lesung pipit itu. "Laa, aku ingin bersamamu, ayo!" Pria itu menggandeng Nada yang ragu. Sepintas ia melirik jam dinding yang menempel, pukul sebelas malam.
Saat ini aku masih aman, entah besok-besok, pikir Nada. Pagi ini Ruqoyah telah siap dengan pakaian rapi. Penampilannya yang anggun memang sangat mempesona. Perlu diakui bahwa wanita Arab cantik-cantik. Apalagi matanya yang indah. "Mau ke mana, Mbak," sapa Nada ketika melihat kakak madunya hendak pergi. Wanita keturunan Arab nan cantik jelita itu tersenyum sinis. "Kamu pikir aku hanya ongkang-ongkang saja di rumah?" jawabnya. "Aku kerja, memegang beberapa toko milik Mas Rashid," ungkapnya. Nada mendelik. "Aku juga mau pergi, mau pulang," ucap gadis belia itu. "Kalau kamu mau pergi, harus izin sama Mas Rashid. Jangan asal pergi," ketus wanita yang menggunakan gamis hitam. "Mbak, malam ini kan bukan jatahku, jadi bebas, dong!" "Nggak bisa gitu, kamu harus menghormati suami," balas wanita yang mengenakan jilbab hitam senada dengan gamis yang ia pakai. "Kalau begitu aku harus izin melalui telepon," ungkap Nada. Gadis itu merasa bosan di rumah ini meski rumah mewah bagai ista
"Astaga, akhirnya ketahuan juga jika aku sedang tidak haid," gumam Nada sembari nyengir. Rasa takut merasuki jiwanya. Takut akan hal yang selama ini dialami oleh pasangan pengantin di malam pertamanya. Namun bagi gadis belia itu, ia memiliki banyak akal. Ia akan menggunakan kakak madunya sebagai alasan agar Tuan Abdul tidak mendekat. Pria itu berdiri kemudian masuk ke dalam menemui Bu Hamidah yang tengah mempersiapkan makanan. "Bu, saya pamit pulang," ucap menantunya itu. "Lho kok cepat amat?" tanya Bu Hamidah sedikit kaget lalu mengelap tangannya karena basah terkena kuah sayur. "Tuan, saya mau nginep di sini saja, kangen ibu," ujar Nada sembari menggelayut manja dengan sang ibu. Namun, sang ibu melepas tangannya dan menyerahkan dirinya pada Tuan Abdul. "Ayo pulang," ajak Tuan Abdul dan menggandeng Nada. Dengan terpaksa Nada pun mengikuti suaminya itu. Gadis itu bersalaman dengan ibu dan bapaknya, kemudian masuk ke dalam mobil Expander putih. Dengan segera Tuan Abdul menjalankan
"Owh, jadi mereka tidak bicara padamu?" Nada menggeleng. Kemudian Pria tampan itu mendekati Nada perlahan membuat napas Nada tidak turun naik, tetapi tiba-tiba pintu diketuk.Akhirnya Tuan Abdul berhenti dan melangkah menuju ke pintu. Ia membuka kunci dan menarik gagang pintu. Saat pintu terbuka, ternyata Ruqoyah dan Ainur yang datang. "Maafkan aku, Mas," ujar Ruqoyah, "aku nggak tahu kalau Mas Rashid ada di sini. Tadi lupa mau kasih tahu kalau Nada disuruh ke kamar. Lelaki yang memiliki alis tebal itu menganggukkan kepalanya lalu memberi kode agar mereka segera pergi. Namun Nada mencegahnya. "Mbak Ruqoyah, tunggu," panggil Nada kemudian bangkit dari kasur dan berjalan menuju ke arah wanita itu. "Mbak, biasanya bikin ramuan, mana?" ucap Nada mengingatkan."Oh iya, bentar aku buatkan. Nanti aku ke sini lagi," ujar wanita itu lalu meninggalkan kamar Nada diikuti Ainur. Tuan Abdul mengusap kepalanya lalu berjalan ke ranjang. Nada mengikutinya tetapi duduk di sofa. "Nada, jika menghin
Pertemuan Nada, Abdul dan Ruqoyah di kafe, merupakan sesuatu yang sangat mengejutkan. Ruqoyah pun berdiri kemudian menghampiri Nada yang tengah bingung. "Nada! Siapa dia?" tunjuk Ruqoyah pada lelaki yang berada di sampingnya. "Teman saya, Mbak," balas Nada canggung kemudian ia menggaruk-garuk kepalanya. "Iya, Tante, doakan kami agar jadian, ya, hehehe," sahut Haris sembari meringis membuat Ruqoyah mendelik. Haris kemudian mendekati Ruqoyah dan menyalaminya, lalu ke Abdul dan menyalaminya pula. "Kebetulan sekali bertemu di sini, sekalian kita makan bersama saja, bagaimana?" usul Haris. Nada tidak dapat berkata-kata."Hay kamu, siapa namamu?" panggil Ruqoyah. Perlu kamu ketahui kalau Nada itu ....!" Belum sempat Ruqoyah berucap, Abdul mencegahnya. "Apa-apaan, sih!" "Duduk saja, nanti aku jelaskan!" perintah Abdul. Akhirnya Ruqoyah pun duduk berdampingan dengan Abdul, sementara Nada duduk berdampingan dengan Haris. Nada melirik suaminya yang cuek. "Kini, pesanlah menu," ujar Abdu
"Dengar! Pulang dari kampus, lalu siapa yang berhasil diantar dia, besok traktir!" tantang Rose, gadis yang tadinya kalem, begitu mengenal laki-laki langsung berubah. "Oke!" ----Pukul 12.00 kuliah selesai dan tidak ada lagi mata kuliah. Nada langsung menuju ke parkir. Namun naas, saat hendak menyalakan motornya, ban belakang tenyata kempes. "Waduh, mana tempat tambal ban masih jauh, bagaimana ini?" keluhnya sembari menekan-nekan ban motornya. Mau tidak mau, akhirnya Nada menuntun motornya itu sampai depan kampus. Jarak untuknke depan lumayan jauh. Saat di tengah perjalanan, Haris menghampiri dengan motor gedenya."Nada, kenapa motornya?" Pria itu turun dari motor lalu mendekati Nada yang tampak kelelahan. "Bocor," ungkapnya. "Yodah, kamu pakai motorku biar aku tuntun sampai depan. Di sana ada tukang tambal," perintah Haris kemudian menyerahkan kunci motornya pada Nada. Awalnya perempuan manis itu tidak mau, tetapi karena dipaksa, akhirnya mau juga. Haris menuntun motor milik Na
"Ainur!" pekik Abdul kemudian buru-buru membetulkan pakaiannya dan duduk. Nada pun demikian lalu duduk di samping sang suami. "Tuan, apa aku bilang!" pekik gadis itu lalu memunggungi sang suami. Sementara Abdul kebingungan antara mau mengangkat telepon atau tidak. "Jangan diangkat atau aku akan kena amukannya," ucap Nada. Abdul pun tidak mengangkat panggilan video call tersebut.Panggilan dari Ainur berhenti, tak lama kembali memanggil. Kemudian Tuan Abdul merijecknya dan mengirim pesan kepada istri keduanya bahwa selepas Magrib ia berjanji akan datang. @Ainur_My wife"Oke, Mas, aku tunggu. Malam ini aku telah menyiapkan makanan spesial untukmu." Balasan dari Ainur. Abdul bernapas lega sebab istrinya itu tidak bertanya macam-macam.Setelah itu, Abdul memandang ke arah Nada kemudian tersenyum. Ia menarik istrinya itu ke dalam pelukannya."Tuan, setelah ini kamu ke Mbak Aiunur, apa tidak capek?""Ha ha ha, pria keturunan Arab mana ada rasa capek. Makanan khas Arab bisa membuat pria m
Jawab Abdul singkat berharap gadis itu tidak mengirim pesan lagi. @Ayu Terimakasih, Om, muach .... ----"Astaghfirullahaladziim, ni anak ganjen amat!" gumam Abdul kemudian menyalakan mesin mobilnya. Sekilas ia melihat melalui kaca spion, gadis itu melambaikan tangannya membuat Abdul nyengir. ***Di tempat lain Nada dan Rose hampir memasuki ruang kuliah, tetapi kaget ketika tidak mendapati Ayu. "Kemana Ayu?" tanya Nada sembari celingukan mencari gadis yang seusia dengannya. "Eh iya," balas Rose. "Ah, tar juga masuk."Mereka kemudian masuk ke ruang kuliah dan mencari tempat duduk sedikit di depan. Keduanya duduk bersebelahan. Sebelum dosen masuk, mereka berbincang."Nada, Om kamu sepertinya sayang banget sama kamu, apakah sudah menikah?" Nada bingung untuk menjawab. Namun, ia tidak ingin berbohong. "Sudah." Wajah Rose terlihat kecewa. "Kenapa?" tanya Nada."Om kamu itu ganteng banget dan sepertinya tajir." Nada membulatkan matanya. Dalam hati, kenapa kok teman-temannya banyak y
Kejadian semalam pun terulang.---Sesaat setelah beribadah, mereka tertidur. Peluh mengalir membasahi raga serta kelelahan atas nikmat Tuhan yang dianugerahkan pada kedua pasangan halal ini. ZzzrrtttGetar ponsel milik Abdul di atas nakas mengagetkan keduanya. Panggilan video call dari seorang wanita yang telah menemani Abdul hampir sepuluh tahun itu mengagetkan pria yang masih setengah sadar. Dengan segera, lelaki itu menjawab panggilan video tersebut. Betapa kagetnya Ruqoyah sang suami tengah berte***jang dada bersama wanita yang sudah tidak asing itu. Abdul langsung bangkit dan mengucek matanya untuk mengumpulkan setengah nyawanya. "Ruqoyah!" panggil lelaki itu sehingga Nada pun bangkit. "Mbak Ruqoyah?" sahut Nada kemudian meraih pakaian yang tercecer dan memakainya. "Mas!" panggil Ruqoyah dengan muka memerah. "Ternyata ini yang kamu lakukan? Aku ke toko karena ada barang yang ingin ku ambil, ternyata kamu di situ!" teriak Ruqoyah tak terkendali. Rasa cemburu merasuki.Abdul
Kini, sampailah mereka di kediaman Bapak Slamet. Setelah mobil terparkir, kemudian Nada turun bersama Abdul. Nada mengetuk pintu kemudian salam. Terdengar balasan salam dari dalam dan suara yang sudah tidak asing, Bu Hamidah.Seorang wanita berhijab ungu dengan menggunakan daster berwarna lilac, membukakan pintu dengan senyum merekah. Kemudian mempersilakan menantu dan anaknya itu masuk. Di ruang tengah pak Slamet tengah duduk sembari melipat tembakau dengan kertas kretek. Lelaki itu lebih suka merokok dengan rokok buatannya sendiri daripada membeli. Abdul menyalami lelaki tersebut dan mencium tangannya, kemudian duduk behadapan."Pak, kenapa merokok? Apakah tidak sayang dengan kesehatannya?" tanya Abdul kemudian mengambil satu biji rokok kretek yang baru saja dibuat kemudian mengamatinya. "Mendingan nggak makan daripada nggak merokok," ujarnya sembari menggulung kertas rokok tersebut. Biasanya, lelaki tua yang kini berusia sekitat enam puluh tahun itu membuat sekalian banyak untuk
"Kita susun rencana," ucap wanita berhidung mancung itu. ---Di kamar lain, Abdul tengah duduk sembari memegang kepala yang berdenyut. Rasa pusing menghinggapi. Pusing memikirkan para istri yang selalu ribut urusan jatah. Lelaki itu mengakui untuk malam ini adalah kesalahannya yaitu meninggalkan Ainur dan malah menemui Nada. Abdul tidak tahan dengan gadis itu, pesonanya membuatnya ingin segera memiliki seutuhnya. Nada itu ibarat bunga sedang mekar-mekarnya. Jika dibiarkan, maka kumbang lain akan datang. Sayang, bukan? Sedangkan bunga ini sudah sah menjadi miliknya. Nada keluar dari kamar mandi dengan heran sebab tidak mendapati kedua istri suaminya. Namun, ini yang dia harapkan. Tidak ada omelan atau ocehan.Abdul memandang istrinya yang tengah berdiri masih dengan lingerie yang sama sehingga hasratnya terlintas, tetapi ia sadar itu tak mungkin ia lakukan. "Lihat, Nada," ucap Abdul sembari menunjuk ke sprey yang terdapat bercak merah. "Astaghfirullah, Tuan, apakah aku keluar ha
"Tenanglah, aku ajari dan kamu cukup diam atau meresponnya," bisik sang suami membuat gadis itu mendelik. ----Napas gadis itu terengah-engah kemudian Abdul menuntunnya ke ra*jang. "Nada, menolak suami itu dosa, paham?" terang pria itu sembari menatap tajam wajah sang istri yang masih tegang. Kemudian gadis itu menelan salivanya, tetapi begitu sulit sesulit melupakan Rayhan. Benar-benar malam ini malam yang menegangkan menurutnya. "I--iya," jawab gadis itu kemudian diam dan memejamkan mata. Tuan Abdul memegang tangan istrinya yang basah oleh keringat kemudian mengecupnya. Buru-buru Nada menariknya."Nada, kamu siap?" Tuan Abdul memastikan."A--aku takut dosa, Tuan," balas gadis itu lalu menelan kembali salivanya dengan kepayahan. "Bagus," balas pria itu lalu membelai rambutnya yang panjang dan ikal. "Tu--Tuan, aku izin ke kamar mandi." "Hmmm, mau alasan apalagi?" ucap pria itu masih membelai rambut panjang sang istri."Oh, enggak, Tuan.""Oke, silakan asal jangan beralasan haid,
"Tapi benar, kesinilah!" pinta Abdul, "jika kamu tidak percaya!"----"Oke," jawab Ainur. Nada, Ruqoyah dan Abdul berada di ruang tengah. Kemudian Nada pamit kepada sang suami, tetapi Abdul tidak mengizinkan. Bahkan Abdul menarik tangan istri ketiganya untuk tetap tinggal. Berbeda dengan Ruqoyah, wanita itu malah menginginkan agar Nada segera pergi. "Nada, kamu bisa temani Ruqoyah, kan?" tanya Abdul memohon. Nada menggeleng dan tetep kekeh ingin pulang. "Sebentar lagi Ainur datang," sambungnya membuat Ruqoyah terbelalak dan kaget."Mas, kamu mengundangnya? Kenapa, sih!" taya istri pertamanya itu."Ruqoyah, hari ini jatahnya Ainur dan aku tidak bisa seperti ini.""Tapi, kan, aku sedang sakit," sahut Ruqoyah kecewa. "Iya, tapi aku juga tidak bisa meninggalkan kewajibanku padanya." Wajah Ruqoyah ditekuk kemudian meremas-remas tangannya. Masih dengan wajah kesal, Ruqoyah bangkit dan menuju ke kamarnya dengan tertatih. Ketika Abdul hendak membantu, Ruqoyah menolak. Ya, Abdul sangat p